Reformasi struktural APBN perlu dilakukan agar RI keluar dari jeratan utang
Merdeka.com - Belakangan ini, isu soal utang pemerintah yang terus meningkat mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Menjelang tahun politik ini, utang menjadi komoditas yang ramai diperbincangkan.
Utang pemerintah memang meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir, sayangnya pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan di kisaran 5 persen-6 persen. Utang pemerintah melonjak dari Rp 3.165,13 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 3.466,96 triliun hingga akhir 2017. Per akhir Februari 2018, utang pemerintah sudah mencapai Rp 4.034,8 triliun.
Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED), Farouk Abdullah Alwyni mengingatkan pemerintah untuk berani melakukan reformasi struktural postur APBN. Ini perlu dilakukan agar belanja rutin pemerintah tidak mengandalkan utang luar negeri yang bungannya sangat besar.
-
Gimana caranya supaya bisa mengurangi hutang berbunga tinggi? Jika Anda hanya membayar jumlah minimum pada tagihan kartu kredit, pertimbangkan untuk menambah pembayaran sebesar USD 50 atau setara dengan Rp 792 ribu setiap bulan. Langkah ini dapat mempercepat pelunasan dan mengurangi total bunga yang harus Anda bayar.
-
Bagaimana cara melunasi utang secara efektif? Meskipun bisa memberikan kenyamanan dalam jangka pendek, utang semacam ini bisa menjadi beban finansial yang berat dalam jangka panjang. Untuk menghindari akumulasi utang yang berlebihan, segeralah melunasi utang yang ada dan jika memungkinkan, menghindari terperangkap dalam siklus utang yang berkelanjutan.
-
Bagaimana cara Prabowo-Gibran atasi utang? Sehingga, untuk bisa melunasi utang-utang tersebut, hal pertama yang harus dilakukan Pemerintahan Prabowo-Gibran harus mengevaluasi pengolahan kebijakan fiskal.
-
Bagaimana Pasuruan ingin tingkatkan tata kelola keuangan? Gus Ipul juga berharap pada masa yang akan datang, tata kelola keuangan daerah di Pemkot Pasuruan semakin menuju arah peningkatan yang lebih baik.
-
Bagaimana APBN mengatur perekonomian? Fungsi stabilisasi, APBN sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan dasar perekonomian. Ini dilakukan agar kondisi perekonomian Indonesia tetap stabil dan risiko gejolak di masyarakat bisa lebih diminimalisir.
-
Bagaimana cara Kementerian ATR/BPN menyelamatkan aset negara? Kementerian ATR/BPN telah menyelamatkan aset-aset negara melalui program sertifikasi tanah aset
Farouk mengatakan, dalam jangka panjang utang yang terus membengkak akan menggerogoti keuangan negara. "Memang, utang luar negeri Indonesia dalam waktu yang lama telah menjadi bagian dari APBN kita, karena pendapatan utama negara selain pajak adalah dari utang ini. Utang bisa dikatakan sebagai penolong untuk menutupi kebutuhan belanja pengeluaran pemerintah," katanya di Jakarta, Minggu (15/4).
Farouk menjelaskan, utang pemerintah meningkat seiring kebutuhan belanja rutin. Sayangnya utang tidak begitu berdampak terhadap belanja modal, yang notabennya penting untuk pembangunan infrastruktur. Pengeluaran yang terus meningkat ini (belanja rutin) terutama pada belanja pegawai, belanja barang, dan pembayaran kewajiban utang, plus dana transfer daerah. "Esensinya, untuk membayar gaji pegawai pun sekarang ini juga dari utang," ungkapnya.
Jumah belanja pegawai diperkirakan sebesar Rp 366 triliun pada tahun ini atau naik 28 persen sejak 2014. Sementara di posisi kedua adalah belanja barang sebesar Rp 340 triliun atau naik 58 persen sejak 2014. Pada 2014, alokasi biaya pegawai mencapai 20,25 persen dari total APBN. Angka ini meningkat pada 2015 menjadi 23,76 persen, dan 2016 sebesar 26,44 persen dari tota APBN. Masuk 2017, alokasi belanja pegawai turun tipis ke angka 26,25 persen.
Sedangkan pos anggaran infrastruktur yang masuk dalam kategori modal, berada di urutan ketiga, yakni sebesar Rp 204 triliun atau naik 36 persen sejak 2014. Ini-pun dengan dana transfer ke daerah yang meningkat sangat besar, dari Rp 573,7 triliun tahun 2015 meningkat menjadi Rp 766,2 triliun pada tahun 2018. Celakanya, dana transfer ke daerah ini esensinya juga habis untuk membiayai belaja rutin ketimbang belanja modal atau infrastruktur. Di samping itu alokasi untuk belanja sosial juga tidak signifikan kenaikannya dan dana subsidi di luar subsidi energi malah menciut.
Menurut Farouk, reformasi APBN bisa ditempuh dengan beberapa pendekatan. Pertama, tentunya utang harus dikurangi secara bertahap. Alternatif untuk menambal utang tersebut bisa dengan mengoptimalkan setoran pendapatan dari BUMN.
Dalam RAPBN 2018, pemerintah menetapkan target penerimaan negara atas laba BUMN atau dividen Rp 43,7 triliun. Angka tersebut meningkat 11 persen target 2017 sebesar Rp 41 triliun. Target itu berasal dari 26 BUMN yang sudah go public (Tbk) sebesar Rp 23,14 triliun, lalu dari 81 BUMN non Tbk sebesar Rp 19,5 triliun, lalu 18 BUMN di mana pemerintah menjadi pemegang saham minoritas Rp 112 miliar, dan 5 BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan Rp 906 miliar.
Kedua, mengurangi pengeluaran belanja pegawai dan barang. Meski sulit, Farouk mengatakan, belanja pegawai bisa efisien kalau jumlah aparatur sipil negara (ASN) dipangkas, yang tentunya akan berdampak juga terhadap penurunan belanja barang. Pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan moratorium penerimaan ASN, namun langkah ini pun tidak efektif. Selain mengurangi jumlah secara bertahap, kualitas ASN jangan diabaikan. Mindset ASN sebagai pelayan publik harus tertanam agar produktivitas kinerja terhadap pelayanan publik membaik.
"Hanya pemborosan anggaran saja kalau mental ASN (dan juga level Pemda) masih malas dan korup, sedangkan kesejahteraan terus diperhatikan lewat kenaikan gaji dan tunjangan setiap tahun," kritik Farouk.
Dia mengingatkan, kondisi ini akan berbahaya dan memantik kesenjangan sosial. Sebab yang menangguk kemakmuran cuma segelintir elite-elite pemerintahan dari pusat hingga daerah, sedangkan rakyat kebanyakan serba susah dan kelaparan.
Ketiga, mengefektifkan pemungutan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Bagaimanapun, pemungutan pajak juga tetap perlu memperhatikan dampaknya terhadap daya beli masyarakat biasa dan investasi bisnis. Di sini prioritisasi pengejaran pajak harus efektif. Pengejaran pajak yang agresif terhadap masyarakat umum hanya buang-buang energi tapi hasilnya tak signifikan.
Untuk itu, Ditjen Pajak dengan kapasitas SDM yang terbatas itu harus mengefektifkan sumberdaya yang ada dengan mengejar wajib pajak kakap bukannya kelas UKM dan masyarakat biasa dengan penghasilan yang minim.
"Orang-orang sangat kaya dan kaya di Indonesia (top 1 persen yg menguasai 50 persen kekayaan negara) dari mulai konglomerat, para pejabat kaya, para artis kaya, pejabat BUMN, dan yang semacamnya itu yang harus dikejar, hal ini juga terkait dengan upaya untuk mengurangi ketimpangan ekonomi," tutup Farouk.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Dibandingkan tahun lalu ini penurunan (penarikan utang) sangat tajam," terang Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaSurplus APBN ditopang oleh penerimaan negara yang masih lebih tinggi dibandingkan belanja negara.
Baca SelengkapnyaAdapun APBN per Januari 2024 mencatatkan surplus Rp31,3 triliun atau 0,14 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Baca SelengkapnyaKemenkeu mencatat, utang jatuh tempo tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Baca SelengkapnyaRasio utang pada Agustus sendiri ini di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan menggunakan APBN untuk menyetop operasional PLTU Batubara.
Baca SelengkapnyaKementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah pada Mei 2024 sudah mencapai Rp8.353,02 triliun.
Baca SelengkapnyaAnggaran Provinsi Sulawesi Selatan mengalami defisit hingga Rp1,5 triliun.
Baca SelengkapnyaPembiayaan utang pada semester I-2023 mencapai Rp166,5 triliun, menurun 15,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Baca SelengkapnyaKemenkeu mencatat, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini sebesar 38,49 persen.
Baca SelengkapnyaAPBN 2025 mematok target belanja negara senilai Rp3.621,3 triliun.
Baca SelengkapnyaDalam periode yang sama di tahun lalu, penarikan utang sebesar Rp480,4 triliun.
Baca Selengkapnya