Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Rumitnya urus izin usaha fintech di Tanah Air

Rumitnya urus izin usaha fintech di Tanah Air Ilustrasi fintech. © business insider

Merdeka.com - Industri keuangan berbasis digital atau dikenal dengan sebutan fintech (financial technology) kian menjamur di tanah air. Produk layanan keuangan yang ditawarkan pun beragam, mulai dari lending (pinjaman) hingga sistem pembayaran kredit.

Sayangnya, perusahaan-perusahaan fintech tersebut belum semua mengantongi izin dari regulator dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia, M. Ajisatria Sulaeman mengatakan saat ini sudah ada 30 anggota asosiasi yang sedang dalam proses mendaftarkan perusahaannya ke BI.

"Peraturan di Bank Indonesia sendiri cukup banyak, tidak hanya tekfin dan regulatory sandbox, tetapi payment gateway, uang elektronik, dompet elektronik, dan transfer dana. Ada lebih dari 30 anggota kami yang sedang mendaftar untuk mendapatkan izin tersebut," kata Ajisatria.

Pendaftaran fintech sendiri terbagi dua. Untuk fintech berbasi pinjam meminjam atau Peer to Peer Lending (P2PL) berada di bawah pengurusan OJK. Sedangkan yang berada di bawah pengawasan BI adalah yang terkait sistem pembayaran.

Ajisatria mengungkapkan, pengurusan perizinan bukan tanpa batu sandungan. Banyak kendala yang dihadapi perusahaan fintech saat hendak mengurus pendaftaran untuk memperoleh izin operasi.

"Kendala utama pengurusan izin di Bank Indonesia adalah mekanisme mereka yang PRE audit, artinya seluruh dokumen dan sistem harus sudah siap sebelum memohon izin," ujarnya.

Dia mengatakan, pendaftaran di OJK lebih mudah dibanding Bank Indonesia. "Ini berbeda dengan OJK lending dimana diperbolehkan untuk mendaftar dan beroperasi dengan dokumen-dokumen awal, lalu diberikan waktu satu tahun untuk melengkapi dokumen SOP, memperbaiki sistem, dan merampungkan audit. Jadi kalau di OJK, mekanismenya POST audit," terangnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakaan saat ini baru segelintir perusahaan fintech yang telah terdaftar.

"Jadi ada 44 yang terdfatar di OJK kalau gak salah tapi kan dari segi jumlah fintech lebih dari 180 perusahaan. Artinya, belum ada setengahnya yang terdfatar ke dalam OJK," kata Bhima.

Bhima mengungkapkan, para pelaku industri fintech kebanyakan mengeluhkan soal rumitnya birokrasi. "Ada beberapa akeluahan dari teman-teman di fintech, salah satunya sih ada perizinan yang cukup rumit dalam hal pendaftaran, jadi mereka mengurus perizinannya tuh makan waktu dan makan biaya," ujarnya.

Bhima mengungkapkan, ada sekitar 14 kementerian dan lembaga K/L) yang memegang andil dalam proses regulasi fintech. Perusahaan harus mengurus administrasi di 14 K/L tersebut.

"Bayangkan ada 14 K/L, jadi kayak pendaftaran untuk sistem pembayarannya ke BI, untuk pembayaran pinjam meminjam ke OJK. Nanti untuk pendaftaran soal aplikasinya di Kemenkominfo, izin lain lainnya ada di Kementerian Perdagangan dan segala macam. Jadi 14 K/L itu aturan tentang fintechnya tumpang tindih."

Bhima menyayangkan regulator yang terkesan lamban mengelola fintech di tanah air. Padahal, kemajuan teknologi semakin hari semakin berjalan cepat dan tidak terbendung.

"Sedangkaan perubahan teknologinya begitu cepat, jadi kalau saya daftar hari ini, setahun baru selesai kan ? Padahall teknologinya sudah berubah, (begitu dapat izin) Saya sudah harus daftarin teknologi yang terbaru lagi. Nah itu yang membuat birokrasinya menjadi penghambat fintech untuk mendaftar."

Selain itu, proses pendaftaran juga memakan dana yang tidak sedikit. Sebab pendaftaran memerlukan beberapa proses yang melibatkan pihak ketiga untuk melakukan pengecekan sistem kemanan.

"Mengecek soal kemanan sistem itu biasanya pakai pihak ketiga, jadi untuk start up yang modalnya masih kecil mendaftarkan fintech itu butuh biaya yang cukup mahal karena ada uji sistem biar gak bisa dihack sistemnya, keamanan data nasabah dan segala macam, nah itu yang jadi hambatan, birokrasi dan mahalnya perizinan."

Selain itu, perusahaan juga harus memakai jasa konsultan hukum dan bidang lainnya selama proses pendaftaran hingga memperoleh izin. "Tiap fintechnya beda, tergantung makin rumitnya teknologinya di a makin mahal (biayanya). Ya harus nyewa konsultan bidang hukum, konsultan bidang IT, ya itu kan cukup menguras kantong juga buat start up."

Bhima mengatakan, seharusnya BI dan OJK tidak mengedepankan ego sektoral dalam mengelola perizinan fintech.

Dia menyarankan, seharusnya BI bersama OJK berjalan bersama dan membuat perizinan fintech menjadi hanya satu pintu. Hal itu bisa mengharmonisasikan seluruh aturan mengenai fintech yang selama ini masih tumpang tindih.

"Karena masalahnya itu belum ada satu pintu perizinan, belum ada single window policy. Jadi BI juga punya kewenangan, OJK juga punya kewenangan, masih ada ego sektoral di situ. Jadi proses perizinannya makan waktu lama."

Menurut Bhima, akan lebih baik jika BI bersama OJK membentuk satgas khusus untuk mengurus pendaftaran fintech.

"Harusnya memang dibentuk single window policy atau perizinan terpadu satu pintu, jadi antara BI dan OJK membentuk satgas khusus fintech. Jai pendaftarannya satu pintu. Itu di Thailand seperti itu, kemudian di Australia seperti itu juga. Makanya perkembangan fintech di sana cukup pesat karena perizinannya hanya dalam satu pintu tadi."

Selain itu, Bhima memandang BI dan OJK ada kecenderungan untuk menghentikan operasional (suspend) fintech. Padahal, akan lebih baik jika fintech dibiarkan berjalan selama proses.

"Jadi banyak banget fintech yang udah mau daftar nih, tapi kan harusnya operasionalnya bisa jalan dulu lah, tiba - tiba disuspend, dihentikan sementara operasinya kayak waktu itu ada Tokopedia, ada grab pay. Pendekatannya OJK dna BI ke arah melarang dulu dibandingkan merangkul. Makanya gak banyak fintech yang terdaftar dalam sistem."

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Industri Fintech di Indonesia Belum Masif Berkembang, OJK Beberkan 4 Hal Ini Jadi Tantangan
Industri Fintech di Indonesia Belum Masif Berkembang, OJK Beberkan 4 Hal Ini Jadi Tantangan

Ada empat tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan industri fintech di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Info Terbaru: 30 Perusahaan Kripto Resmi Jadi Anggota Bursa Kripto CFX
Info Terbaru: 30 Perusahaan Kripto Resmi Jadi Anggota Bursa Kripto CFX

Persyaratan ini tertuang dalam Peraturan (Bappebti) No. 8 Tahun 2021 sebagaimana diubah dengan Peraturan No. 13 Tahun 2022.

Baca Selengkapnya
Bappebti Beberkan Tantangan Dihadapi Industri Kripto Meski Transaksi Sudah Tembus Rp211 Triliun
Bappebti Beberkan Tantangan Dihadapi Industri Kripto Meski Transaksi Sudah Tembus Rp211 Triliun

Tirta melihat, tantangan tersebut menjadi tanggung jawab bersama khususnya pemerintah agar bisa mengatur terkait dengan penggunaan blockchain ini.

Baca Selengkapnya
Perusahaan Trader Kripto Diminta untuk Percepat Urus Perizinan, Begini Langkah dan Prosesnya
Perusahaan Trader Kripto Diminta untuk Percepat Urus Perizinan, Begini Langkah dan Prosesnya

Hal ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan CFX untuk mendukung pertumbuhan industri kripto di Indonesia dalam kerangka kerja yang aman dan teratur.

Baca Selengkapnya
UU P2SK Penting Lindungi Masyarakat dari Penipuan di Sektor Fintech
UU P2SK Penting Lindungi Masyarakat dari Penipuan di Sektor Fintech

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Baca Selengkapnya
Begini Cara Pelaku Industri Dorong Fintech Semakin Inklusi dan Dekat dengan Masyarakat
Begini Cara Pelaku Industri Dorong Fintech Semakin Inklusi dan Dekat dengan Masyarakat

Program ini diharapkan mendorong adopsi fintech dan meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan, manfaat.

Baca Selengkapnya
Komisi XI Minta Anggota OJK Baru Mampu Perkuat Pengawasan
Komisi XI Minta Anggota OJK Baru Mampu Perkuat Pengawasan

Komisi XI Minta Anggota OJK Baru Mampu Perkuat Pengawasan

Baca Selengkapnya
OJK Beberkan Tantangan Industri Perbankan di Era Digital, Termasuk Kebocoran Data Nasabah
OJK Beberkan Tantangan Industri Perbankan di Era Digital, Termasuk Kebocoran Data Nasabah

Tantangan selanjutnya yaitu rendahnya literasi keuangan digital.

Baca Selengkapnya
OJK Rilis Aturan Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Industri Beri Tanggapan Begini
OJK Rilis Aturan Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Industri Beri Tanggapan Begini

Adanya ruang untuk inovasi ini dapat membuka akses ke pasar baru, dimana hal ini juga dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat luas.

Baca Selengkapnya
OJK Bakal Rilis Aturan soal Bank Emas, Singgung Modal Minimum Rp3 Triliun
OJK Bakal Rilis Aturan soal Bank Emas, Singgung Modal Minimum Rp3 Triliun

OJK berencana menetapkan modal minimum Rp3 triliun bagi Industri Jasa Keuangan (IJK) yang mau masuk ke bisnis emas atau bulion.

Baca Selengkapnya
Indonesia Bisa Contek Hong Kong Kembangkan Ekosistem Kripto
Indonesia Bisa Contek Hong Kong Kembangkan Ekosistem Kripto

Tak hanya pemerintah, parlemen Hong Kong pun membentuk subkomite khusus untuk mendorong pengembangan teknologi Web3 dan aset virtual di wilayah itu.

Baca Selengkapnya
Begini Upaya Pemerintah Atur dan Awasi Perdagangan Aset Kripto di Tanah Air
Begini Upaya Pemerintah Atur dan Awasi Perdagangan Aset Kripto di Tanah Air

Peraturan aset kripto dituangkan dalam Permendag No. 99/2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Aset Kripto.

Baca Selengkapnya