Sektor Riil Dinilai Belum Bergairah Meski Bank Sudah Turunkan Bunga Kredit
Merdeka.com - Sejumlah perbankan menyatakan sudah menurunkan suku bunga di berbagai produknya, merespon Bank Indonesia (BI) yang telah menurunkan suku bunga acuannya ke level terendah dalam sejarah, yaitu hingga 3,5 persen. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai risiko ketidakpastian ekonomi yang tinggi selama masa Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan.
Secara umum, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan telah mengalami penurunan secara bertahap per masing-masing segmen (Korporasi, Ritel, KPR). SBDK korporasi Januari 2021 sebesar 9,08 persen turun dari 10,30 persen pada Januari 2019. SBDK ritel Januari 2021 sebesar 9,94 persen turun dari 11,05 persen pada Januari 2019. SBDK KPR Januari 2021 sebesar 9,80 persen turun dari posisi 10,91 persen pada Januari 2019.
"Jadi, walaupun bunga acuan BI (BI 7DRR) diturunkan 125 bps sepanjang 2020, namun bunga kredit hanya turun 83 bps," ujar Ekonom Indef Eko Listiyanto kepada Wartawan di Jakarta, Minggu (7/3).
-
Kenapa negara-negara takut dengan bunga pinjaman? Karena begitu bunga pinjaman naik sedikit saja, beban fiskal itu akan sangat, sangat besar,' jelasnya.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Kenapa minat investor asing menurun di sektor keuangan Indonesia? Menurunnya minat investor asing terhadap sektor keuangan Indonesia disebabkan oleh sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju. Akibatnya, kebutuhan likuiditas pemerintah dan pelaku usaha akan menjadi sangat kompetitif dan berbiaya mahal,' ucap Said.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Bagaimana inflasi memengaruhi saham? Misalnya, saham dapat berkinerja baik selama periode inflasi jika perusahaan menaikkan harga untuk mengimbangi biaya yang meningkat.
-
Siapa yang merasa sulit mengimbangi inflasi? Sayangnya, inflasi tinggi membuat uang yang mereka miliki saat ini seperti tidak berarti. Sekitar 67 responden dalam survei itu mengatakan bahwa mereka tidak mampu mengimbangi inflasi.
Selain itu, relatif tingginya biaya dana dan operasional di Bank BUMN juga menjadi salah satu penyebab lainnya bank enggan buru-buru merespon kebijakan suku bunga BI yang saat ini rendah sepanjang sejarah di 3,5 persen.
"Dari sisi efisiensi rata-rata bank di Indonesia BOPO nya 86,58 persen (Des, 2020), menggambarkan besarnya biaya operasional bank di tengah sempitnya ruang pendapatan operasional saat pandemi. Kondisi ini memang membuat bank tidak cepat merespon (rigid/kaku) penurunan suku bunga Acuan BI," tuturnya.
Sementara terkait aktivitas ekonomi, Eko membeberkan, meskipun bank telah menurunkan suku bunga kreditnya namun hal ini tidak akan menggairahkan kinerja sektor riil lantaran kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi.
"Karena sektor swasta tetap akan berhati-hati dalam ekspansi (apalagi kalo sumbernya utang perbankan, akan lebih hati-hati lagi karena ada kewajiban cicilan). Di saat seperti ini kebijakan fiskal perlu "jalan duluan", mengatasi pandemi dan mendorong daya beli, baru kemudian sektor perbankan akan mengikuti seiring optimisme yang mulai pulih. (Stimulus kebijakan fiskal) salah satunya stimulus penanganan krisis kesehatan," jelasnya.
Konsumsi Rumah Tangga
Senada dengan Eko, Chief Economist BRI Anton Hendranata menuturkan, penurunan suku bunga kredit tidak akan cukup mendongkrak pertumbuhan kredit untuk menopang pemulihan ekonomi. Jika ingin mengakselerasi pertumbuhan kredit, syarat kecukupan dan tambahannya ialah dorong kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli secara signifikan.
"Oleh karena itu, mendongkrak kembali permintaan masyarakat dan daya belinya, serta pengendalian pandemi Covid-19 adalah kunci utama mendorong pertumbuhan kredit," ucap Anton.
Makanya, stimulus ekonomi melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih sangat dibutuhkan. Bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan program padat karya adalah jalan terbaik, cepat, dan relatif mudah implementasinya di lapangan.
"Hal ini cukup efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah karena kecenderungan mengonsumsi (marginal propensity to consume/MPO)-nya tinggi. Masyarakat level bawah dan rentan miskin jika mendapatkan uang akan langsung dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya," imbuh Anton.
Lebih lanjut, katanya, pengalaman tahun 2020 menjadi pelajaran berharga agar realisasi dana PEN 2021 lebih baik dibandingkan 2020. PEN 2021 harus bisa mengakselerasi permintaan yang relatif lemah di 2020. Realokasi anggaran ke sektor yang terbukti ampuh mendorong permintaan domestik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.
Data OJK perbankan telah menurunkan suku bunga kredit produktif yang sudah terus turun sejak tahun 2016 menjadi di bawah 10 persen.
Suku bunga kredit modal kerja turun mulai Mei 2016 dari 11,74 persen menjadi 9,27 persen di Januari 2021. Suku bunga kredit investasi posisi Mei 2016 di 11,42 persen turun menjadi 8,83 persen di Januari 2021. Sementara suku bunga kredit konsumsi sudah turun dari Mei 2016 di posisi 13,74 persen menjadi 10,95 persen di Januari 2021.
Reporter: Athika Rahma
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
OJK mencatat pertumbuhan kredit dan DPK melambat dibanding tahun lalu.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga dinilai upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi.
Baca SelengkapnyaThe Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,00 persen.
Baca SelengkapnyaWalau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia melihat inflasi di Amerika Serikat mendekati inflasi jangka menengah.
Baca SelengkapnyaSecara akumulatif kredit BRI yang direstrukturisasi karena pandemi tertinggi mencapai 30% dari total portofolio.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain likuiditas industri perbankan pada bulan November 2023 dalam level yang memadai.
Baca SelengkapnyaTingkat inflasi hingga bulan Juli, sudah turun hingga angka 3,08 persen.
Baca SelengkapnyaRapat Dewan Komisioner Bulanan OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga stabil.
Baca SelengkapnyaKe depan tren penurunan suku bunga kebijakan negara maju khususnya Amerika Serikat terus berlanjut.
Baca Selengkapnya