Simak, Ini Bocoran Skema Tax Amnesty Jilid II
Merdeka.com - Pemerintah terus menggodok skema kebijakan pengampunan pajak atau tax amenesty jilid II untuk diimplementasikan di tahun depan. Program tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak (WP) sekaligus menjadi sumber penerimaan negara.
Berdasarkan bahan paparan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, terdapat dua skema pengampunan pajak. Pertama, pembayaran pajak penghasilan (PPh) dengan tarif lebih tinggi dari tarif tertinggi pengampunan pajak, atas pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam pengampunan pajak.
Adapun jika berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, saat menggelar tax amnesty lima tahun lalu pemerintah mengatur tiga lapisan tarif tebusan berdasarkan periode pelaksanaan program pengampunan pajak tersebut.
-
Siapa yang memberikan pembebasan pajak? Prasasti Rukam berisi tentang penganugerahan sebuah desa yang dibebaskan pajaknya atas Wanua I Rukam oleh Sri Maharaja Rake Wakutura Dyah Balitung Sri Dharmmodya Mahasambhu.
-
Apa itu Pajak Progresif? Sementara itu, pajak progresif adalah biaya yang harus dibayarkan jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, dimana total pajak akan bertambah seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak.
Periode I yaitu pada 1 Juli 2016 - 30 September 2016 dengan tarif tebusan 2 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 4 persen untuk deklarasi luar negeri. Periode 2 yakni 1 Oktober 2016 - 31 Desember 2016 dengan tarif tebusan 3 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 6 persen untuk deklarasi luar negeri.
Selanjutnya periode 3 yang dilaksanakan pada1 Januari 2017 - 31 Maret 2017 dengan tarif tebusan 5 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 10 persen untuk deklarasi luar negeri. Artinya tarif program pengampunan pajak di tahun depan akan lebih dari 5 persen untuk deklarasi kekayaan dalam negeri, dan di atas 10 persen bagi harta yang diakui berada di luar negeri.
"Saya rasa saya akan skip untuk penerimaan pajak, mungkin akan dibahas di panja 1," kata Sri Mulyani saat rapat bersama Banggar DPR RI, di Jakarta, Senin (31/5).
Kedua, pembayaran PPh dengan tarif normal, atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan OP Tahun Pajak 2019. Adapun saat ini lapisan PPh OP tertinggi adalah sebesar 30 persen untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp500 juta per tahun. Kemudian pembayaran PPh dengan tarif normal atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT TahunanOP Tahun Pajak 2019.
Selain itu, wajib pajak juga akan diberikan tarif yang lebih rendah apabila harta yang dideklarasikan tersebut diinvestasikan dalam dalam Surat Berharga Negara (SBN).
Dalam paparannya yang disampaikan dalam Rapat Kerja Bersama Badan Anggaran (Banggar DPR RI) tersebut, pemerintah akan melakukan penguatan administrasi perpajakan dengan dua langkah.
Pertama dimungkinkan untuk menghentikan penuntutan tindak pidana perpajakan dengan pembayaran sanksi administrasi. "Pemberian kesempatan bagi wajib pajak untuk menghentikan proses hukum perpajakan dan upaya pemulihan pendapatan negara," tulis dokumen paparan.
Kemudian Kemenkeu akan melakukan kerja sama penagihan pajak dengan Negara mitra seperti pelaksanaan bantuan penagihan aktif kepada negara mitra maupun permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra secara resiprokal.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terdapat kriteria tambahan untuk wajib pajak yang mempunyai hunian dengan NJOP di bawah Rp2 miliar.
Baca SelengkapnyaSelain itu, pada 2024 ini juga kembali diberikan pembebasan sanksi administratif kepada wajib pajak.
Baca SelengkapnyaTax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh.
Baca SelengkapnyaPemberi kerja wajib membayarkan paling lambat pada tanggal 10 setiap bulannya.
Baca SelengkapnyaRealisasi kenaikan PPN sebesar 12 persen pun pernah diungkap oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal.
Baca SelengkapnyaKebijakan insentif PPN DTP untuk rumah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 yang merupakan perpanjangan dari kebijakan sebelumnya.
Baca SelengkapnyaAdapun besaran simpanan peserta pekerja sebesar 0,5 persen yang ditanggung pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung pekerja.
Baca Selengkapnya