Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ratifikasi FCTC matikan perekonomian petani tembakau Indonesia

Ratifikasi FCTC matikan perekonomian petani tembakau Indonesia asap rokok. shutterstock

Merdeka.com - Organisasi sektor industri hasil tembakau (IHT) Indonesia khawatir semakin kuatnya desakan LSM anti-tembakau nasional dan asing agar Pemerintah Indonesia segera melakukan ratifikasi terhadap Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC dinilai mematikan IHT yang menjadi tumpuan penghidupan bagi lebih dari 6 juta masyarakat Indonesia dan merupakan penyumbang pajak ketiga terbesar negara, sebesar Rp 173,9 triliun di 2015.

"Salah satu pedoman dalam FCTC melarang penggunaan bahan tambahan dalam rokok, termasuk cengkeh, sedangkan 95 persen rokok di Indonesia merupakan rokok kretek yang menggunakan cengkeh. FCTC akan mematikan rokok kretek yang merupakan produk asli Indonesia, kami berharap dan meminta Pemerintah tetap berkomitmen melindungi IHT nasional secara keseluruhan, yang mencakup petani, pekerja, dan pelaku industri," ujar Ketua Umum Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) Djoko Wahyudi di Jakarta, Kamis (26/5).

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno menyatakan, beberapa ketentuan eksesif lainnya yang diatur dalam pedoman FCTC dan selalu didorong untuk diterapkan oleh negara-negara anggotanya adalah penerapan kemasan polos rokok, larangan menampilkan produk rokok di tempat-tempat penjualan, larangan total kegiatan iklan, promosi, dan sponsor rokok, pembatasan lahan dan pengalihan tanaman tembakau, serta larangan berinteraksi antara Pemerintah dan pemangku kepentingan industri tembakau.

"Jika Indonesia meratifikasi FCTC dan kami harus beralih tanam dari tembakau, kesejahteraan sekitar 2 juta petani dan pekerja tembakau di seluruh Indonesia terancam. Hingga saat ini, tidak ada komoditas lain yang keuntungannya dapat melebihi tembakau dan umumnya hanya tembakau yang dapat tumbuh di tanah yang kering semasa musim kemarau," kata Soeseno.

Soeseno menilai, FCTC merupakan agenda asing untuk mematikan pertanian dan industri tembakau nasional. Hal ini tergambar jelas dari kucuran dana jutaan Dolar dari Bloomberg untuk LSM-LSM anti rokok di Indonesia.

"Semestinya, para LSM anti rokok tersebut harus cukup kritis mempertanyakan motivasi organisasi asing yang mengucurkan dana jutaan Dolar untuk menghancurkan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia," tegas dia.

Perlu menjadi catatan penting bahwa negara-negara besar seperti Amerika, Swiss, Moroko, dan Argentina tidak meratifikasi FCTC, melainkan menerapkan peraturan negara masing-masing untuk mengatur industri hasil tembakaunya.

Indonesia telah memiliki pengaturan pengendalian tembakaunya sendiri yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP 109/2012) yang telah mencakup pasal-pasal terkait perlindungan kesehatan masyarakat sekaligus perlindungan anak dari rokok. Bahkan, beberapa ketentuan dalam PP 109/2012 sudah lebih ketat dibandingkan dengan FCTC.

"Pada dasarnya, kami tidak anti regulasi karena kami sadar bahwa rokok memiliki resiko kesehatan sehingga produk ini harus diatur. Untuk itu, Indonesia sudah memiliki PP 109/2012 yang melindungi kesehatan masyarakat dan anak, pada saat yang bersamaan mempertimbangkan kelangsungan industri kami dan penghidupan jutaan orang yang terlibat di dalamnya dari hulu hingga hilir," jelas Ketua Umum FSP RTMM SPSI Sudarto.

Sudarto berharap Pemerintah dapat fokus dalam menerapkan peraturan tersebut dan tidak meratifikasi produk hukum asing yang tidak sesuai untuk Indonesia.

(mdk/sau)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP