Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Simalakama Investasi Minuman Beralkohol di Bali, NTT, Sulut dan Papua

Simalakama Investasi Minuman Beralkohol di Bali, NTT, Sulut dan Papua Minuman alkohol. ©2014 Merdeka.com/Reuters

Merdeka.com - Pemerintah Jokowi baru saja melahirkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan baru tersebut itu menjadi diskusi yang ramai karena menyinggung investasi minuman keras yang diharamkan Islam.

Adalah Gubernur Bali Wayan Koster yang mengawali dengan pernyataan bahwa minuman arak Bali, brem Bali, dan tuak Bali menjadi usaha yang sah untuk diproduksi dan dikembangkan seiring dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Dikutip dari Antara, Senin (1/3), pada perpres sebelumnya yakni Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, sebagai penjabaran Pasal 12 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menetapkan bahwa industri minuman beralkohol merupakan bidang usaha tertutup.

Namun, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 merujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang terdapat ketentuan yang mengubah Pasal 12 UU Penanaman Modal tersebut dengan menetapkan minuman beralkohol tidak merupakan bidang usaha tertutup penanaman modal.

Oleh karena itu, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu menetapkan bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.

"Atas nama pemerintah dan krama (masyarakat) Bali, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021," kata Gubernur Koster dikutip pada 22 Februari 2021.

Perpres tersebut memperkuat keberadaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, bahkan Koster juga menyebut hal itu juga merupakan respons atas upaya Gubernur Bali melalui Surat Gubernur Bali Nomor 530/2520/Ind/Disdagperin, tertanggal 24 April 2019.

Dalam surat tersebut berisi permohonan fasilitasi revisi untuk pembinaan industri minuman beralkohol tradisional di Bali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan di Bali terkait Perpres Nomor 39 Tahun 2014.

"Terhadap permohonan Surat Gubernur Bali itu, Menteri Perindustrian RI melalui Dirjen Industri Agro merespons untuk memfasilitasi revisi Perpres Nomor 39 Tahun 2014 dan sambil menunggu perubahan perpres mengusulkan pengaturan dalam produk hukum daerah guna menata minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali," kata Koster dikutip Antara.

Sambil menunggu perpres itulah, Pemerintah Provinsi Bali pada tanggal 29 Januari 2020 memberlakukan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.

Daya Rusak Lebih Besar

Nada penolakan perpres itu justru datang dari aktivis asal Papua yang juga merupakan mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai meski Papua disebut dalam perpres itu bersama Bali, NTT, dan Sulut untuk peluang penanaman modal baru terkait dengan minuman beralkohol.

"Ada pejabat negara yang ngaku 'Orang Asli Papua' yang diduga usul Perpres Miras di Wilayah-wilayah Kristen. Apa motifnya? Saya sudah protes karena ragu dengan kapasitasnya sejak awal, apa Anda tidak mampu kerja dan menghadirkan investasi yang lebih bermartabat? Kasihan Jokowi Tertipu," kata Natalius Pigai dalam akun twitternya, 27 Februari 2021.

Bahkan, beberapa catatan yang digulirkan oleh beberapa pihak yang menolak aturan ini, disebut-sebut bahwa miras adalah penyebab kematian utama di Papua.

Agaknya, penolakan itu tidak hanya karena pelegalan minuman beralkohol itu pada wilayah khusus, yakni Bali, NTT, Sulut, dan Papua. Namun, dikhawatirkan bisnisnya menyebar ke mana-mana yang bukan wilayah khusus itu karena bisnis itu berkembang dan sulit dibatasi.

"Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada maka dipertahankan (dilegalkan minuman keras) itu," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M. Cholil Nafis di Jakarta (1-3-2021).

Cholil berpendapat bahwa pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.

"Saya pikir harus dicabut. Mungkin untungnya bagi investasi, iya, tetapi mudarat bagi investasi umat," katanya.

Berlomba Bangun Pabrik

Hal itu dibenarkan Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) K.H. Said Aqil Siradj.

Dia menolak rencana pemerintah karena investor pasti akan berlomba-lomba membangun pabrik minuman keras demi mengejar keuntungan sehingga daya rusak untuk masyarakat akan lebih besar atau tidak sebanding dengan investasi yang diperoleh.

"Minuman keras jelas-jelas lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Hasil investasi tak sebanding dengan rusaknya bangsa ini, sama seperti yang dilakukan oleh para petani opium di Afghanistan, yang mengaku tidak akan mengonsumsi opium tetapi untuk orang luar. Mirip," katanya dalam laman resmi PBNU, 28 Februari 2021.

Penolakan yang bersifat kritis pada kebijakan itu masih dapat dinalar. Namun, era digital dengan maraknya media sosial justru menambah runyam, karena kritik yang cukup indah itu menjadi 'keruh' akibat olok-olok yang bersifat personal, bukan pada kebijakan seperti pada media massa.

Beredar tangkapan layar di media sosial dan aplikasi perpesanan yang mencatut Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin yang memperbolehkan investasi minuman miras untuk kas negara pada bulan Februari 2021.

Bahkan, salah satu unggahan di aplikasi TikTok menyertakan tangkapan layar berita dengan judul "Jual Minuman Keras Hukumnya Boleh untuk Bantu Kas Negara".

Berita yang tampak dari media daring kompas.com itu menyertakan foto Wapres Ma'ruf, padahal tangkapan layar berita dengan judul serupa di unggahan TikTok itu tidak dapat ditemukan dalam portal berita Kompas.com sehingga tangkapan layar unggahan TikTok itu merupakan konten yang direkayasa atau hoaks.

Ibarat buah simalakama, minuman beralkohol yang dilegalkan pada tingkat lokal (Bali, NTT, Sulut, dan Papua) akan berbanding terbalik dengan faktor bisnis yang sulit dikendalikan dan akhirnya merugikan di tingkat nasional (masyarakat Indonesia). Maka, diskusi yang kritis perlu dilakukan lewat diskusi publik agar tidak menjadi liar lewat medsos yang bersifat olok-olok.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Bea Cukai Jatim Musnahkan Hasil Tembakau Hingga Alkohol Ilegal, Kerugian Capai Rp10 M
Bea Cukai Jatim Musnahkan Hasil Tembakau Hingga Alkohol Ilegal, Kerugian Capai Rp10 M

Barang hasil cukai ilegal di Jawa Timur merugikan negara hingga Rp10 triliun.

Baca Selengkapnya
Bali Turunkan Pajak Diskotek dan Kelab Malam, Jakarta Kapan?
Bali Turunkan Pajak Diskotek dan Kelab Malam, Jakarta Kapan?

Pemda Bali telah menggelar rapat bersama seluruh wali kota setempat untuk menyepakati besaran tarif pajak hiburan karaoke hingga spa di bawah 40 persen.

Baca Selengkapnya
Ormas Keagamaan Boleh Mengelola Tambang, Menko Airlangga: Itu Privilege
Ormas Keagamaan Boleh Mengelola Tambang, Menko Airlangga: Itu Privilege

Airlangga menyebut, izin mengelola tambang akan diberikan pada ormas keagamaan tertentu.

Baca Selengkapnya
Jokowi soal Izin Tambang: Bukan Diberikan ke Ormas, Tapi Badan Usahanya
Jokowi soal Izin Tambang: Bukan Diberikan ke Ormas, Tapi Badan Usahanya

Jokowi soal Izin Tambang: Bukan Diberikan ke Ormas, Tapi Badan Usahanya

Baca Selengkapnya
Pengusaha Rokok Elektrik: UU Kesehatan Beri Kepastian untuk Investasi dan Berusaha
Pengusaha Rokok Elektrik: UU Kesehatan Beri Kepastian untuk Investasi dan Berusaha

Dengan disahkannya UU Kesehatan, Indonesia setara dengan negara lain yang juga memiliki payung hukum mengenai vape.

Baca Selengkapnya
Aturan Baru! Pemerintah Pusatkan Pabrik Hasil Tembakau, Ini Tujuan dan Syaratnya
Aturan Baru! Pemerintah Pusatkan Pabrik Hasil Tembakau, Ini Tujuan dan Syaratnya

Aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala industri kecil dan menengah

Baca Selengkapnya
Temui Pj Gubernur Bali, Pengusaha Spa Sampaikan Keberatan Pajak 40 Persen
Temui Pj Gubernur Bali, Pengusaha Spa Sampaikan Keberatan Pajak 40 Persen

Keberatan itu disampaikan Ketua BPD PHRI Bali Prof Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati.

Baca Selengkapnya
Sandiaga Uno: Pajak Hiburan Batal Naik
Sandiaga Uno: Pajak Hiburan Batal Naik

Hal ini menyusul aksi protes yang dilayangkan para pengusaha yang mengeluhkan tingginya pajak hiburan tertentu.

Baca Selengkapnya
Jokowi Teken Aturan Baru soal Ormas Agama Kelola Tambang
Jokowi Teken Aturan Baru soal Ormas Agama Kelola Tambang

Perpres ini ditandatangani Jokowi pada 22 Juli 2024.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Keluarkan Aturan Baru tentang Barang Kena Cukai, Termasuk Minuman Beralkohol
Pemerintah Keluarkan Aturan Baru tentang Barang Kena Cukai, Termasuk Minuman Beralkohol

Pemerintah mengeluarkan aturan baru tentang barang kena cukai.

Baca Selengkapnya
Ini Daftar Ormas Keagamaan yang Dapat Jatah Tambang IUPK dari Jokowi
Ini Daftar Ormas Keagamaan yang Dapat Jatah Tambang IUPK dari Jokowi

IUPK yang dikuasai oleh Badan Usaha milik ormas keagamaan tidak boleh dipindahtangankan.

Baca Selengkapnya
Tak Setuju Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos, Pekerja Ancam Bakal Turun ke Jalan
Tak Setuju Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos, Pekerja Ancam Bakal Turun ke Jalan

Langkah untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi pun menjadi pertimbangan mengingat pihaknya telah berkirim surat kepada pemangku kepentingan.

Baca Selengkapnya