Sindikasi Nilai UU Cipta Kerja Rugikan Pekerja Wanita, ini Alasannya
Merdeka.com - Koordinator Divisi Advokasi Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Nur Aini, menilai kehadiran Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja bakal melanggengkan kerentanan para pekerja muda dan perempuan di dunia kerja. Bahkan, aturan baru tersebut pada akhirnya berpotensi memperkecil partisipasi pekerja wanita di dalam dunia kerja.
"Kenapa Sindikasi melihat ini melanggengkan kerentanan alih-alih melindungi, kita melihat kondisi pekerja muda saat ini sangat rentan terhadap kondisi freelancer di sektor media dan kreatif," kata Nur Aini dalam sesi teleconference, Senin (19/10).
Nur Aini mengatakan, UU Cipta Kerja akan semakin melemahkan posisi buruh perempuan. Untuk kondisi saat ini saja, berdasarkan hasil survei Sindikasi, sebanyak 76 persen pekerja lepas (freelancer) perempuan tidak dapat cuti haid.
-
Gimana pengaruh teknologi ke tenaga kerja? Kondisi ini ditambah efisiensi penggunaan tenaga kerja sebagai akibat inovasi teknologi
-
Bagaimana kesetaraan gender di dunia kerja? Kebijakan fleksibilitas jam kerja, pengurangan waktu kerja yang disebabkan oleh tanggung jawab keluarga, cuti hamil, cuti ibu, atau cuti ayah adalah langkah-langkah penting dalam menerapkan kesetaraan.
-
Kenapa kesetaraan gender penting di dunia kerja? Hal ini memberikan kesempatan bagi baik pria maupun wanita untuk membagi waktu antara tanggung jawab karier dan keluarga dengan adil.
-
Apa saja bentuk pelecehan yang dialami buruh wanita? Buruh Wanita sudah mengalami pelecehan sejak kedatangan mereka di Perkebunan Deli. Peristiwa ini terjadi tahun 1917. Seorang administratur yang mendata para buruh ini akan memberi tanda garis pada buruh wanita yang dianggap menarik. Wanita yang ditandai itu kelak akan dicari untuk memuaskan napsu para Ondernemer perkebunan.
-
Apa yang sedang trending dalam dunia pekerjaan? Seiring perkembangan zaman, penggunaan Bahasa Inggris pun kian meningkat pesat.
-
Apa masalah umum di lingkungan kerja? Masalah yang sering muncul di lingkungan kerja dalam hasil survei Monster di antaranya bergosip, menggunakan bahasa yang tidak pantas, tidak responsif terhadap pesan, selalu terlambat datang ke rapat.
Kemudian, 93 persen freelancer perempuan juga tidak mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dari BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, 38 persen pekerja freelancer bekerja lebih dari 8 jam per hari.
"Kondisi ini yang kemudian akan dilanggengkan dalam UU Cipta kerja. Siapa yang kemudian paling rentan terhadap UU Cipta Kerja ini nanti, maka pekerja perempuan lah yang paling rentan. Karena cuti haid, melahirkan dan keguguran itu terancam tanpa kompensasi," cibirnya.
Nur Aini memberikan perhatian khusus pada potensi ruang pengembangan diri bagi pekerja wanita yang bakal semakin dipersempit. Menurut dia, karir pekerja perempuan terancam mandeg lantaran jam kerjanya dalam UU Cipta Kerja bisa sampai 8 jam per hari, ditambah waktu lembur maksimal yang bisa mencapai 4 jam per hari.
"Satu hari mereka bisa mendapatkan 12 jam (kerja) ketika mereka mengambil lembur. Bayangkan ketika perempuan mendapatkan beban kerja juga di rumah, kapan perempuan bisa mengembangkan diri," ucap Nur Aini.
Poin selanjutnya, dia menyoroti posisi pekerja wanita yang semakin rentan mendapat kekerasan di tempat kerja, karena dihapuskannya Pasal 169 di UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur, ketika pekerja mendapat ancaman, penganiayaan dan penghinaan dari pemberi kerja, mereka bisa mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut dia, itu semakin menegaskan sistem kerja yang tidak manusiawi di UU Cipta Kerja, sehingga akan memundurkan peran pekerja perempuanya hanya di sektor domestik. "Akibatnya adalah partisipasi perempuan dalam angkatan kerja nanti akan terancam mengecil. Di Indonesia sendiri sekarang hanya 51 persen angkatan kerja perempuan yang masuk di dalam pasar tenaga kerja," ujar Nur Aini.
Nasib Pekerja Kontrak dan Outsourcing di UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja yang diketok dalam sidang paripurna DPR, Senin (5/10), juga mengatur mengenai pekerja kontrak. Bagaimana aturan perjanjian kerja di UU Cipta Kerja harus dipahami pekerja kontrak dan outsourcing? Ini aturannya:
Pasal 56
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas:
a. jangka waktu atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
(3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
Pasal 59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
c. pekerjaan yang bersifat musiman;
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, atau pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 61
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja/buruh meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
d. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;atau
e. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3)Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
(4)Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 61A
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.
(2) Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 66
(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
(3) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
(4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
(5) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu KencanaSumber: Liputan6.com
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabar ini membawa angin segar bagi sebagian ibu pekerja. Mereka bisa merawat dan melihat tumbuh kembang anak secara fokus.
Baca SelengkapnyaDurasi cuti sebaiknya mengutamakan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha.
Baca SelengkapnyaIWAPI sebagai pelaku usaha mempunyai peran untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat
Baca SelengkapnyaPemerintah akan merevisi PP Nomor 35 Tahun 2021 soal tenaga outsourcing.
Baca SelengkapnyaIndustri rokok tembakau resah karena tarif cukai naik tiap tahun
Baca SelengkapnyaPemprov Jawa Tengah mengklaim mengantisipasi agar tak lagi ada PHK massal ke depannya.
Baca SelengkapnyaPuan menilai, perlindungan terhadap buruh sangat penting di tengah banyaknya tantangan global saat ini.
Baca SelengkapnyaRegulasi harus memberikan dampak kepada masyarakat setelah ditetapkan.
Baca SelengkapnyaRibuan buruh dari sejumlah aliansi itu mengepung Patung Kuda di berbagai sisi saat berunjuk rasa memperingati May Day atau Hari Buruh, pada 1 Mei.
Baca SelengkapnyaDimas Oky Nugroho, mengatakan, UU Cipta Kerja saat ini sedang dalam tahap perbaikan
Baca SelengkapnyaMirah membeberkan 3 poin yang mempengaruhi pendapatan buruh saat ini.
Baca SelengkapnyaTemuan Rasamala Hijau dan Trend Asia mengungkap mirisnya hidup buruh di Proyek Strategis Nasional.
Baca Selengkapnya