Startup Makin Banyak, Bukti Indonesia Tak Kalah Saing Dibanding Negara Lain

Merdeka.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan, kualitas produk Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dengan negara lain. Hal tersebut terbukti dengan lahirnya berbagai startup atau perusahaan rintisan di Indonesia.
"Berapa banyak startup dari Indonesia. Kualitas kreator kita tak kalah kalau dibandingkan dengan milik luar," ujar Menteri Erick dalam Youtube Deddy Corbuzier, ditulis Selasa (1/6).
Permasalahan Indonesia saat ini, kata Menteri Erick adalah, rantai pasok atau supply chain bahan baku yang selama ini sebagian besar masih diimpor. Untuk itu, BUMN hadir menyelesaikan persoalan tersebut.
"Yang problem dari kita adalah supply chain yaitu bahan baku. Kita musti hadir. BUMN mulai membangun petrochemical. Petrochemical itu kan bahan baju, bahan plastik minuman. kenapa mesti impor? kita punya market nya kok," katanya.
Apabila akses bahan baku lebih mudah, maka kualitas UMKM Indonesia pun akan naik. Sama halnya dengan content creator, jika negara memberikan dukungan listrik dan internet maka akan semakin banyak yang bisa memanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi.
"Dengan aksesibility bahan baku, akhirnya UMKM kita naik kelas. sama kaya content creator, kalau kita negara bisa menyediakan infrastruktur yang baik, listrik masuk desa, internet masuk desa. itu new market, yang invest kita pemerintah. Jangan juga kita yang invest bukan bangsa kita yang manfaatin," tandasnya.
4 Tantangan Penyebab Produk Karya Anak Bangsa Gugur di Pasaran
PT Gerlink menciptakan alat terapi oksigen beraliran tinggi atau High Flow Nasal Cannula (HFNC) untuk mencegah pasien Covid-19 gagal bernapas lantaran serangan Virus Corona dan penyakit paru-paru kronis. Alat tersebut saat ini banyak digunakan di sejumlah rumah sakit dengan nama GLP HFNC-01.
Direktur Utama PT Gerlink, Ghozalfan Basarah menceritakan, perjalanan panjang alat lokal tersebut sebelum akhirnya diterima oleh rumah sakit. Menurutnya, tak semua alat lokal diterima di dalam negeri. Setidaknya ada empat tantangan yang selalu dihadapi.
"Pertama, sedikitnya SDM yang inovatif dan memiliki karakter pejuang. Sebab, alat lokal itu jarang langsung diterima. Alat kami ini terlebih dahulu mendapat penolakan di sana-sini. Bayangkan kalau saya tak punya mental pejuang, alat ini pasti gagal," ujarnya, Jakarta, Selasa (30/3).
Basarah mengatakan, produsen alat lokal harus mampu dan siap mendapat penolakan. Kegigihan memasarkan produk tak boleh berkurang, bahkan harus siap secara terus menerus menerangkan keunggulan produk yang dimiliki.
"Pejuang alat lokal itu harus tangguh. Alat impor di RS itu memang mereka lebih bagus secara tampilan, dan mereka lebih dahulu masuk di pasaran alat kesehatan. Sudah berpuluh-puluh tahun. Itu masih di satu RS belum RS lain. Kalau tidak ada karakter pejuang di pihak industri, kita tak bisa menghargai produk lokal sukses. Ini memang butuh karakter pejuang, sehingga banyak yang berguguran," katanya.
Tantangan kedua adalah harga produk terutama dari China, harga sangat bersaing. Bahkan, negara Tirai Bambu tersebut kadang kala tidak segan untuk menurunkan harga di bawah harga terendah demi mematikan produk lokal.
"Harga China itu tergolong sangat murah. Bahkan terkadang setelah lihat harga di dalam negeri, China berani turunkan harga di bawah harga dia juga harga jual dalam negeri untuk menghancurkan produk lokal," jelas Basarah.
Tantangan ketiga adalah user sudah terlalu lama dimanja produk asing. Dokter, perawat dan petugas kesehatan lainnya sudah dimanja kemudahan produk asing. "Keempat, budaya inovasi industri belum tumbuh di Indonesia, kita masih semangat menjual produk impor dibanding produk dalam negeri. Empat tantangan ini memang yang selalu kita hadapi," tandasnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya