Rupiah makin ambruk, pengusaha sindir SBY hingga ancaman PHK
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo tengah menghadapi persoalan ekonomi yang kompleks. Pertumbuhan ekonomi yang melambat disertai Rupiah terus melemah menghadapi Dolar Amerika Serikat (USD).
Jokowi menegaskan, perlambatan ekonomi karena ada beberapa faktor. Terutama faktor global. "Perlu kita ketahui bersama bahwa ada perlambatan ekonomi yang kita alami, tetapi tak hanya negara kita yang mengalami. Negara lain mengalami yang lebih berat dibanding kita," kata Jokowi di Istana Bogor.
Jokowi menjelaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan ekonomi di Indonesia dan negara-negara lain. Di antaranya karena krisis di Yunani, kenaikan suku bunga, depresiasi Yuan, ramainya Korea Selatan-Korea Utara dan lain sebagainya.
-
Apa yang terjadi dengan rupiah di era Soeharto? Perekonomian era Soeharto juga sangat kental dengan pro asing. Namun, stabilitas rupiah tidak berumur panjang di era Soeharto. Sebab, inflasi Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi tidak sebanding dengan mitra dagangnya. Akhirnya nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar dan tidak ada negara yang mau bermitra dengan Indonesia.
-
Kenapa Presiden Sukarno sering kekurangan uang? “Adakah seorang kepala negara lain yang melarat seperti aku hingga sering meminjam uang dari ajudan?' kata Sukarno.
-
Siapa yang membuat Presiden Jokowi gemas? Akhirnya, pertunjukan lucu Ameena sukses membuat semua orang terkesan, termasuk Presiden Jokowi yang menyaksikannya dari kursi utama.
-
Siapa Ajudan Presiden Jokowi? Kapten Infanteri Mat Sony Misturi saat ini tengah menjabat sebagai ajudan Presiden Joko Widodo.
-
Apa yang Jokowi ajak untuk ditanggulangi? 'Selain itu kejahatan maritim juga harus kita tanggulangi seperti perompakan, penyelundupan manusia, narkotika, dan juga ilegal unregulated unreported IUU Fishing,'
-
Siapa yang merasa sulit mengimbangi inflasi? Sayangnya, inflasi tinggi membuat uang yang mereka miliki saat ini seperti tidak berarti. Sekitar 67 responden dalam survei itu mengatakan bahwa mereka tidak mampu mengimbangi inflasi.
"Hal-hal tersebut perlu diantisipasi bersama, semuanya harus mempunyai pemikiran yang sama dan garis yang sama apa yang harus kita lakukan. Jangan sampai kita sudah berikan garis, masih ada di luar garis," tegas Jokowi.
"Pertama, yang paling penting tujuan kita berbangsa dan bernegara yakni masyarakat adil dan makmur. Bisa kita capai kalau kita ekonomi yang baik dan ditopang oleh banyak hal. Oleh APBN, oleh APBD, BUMN, dan investasi swasta artinya kalau belanja APBN, APBD, BUMN swasta nasional dan asing bergerak itu yang akan beri pertumbuhan ekonomi," tutup Jokowi.
Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui memang tidak hanya Indonesia yang kondisi ekonominya terus menurun. Menurut dia, ekonomi di negara-negara di Asia juga mencapai titik level waspada.
"Negara-negara Asia harus sungguh menyadari bahwa perkembangan ekonomi sudah lampu kuning. Cegah jangan sampai merah," kata SBY dalam akun Twitternya @SBYudhoyono dikutip merdeka.com.
SBY melihat masyarakat sudah terdampak akibat kondisi ekonomi yang sedang loyo saat ini. Dia berharap pemerintah punya solusi agar rakyat miskin tidak semakin susah.
"Saya amati, untuk Indonesia, masyarakat mulai terdampak. Cegah jangan sampai makin cemas, kehilangan trust dan hidupnya makin susah. Menurut saya, manajemen krisis harus diberlakukan. Jangan underestimate dan jangan terlambat. Apalagi pasar dan pelaku ekonomi mulai cemas," lanjut SBY.
Pernyataan SBY terealisasi. Sejumlah pengusaha mulai resah dalam menghadapi peliknya kondisi perekonomian Indonesia.
Berikut merdeka.com mencoba merangkum sejumlah kekhawatiran pengusaha akan ambruknya nilai tukar Rupiah.
Pengusaha seperti disuruh merugi
Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) berdampak buruk pada dunia usaha di Kota Medan, Sumatera Utara. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Medan, Rusmin Lawin mengatakan dari keterangan berbagai pelaku usaha, omset yang didapatkan belakangan ini terus menurun.Penurunan omzet bahkan cukup drastis sehingga mengkhawatirkan pengusaha. "Semua sektor omset turun paling sedikit 30 persen," kata Rusmin seperti dilansir Antara.Rusmin mengakui, kondisi saat ini membuat pengusaha dilema. Di satu sisi, pengusaha sangat ingin tetap menjalankan usaha. Namun di sisi lain, daya beli atau serapan masyarakat sangat rendah sehingga usaha yang dijalankan terus merugi.Pengusaha diharuskan membeli berbagai material atau benda dengan harga tinggi karena melemahnya Rupiah. Namun pengusaha tidak dapat menaikkan harga karena tidak akan mampu dibeli masyarakat. "Pengusaha dilematis, seperti disuruh rugi," kata Rusmin.
Pengusaha tempe kembali dibayangi kebangkrutan
Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) sangat berpengaruh terhadap sektor industri rumahan bergantung pada bahan baku impor, seperti industri tempe. Sejumlah perajin tempe di Kota Solo, terancam gulung tikar menyusul kenaikan harga kedelai impor di tingkat pengecer yang menembus angka Rp 7.200 per kilogram.Tak mau merugi, para pengusaha bahkan harus mengurangi ukuran tempe guna menyiasati supaya bisa terus beroperasi. Terus melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menembus angka Rp 14 ribu ternyata juga dirasakan oleh para pengrajin tempe rumahan. Seperti dialami oleh sejumlah pengrajin di kawasan Krajan, Kelurahan Mojosongo, Solo."Kami terpaksa harus mengurangi ukuran tempe agar tidak bangkrut. Ukuran kami kurangi, tapi harganya tetap, tidak kami naikkan. Harga kedelai naik, dari Rp 6.300 menjadi Rp 7.200 per kilogramnya," ujar Heru, salah satu pengrajin tempe, di Krajan.Menurut Heru, kenaikan harga kedelai saat ini cukup dirasakan pengaruhnya oleh para pengrajin tempe. Karena lonjakan harga kedelai saat ini lebih tinggi dari biasanya. Para pengrajin, lanjut dia, hanya dapat bertahan dengan kondisi yang ada, sambil terus memantau pergerakan nilai tukar Dolar AS yang tidak menguntungkan."Harga kedelai sudah mulai merangkak naik secara bertahap, dari RP 6.300 hingga Rp 6.700 per kilogramnya. Dan kini melonjak menjadi Rp 7.200 per kilogramnya. Kami pasrah dan bertahan dengan kondisi seperti ini," keluh Heru.
Pengusaha keluhkan industri otomotif paling terpukul
Anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) otomatis berdampak kepada sektor industri dalam negeri. Industri otomotif merupakan salah satu sektor yang paling parah terkena pengaruh anjloknya Rupiah.Demikian diungkapkan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Tenaga Kerja Benny Sutrisno."Ada beberapa sektor, seperti otomotif. Kan komponennya masih impor tapi dijualnya di dalam negeri negeri. Itu yang paling terkena dampaknya," ujar Benny di Menara Kadin, Jakarta Selatan.Tak hanya otomotif, lanjut Benny, industri elektronik juga turut terkena imbas merosotnya Rupiah. "Selain itu, mungkin juga elektronik. Karena pasarnya juga di dalam negeri. Kalau otomotif, meski ada yang diekspor tapi mayoritas dalam negeri," tuturnya.
Rupiah anjlok, pengusaha pilih kurangi jam kerja ketimbang PHK
Melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia serta keoknya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika (USD) berdampak pada dunia usaha dalam negeri. Daya beli masyarakat mulai menurun dan ditambah lagi mahalnya bahan baku impor akibat pelemahan nilai tukar Rupiah.Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Tenaga Kerja, Benny Sutrisno mengakui adanya penurunan permintaan berbagai produk di masyarakat. Perusahaan juga harus mengurangi produksinya.Namun demikian, dia menyebut mayoritas pengusaha tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawannya. Pengusaha memilih untuk mengurangi jam operasional kerja"PHK itu masih teoritis. Dalam praktiknya para pengusaha tidak mau PHK karena (masa kerja dan pengalaman tenaga kerja) sudah cukup lama. Tapi kebanyakan pengusaha lebih memilih untuk mengurangi jam kerja, misanya dari dua shift menjadi satu shift," ujar Benny di Menara Kadin, Jakarta Selatan.
Pengusaha sebut ambruknya Rupiah sejak dipimpin SBY
Pemerintahan Jokowi-JK dihadapkan pada persoalan besar, anjloknya nilai tukar Rupiah. Saat ini Rupiah sudah menyentuh 14.000 per dolar Amerika Serikat (USD) atau tercatat sebagai yang terburuk sejak krisis 1998.Di saat kalangan akademisi dan pengamat ekonomi mencibir pemerintah Jokowi-JK karena gagal menjaga stabilitas nilai tukar, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani punya pandangan berbeda. Menurutnya, semakin terpuruknya nilai tukar Rupiah sudah diperkirakan sejak lama. Sebelum Jokowi-JK memimpin negeri ini."Kita sudah bisa memperkirakan terjadi seperti ini. Ini terjadi sudah jauh-jauh hari. Bahkan pada pemerintahan Pak SBY sudah terlihat. Tetapi kita tidak punya langkah untuk antisipasi," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi mengatakan, kenaikan kurs menjadi salah satu hal yang ditakuti oleh semua negara.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani dipanggil Kepala Negara di tengah kursi Rupiah yang anjlok hingga menyentuh level Rp16.420 per USD.
Baca SelengkapnyaPara pelaku usaha mengeluh ke Jokowi soal makin keringnya perputaran uang.
Baca SelengkapnyaPer Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaKestabilan ekonomi akan sulit dikembalikan jika sudah terganggu.
Baca SelengkapnyaAda beberapa isu yang menjadi perhatian pemerintah di tahun 2024.
Baca SelengkapnyaJokowi sempat mengakui bahwa dia cemas melihat kurs atau nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di atas Rp16.000.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Partai Demokrat itu juga mengkritik kondisi utang luar yang terus meroket. Simak selengkapnya!
Baca SelengkapnyaPMI Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi atau berada di zona negatif.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan tekanan ini tak dialami oleh Indonesia saja, namun juga semua negara.
Baca SelengkapnyaMenteri Erick Thohir ingatkan BUMN yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS karena nilai tukar Rupiah terus anjlok beberapa hari terakhir.
Baca SelengkapnyaTantangan berat ketiga berasal dari disrupsi teknologi yang memberikan tekanan besar di sektor ketenagakerjaan.
Baca Selengkapnya