Sektor Bisnis Terancam Usai Pandemi, dari Bioskop Hingga Hotel
Merdeka.com - Peneliti Senior Indef, Aviliani mengingatkan bahwa Indonesia perlu memperluas kemampuan beradaptasi dalam memanfaatkan digitalisasi. Terlebih karena pandemi, beberapa aktivitas yang sebelumnya berjalan normal harus mengalami pergeseran karena ditemukannya efektivitas dan efisiensi. Sehingga, bukan hanya perbankan ataupun lembaga keuangan saja yang perlu siap dengan digitalisasi, tetapi juga dari berbagai sektor.
"Sejak Covid-19, penggunaan internet naik 70 persen, kemudian aplikasi telekomunikasi naik 2 kali lipat. Diikuti dengan aplikasi video streaming yang juga naik hingga 20 kali lipat. Bahkan sampai Netflix juga dikenai pajak, karena penggunaan orang untuk mencari hiburan di Netflix itu naik," ujar Aviliani pada sesi Webinar INDEF bertajuk "Dinamika Sistem Pembayaran di Era Pandemi", Rabu (21/10).
Hal ini erat kaitannya dengan terjadinya pergeseran kebutuhan berkat digitalisasi. Sehingga, kebutuhan yang lama akan tergantikan akibat munculnya kegiatan yang lebih efektif. Salah satunya adalah tawaran hiburan yang bisa diakses dari rumah oleh aplikasi Netflix, yang dapat berpotensi mengancam keberadaan bioskop dan bisnis-bisnis hiburan.
-
Apa alasan pembukaan bioskop di masa pandemi? Alasan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, membuka kembali bioskop adalah untuk menggiatkan kembali ekonomi di bidang industri perfilman yang mati suri.
-
Apa ancaman utama yang dihadapi industri streaming di Indonesia? Sebagaimana diketahui, di tengah pertumbuhan industri video streaming di Indonesia, para pelaku OTT harus menghadapi sejumlah masalah besar. Salah satunya adalah ancaman konten pembajakan di Indonesia.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Di mana bioskop pertama di Indonesia? Rumah seorang pengusaha ini dialihfungsikan sebagai bioskop dengan nama 'The Royal Bioscoope'.
-
Siapa saja yang berisiko? Salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami sindrom ini adalah individu dengan jenis penyakit Parkinson yang dikenal sebagai sindrom corticobasal (CBS), di mana sekitar 30% dari mereka dapat mengalami AHS.
-
Siapa yang menyatakan judi online sudah seperti wabah? 'Judi online sudah seperti wabah dan penyakit yang menjangkiti beragam kalangan. Dari fakta itu, ini masuk dalam kondisi darurat. Kami dari desk judi online telah dan akan terus melakukan penindakan upaya hukum dan pemblokiran situs dan aliran dana untuk pencegahan judi online,' jelasnya saat menyampaikan Pencapaian Kinerja Desk Pemberantasan Perjudian Daring dan Desk Keamanan Siber dan Pelindungan Data di kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) di Jakarta, Kamis (21/11).
"Bisa jadi, setelah pandemi selesai, orang jadi nggak mau nonton lagi. Karena, dengan nonton Netflix kan orang bisa di rumah aja, bisa menikmati dan ini bisa jadi jangka panjang. Jadi, bisnis-bisnis hiburan yang bergerak di bidang sinema, itu harus memikirkan kembali," tambah Aviliani.
Tidak hanya bisnis hiburan seperti bioskop yang terancam, bisnis-bisnis penyewaan ruangan besar di hotel harus waspada, mengingat budaya webinar yang sudah melekat karena pandemi. Tanpa harus menyewa ruangan besar di hotel, setiap penyelenggara acara sudah bisa melakukan seminar online, bahkan lebih mudah menjaring partisipasi masyarakat dari berbagai tempat.
Maka dari itu, hotel-hotel harus memikirkan lagi fungsi dari ruangan besar yang mereka tawarkan, terutama yang memanfaatkan ruangan tersebut sebagai pendapatan utama. "Webinar semacam ini juga bisa jadi tren ke depan. Meski nanti tidak ada Covid-19, orang bisa menganggap kalau lewat daring lebih efektif, yang ikut juga bisa lebih banyak dan cost-nya lebih murah. Digital memberi arah ke efisiensi itu banyak sekali," ungkap Aviliani.
Sementara itu, meningkatnya remote working atau bekerja dari rumah sebanyak 80 persen selama pandemi menghasilkan budaya baru terhadap tenaga kerja. Aviliani memberi proyeksi bahwa 10 tahun ke depan, karyawan yang tidak berhubungan dengan divisi produksi akan melakukan pekerjaannya dari rumah. "Ini berkaitan dengan adanya UU Cipta Kerja mengenai outsourcing sepanjang masa. Ini bisa jadi penghasilannya naik atau turun," pungkasnya.
Penghasilan tenaga kerja diketahui akan naik jika mereka dapat menerima pekerjaan lain dalam satu waktu bersamaan. Alhasil, sektor informal ke depannya akan semakin meningkat karena orang akan bekerja dari satu tempat atau di rumah. Pengupahan tenaga kerja pada akhirnya akan dilihat melalui hasil (by result) bukan by process.
"Ini akan berdampak pada gedung-gedung perkantoran, semua bekerja dari rumah, dan akhirnya mungkin tidak akan ada lagi gedung-gedung tinggi. Setiap perusahaan pun melakukan efisiensi dalam berbagai cara," tandasnya.
Sehingga, beberapa sektor perlu memutar otak lagi untuk mengadakan fungsi-fungsi usahanya agar tetap bisa hidup berdampingan dengan digitalisasi. "Karena, yang tadinya bermanfaat, jadi sudah hilang manfaatnya," tambah Aviliani.
Harus Siap Hadapi Digitalisasi
Menilik dari bisnis model sekarang, kesiapan menghadapi digitalisasi dipegang oleh sektor perbankan dan sektor keuangan. Terbukti dengan mulai adanya mobile banking, pembayaran melalui QRIS, e-commerce, teknologi Open API, dan lain-lain.
"Bukan cuma perbankan atau sektor keuangan aja, tapi semua perusahaan pun perlu ada transformasi digital," ucapnya.
Namun demikian, masih ada beberapa perusahaan yang belum siap dengan keberadaan digitalisasi. Hal inilah yang kemudian akan memperlambat proses untuk peralihan ke digital. Salah satunya telah dialami beberapa Rumah Sakit yang terpaksa tutup karena tidak dapat mengikuti pola digitalisasi yang ada.
"Meskipun harusnya meningkat, rumah sakit masih ada yang nggak mampu untuk beradaptasi. Jadi, ini harus diperhatikan supaya tidak tertinggal cukup banyak," imbuh Aviliani.
Di samping adaptasi dari berbagai sektor, pemerintah juga perlu melakukan investasi pada telekomunikasi. Menurutnya, kecepatan pengguna internet sudah 3 kali lipat, tapi investasi yang ada di telekomunikasi Indonesia belum menyesuaikan dengan permintaan.
"Ini menjadi kendala. Kayak tadi nih webinar sempat tersendat suaranya," keluhnya. Oleh karena itu, dalam dana RAPBN 2021 tercantum anggaran untuk meningkatkan kapasitas ICT sebanyak 30,5 T di 2021, yang diharapkan juga menyentuh pelosok agar mereka mampu menggunakan internet.
Reporter Magang: Theniarti Ailin
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Para pengusaha hotel kini hanya bisa mengandalkan event dari pemerintah untuk mempertahankan keterisian kamar hotelnya.
Baca SelengkapnyaTantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah adanya digitalisasi dalam pemasaran dengan adanya layanan pembelian tiket secara online.
Baca SelengkapnyaIvanhoe menilai kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum pulih usai pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaDi tengah perkembangan teknologi saat ini, muncul berbagai hasil produk inovasi yang bisa mengancam sektor bisnis yang sudah ada.
Baca SelengkapnyaDiperkirakan sejumlah 107,63 juta orang melakukan perjalanan selama libur Nataru 2023/2024.
Baca SelengkapnyaProspek pertumbuhan industri bioskop di Indonesia yang tercermin dari minat investor pada masa penawaran awal dan umum.
Baca Selengkapnya