Sinyal kepanikan pemerintah dan BI saat Rupiah dekati Rp 14.000/USD
Merdeka.com - Dari hari ke hari, kondisi nilai tukar Rupiah semakin memprihatinkan. Bukannya membaik, justru sebaliknya. Rupiah semakin tak berdaya menghadapi kuatnya dolar Amerika Serikat (USD). Penutupan perdagangan kemarin, Jumat (21/8), Rupiah semakin mendekati angka Rp 14.000 per USD. Rupiah berada di posisi Rp 13.940 per USD. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, Rupiah berada di kisaran Rp 13.895 per USD.
Kondisi ini berhasil membuat pemerintah dan Bank Indonesia khawatir. Kekhawatiran itu terlihat dari sikap, pernyataan hingga kebijakan yang dikeluarkan. Sangat jauh berbeda dibanding sebelum-sebelumnya di mana pemerintah dan BI terkesan santai menanggapi ambruknya nilai tukar Rupiah serta makin lambatnya laju pertumbuhan ekonomi.
Posisi Rupiah saat ini hampir mendekati nilai Rupiah saat krisis moneter melanda Indonesia pada 1998. Saat itu Rupiah berada di level Rp 16.800 per USD. Ada yang menyebut, sesungguhnya saat ini Indonesia sudah mengalami krisis dengan skala kecil.
-
Siapa saja yang termasuk Bank Pemerintah di Indonesia? Daftar bank BUMN di Indonesia antara lain adalah BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BTN.
-
Kenapa kebutuhan uang Bank Indonesia meningkat? 'Jumlah tersebut meningkat 12,5 persen, jika dibandingkan dengan kebutuhan uang dalam periode yang sama menjelang nataru di akhir tahun 2022 sebesar Rp 2,4 triliun rupiah,' kata Erwin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/12).
-
Kenapa rupiah Indonesia hiperinflasi pada tahun 1963-1965? Di awal kemerdekaan Indonesia, sistem nilai tukar rupiah yang diterapkan yaitu kurs tetap. Artinya, sebuah negara harus ada cadangan devisa yang terkontrol. Akan tetapi sebagai negara baru Indonesia hanya punya sedikit cadangan devisa. Ekonomi Indonesia kemudian diperburuk saat bergulirnya agresi militer Belanda II.
-
Bagaimana mekanisme redenominasi Rupiah? Bank Indonesia sebenarnya sudah pernah memaparkan hal ini kepada DPR beberapa tahun lalu melalui Rancangan Undang-Undang Redenominasi.
-
Apa itu Redenominasi Rupiah? Redenominasi adalah proses penyederhanaan mata uang. Redenominasi menghapuskan angka nol (0) dari nominal mata uang yang ada.
-
Kapan Redenominasi Rupiah direncanakan? Indonesia telah mencanangkan agenda redenominasi rupiah sejak tahun 2010, dan wacananya masih berlanjut hingga saat ini.
Pemerintah mulai intens menggelar rapat koordinasi, mengkaji perkembangan ekonomi terkini. Bank Indonesia mulai mengeluarkan kebijakan moneter memperketat permintaan valuta asing, khususnya dolar AS.
Merdeka.com mencatat pengakuan pemerintah dan BI mulai panik menghadapi keterpurukan Rupiah. Berikut paparannya.
Ekonomi sudah tak masuk akal
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 4.350 poin dan nilai tukar Rupiah sebesar Rp sudah menembus Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat (USD) merupakan sentimen yang tidak masuk akal. Bahkan, pelemahan tersebut bukan mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.
"Kondisi sekarang sudah irasional, yang terjadi sekarang enggak mencerminkan fundamental dan lebih berdasarkan pada sentimen berlebihan," ujar dia di Kantornya, Jakarta, Jumat (21/8).
Tiap hari koordinasi
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan sentimen berlebihan muncul karena adanya kekhawatiran perang mata uang yang terjadi dunia, harga minyak yang akan turun serta spekulasi Amerika Serikat (AS) akan menaikkan suku bunganya.
Apalagi, kata dia, saat ini dunia masih belum memiliki jalan keluar untuk segera memulihkan kondisi perekonomian dunia. Untuk itu, pemerintah bakal terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia guna memantau perkembangan pasar keuangan saat ini.
"Setiap hari kami koordinasi. Pokoknya kalau ada kekhawatiran pasti ada cover meeting di FKSSK," ucapnya di Jakarta, Jumat (21/8).
Beli dolar diperketat
Bank Indonesia mulai melancarkan aksi mencegah agar Rupiah tidak semakin terpuruk. Bank sentral bakal memperketat kebijakan pembelian dolar AS dan mata uang asing lainnya.
Ketentuan pembelian valuta asing diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.10/28/PBI/2008 dengan peraturan pelaksana dalam bentuk Surat Edaran No. 10/42/DPD/2008.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, dalam aturan itu, pengetatan transaksi baru dilakukan untuk nominal di atas USD 100.000 per bulan. Namun, bank sentral mengubah dengan pengetatan transaksi mulai dilakukan untuk nominal USD 25.000.
"Untuk pembelian valuta asing, kami selama ini mengatur yang sampai di atas USD 100.000 pembelian dalam sebulan baru memakai underlying (jaminan dasar) dan itu kami ubah jadi di atas USD 25.000," katanya di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (18/8).
Mantan menteri keuangan era SBY ini menjelaskan, jika seseorang atau perusahaan melakukan pembelian mata uang asing di atas USD 25.000 harus melengkapi beberapa dokumen. Setidaknya mereka harus menyampaikan underlying transaction dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Itu juga dikeluarkan dalam penyesuaian PBI (Peraturan Bank Indonesia) nanti akan disampaikan oleh saudara-saudara sekalian," tutup Agus.
Mati-matian jaga Rupiah
Nilai tukar Rupiah yang mulai menembus angka di atas Rp 13.800 per dolar AS akhirnya mulai membuat Bank Indonesia panik. Nilai tersebut sudah melebihi batas fundamental atau undervalue. BI mengaku terus mengupayakan menjaga atau mempertahankan posisi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengaku, setiap hari pihaknya terus memantau pergerakan Rupiah di pasar uang. "Bank Indonesia itu tidak hanya khawatir, Bank Indonesia sudah mati-matian menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," ujar Perry saat ditemui di gedung BI, Jakarta, Selasa (18/8).
Rupiah lebih parah dari Baht
Pemerintah China melakukan kebijakan pelemahan nilai tukar mata uang atau devaluasi Yuan terhadap Dolar Amerika Serikat. Kebijakan tersebut membuat pasar keuangan bergejolak dan berdampak pada nilai tukar mata uang negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan pemerintah China sudah melakukan dua kali pelemahan nilai tukar mata uang Yuan yaitu 1,9 persen pada 11 Agustus 2015 dan 1,6 persen pada 12 Agustus 2015. Pelemahan tersebut membuat nilai tukar Rupiah sedikit terdepresiasi.
Penyebab lainnya adalah kekhawatiran penyelesaian krisis Yunani dan kebijakan Bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga banknya. Dengan begitu, nilai tukar Rupiah telah terdepresiasi mencapai 10,16 persen hingga saat ini.
"Pelemahan tersebut lebih tinggi dari mata uang Won Korea sebesar 8,35 persen, Thailand Baht sebesar 6,62 persen dan Yen Jepang sebesar 3,96 persen," ujar dia usai rapat FKSSK di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (13/8).
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sri Mulyani dipanggil Kepala Negara di tengah kursi Rupiah yang anjlok hingga menyentuh level Rp16.420 per USD.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaPenguatan nilai tukar rupiah didorong oleh dampak positif respons kebijakan moneter Bank Indonesia.
Baca SelengkapnyaGubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun yakin nilai tukar Rupiah akan terus menguat, ditopang kepercayaan investor dan pasar yang juga semakin besar.
Baca SelengkapnyaPemerintah harap konflik Timur Tengah tidak berkepanjangan.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus melakukan intervensi agar rupiah tidak semakin terpuruk.
Baca SelengkapnyaKondisi ini diperparah dengan langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed yang diperkirakan akan kembali menahan suku bunga untuk memperkuat ekonomi AS.
Baca SelengkapnyaHal ini membuat nilai tukar mata uang dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaKetidakpastian ekonomi global membuat masyarakat melakukan langkah masif yang makin memperburuk keadaan.
Baca SelengkapnyaSebab inflasi rendah tidak bisa diartikan sebagai terkendalinya harga kebutuhan pokok rakyat.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan, kenaikan kurs menjadi salah satu hal yang ditakuti oleh semua negara.
Baca Selengkapnya