Selain Covid-19, GeNose Bisa Diatur untuk Deteksi Kanker Paru-Paru
Merdeka.com - Kepala Produksi Konsorsium GeNose C19, Eko Fajar Prasetyo, mengatakan alat GeNose tidak hanya bisa digunakan mendeteksi Covid-19. Alat ini juga bisa untuk penyakit pernapasan lain dan juga membantu industri lainnya.
Setelah pandemi, tim di balik GeNose bisa mengubah sistem atau software alat tersebut agar bisa digunakan untuk penyakit lain seperti kanker paru-paru
"Untuk saat ini, fokus GeNose hanya untuk mendeteksi Covid-19. Setelahnya kita akan me-repurpose alat itu untuk yang lain. Jadi setelah pandemi, alatnya tidak akan dibuang," kata Eko di Stasiun KA Pasar Senen, Sabtu (23/1).
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Siapa yang mengembangkan alat deteksi kanker paru-paru ini? Mereka sedang mengembangkan sebuah alat diagnosis inovatif yang hanya memerlukan embusan napas untuk mendeteksi tanda-tanda kanker paru-paru.
-
Dimana alat ini bisa digunakan? Alat ini juga bisa dengan mudah disalurkan ke daerah-daerah terpencil atau pulau-pulau kecil dan juga bisa digunakan di kapal-kapal kargo.
-
Bagaimana alat deteksi kanker paru-paru ini bekerja? Ketika isoprene dalam napas mengenai permukaan nanoflakes ini, terjadi pelepasan elektron yang dapat diukur secara presisi.
-
Apa yang dideteksi alat ini dalam napas? Teknologi ini didasarkan pada perangkat sensor ultra-sensitif yang mampu mengidentifikasi senyawa kimia spesifik dalam napas seseorang, yaitu isoprene.
-
Siapa yang bisa menggunakan masker ini? Masker ini biasanya sesuai untuk kebanyakan jenis kulit, tetapi bagi mereka yang memiliki kulit sensitif, sangat disarankan untuk melakukan tes patch terlebih dahulu.
Selain itu, GeNose juga dapat digunakan di industri perkebunan. Salah satunya dapat mendeteksi penyakit kelapa sawit dari bau yang dikeluarkan.
"Sawit ketika sakit mengeluarkan bau, jadi kita bisa deteksi kapan sakitnya dan juga pengobatannya," jelas Eko.
Sebelumnya, penumpang kereta jarak jauh diwajibkan untuk melakukan Rapid Test Antigen. Harga Rapid Test ini beragam mencapai ratusan ribu Rupiah.
"Kereta api ini kan tarifnya rendah, jadi kalau antigen lebih mahal daripada tarif, kasihan," tutur Budi.
Alat GeNose ini akan dijual dengan harga eceran tertinggi Rp 62 juta sebelum pajak. Satu alat bisa dipakai 100.000 kali.
Saat ini yang sudah mengimplementasikan GeNose antara lain kantor Kementerian Ristek dan Teknologi (Ristek) dan beberapa Rumah Sakit (RS) di Yogyakarta.
Menko Luhut Harap GeNose Bisa Layani Warga Sampai ke RT/RW
Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Panjaitan, mengapresiasi kerja keras tim Universitas Gajah Mada (UGM) dalam menghadirkan alat pendeteksi Covid-19, GeNose. Dia mengimbau agar alat tersebut bisa tersedia di banyak tempat di Indonesia.
"Kalau bisa semua pakai ini. Semakin banyak yang pakai, akurasi lebih tajam, biaya turun, dan lebih penting lagi ini buatan Indonesia," kata Menko Luhut saat meninjau GeNose di Stasiun Kereta Api Pasar Senen pada Sabtu (23/1).
Penggunaan GeNose, katanya, harus diperluas ke bandara, pelabuhan laut, jaringan hotel dan supermarket, hingga ke pemukiman warga.
"Kita pakai di bandara, pelabuhan laut, stasiun kereta sampai RT/RW. Semakin banyak yang pakai, cost akan turun dan biaya pemakain satu orang juga bisa berkurang," jelas Menko Luhut.
Ditambahkan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, implementasi alat GeNose akan dimulai di stasiun-stasiun kereta pada 5 Februari 2021. Setelah itu akan diperluas ke lokasi transportasi lain.
"Kita rencanakan di kereta api akan dimulai pada 5 Februari 2021. Bertahap setelah itu baru pesawat terbang," tutur Menhub Budi.
Implementasi GeNose di stasiun ini, kata Menhub Budi, akan mengurangi beban penumpang KA dibandingkan melakukan Rapid Test Antigen. Biaya tes GeNose sendiri diharapkan bisa di bawah Rp 20.000.
Reporter: Andina Librianty
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyakit kanker paru-paru bisa dideteksi secara dini hanya melalui embusan napas.
Baca SelengkapnyaMohammad Syahril, melanjutkan, varian Covid Eris termasuk ke dalam kelompok varian XBB, yang merupakan 'anakan' atau turunannya varian Omicron.
Baca SelengkapnyaPemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat melalui Bagian Umum dan Protokol (Umprot) membuat alat yang bisa menangkap polutan di udara.
Baca SelengkapnyaMetode PCR sebelumnya juga digunakan untuk mendeteksi virus corona.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaBiaya Pengobatan Penyakit Pernapasan di BPJS Tembus Rp10 Triliun, Menkes Minta Polusi Udara Ditekan
Baca SelengkapnyaSetidaknya lebih dari tiga penyakit dapat disebabkan oleh polusi. Untuk mencegahnya dapat menggunakan masker.
Baca SelengkapnyaDari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.
Baca SelengkapnyaInformasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaTeknologi revolusioner dan mutakhir yang masih dikembangkan ini memungkinkan deteksi dini terhadap berbagai penyakit.
Baca SelengkapnyaKanker paru-paru adalah kanker yang terbentuk di dalam paru-paru. Kanker ini dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya oleh kebiasaan kita sehari-hari.
Baca SelengkapnyaPolusi Udara Jakarta berada pada fase terburuk dan memicu berbagai penyakit
Baca Selengkapnya