Stok Minyak Sawit Menumpuk, Harga TBS di Tingkat Petani Masih Terpuruk
Merdeka.com - Kebijakan pemerintah mencabut pungutan ekspor belum mengakhiri penderitaan petani. Serapan tandan buah segar atau TBS sawit yang masih rendah yang berimbas pada anjloknya harga TBS yang menjadi pukulan berat bagi petani sawit.
Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Marr'ie Andi Muhammadyah (Mdy Sappo) mengatakan, per hari ini, serapan TBS sawit belum optimal atau pulih seperti sebelum adanya pelarangan ekspor CPO.
Hal ini merupakan imbas dari stok minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang masih menumpuk di tangki-tangki penampungan Pabrik Kelapa sawit (PKS) akibat larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.
-
Kenapa petani sawit tidak siap dengan aturan ISPO? Gulat mengaku para petani tidak siap dengan ketentuan ISPO tersebut. Terlebih dalam proses penyusunannya ia menyebut ada campur tangan pihak asing.
-
Kenapa kelapa sawit penting untuk perekonomian Indonesia? Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang penting untuk perekonomian Indonesia dan juga memiliki banyak kegunaan praktis dan kesehatan.
-
Bagaimana kelapa sawit menjadi komoditas ekspor? Pada 1919, komoditas kelapa sawit telah diekspor melalui perkebunan yang berada di pesisir Timur Sumatra.
-
Apa itu Minyak Inti Sawit? Minyak inti sawit atau yang juga dikenal dengan sebutan palm kernel oil adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji (inti) buah kelapa sawit (Elaeis guineensis).
-
Siapa yang membawa kelapa sawit ke Indonesia? Tanaman ini dibawa oleh orang-orang Belanda ke Nusantara.
-
Dimana PT Astra Agro Lestari Tbk menanam kelapa sawit? Luas lahan kebun sawit yang dikelola perusahaan ini mencapai 297.011 hektar yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
"Menurut info PKS, tidak optimal untuk mengeluarkan CPO diakibatkan kesulitan sarana angkutan yaitu kapal untuk mengangkut CPO, karena saat larangan ekspor banyak kapal-kapal pengangkut berpindah ke angkatan lainnya dan melakukan kontrak panjang," kata dia.
Selain itu, Mdy Sappo juga mengeluhkan harga TBS petani yang masih jauh dari harapan karena masih sedikit PKS yang mau menampung TBS petani akibat tangki-tangki di pabrik-pabrik tersebut yang masih penuh.
Minta Cabut Bea Keluar CPO
Dia menjelaskan, saat meskipun harga CPO sudah rendah atau turun hingga 40 persen dari harga sebelum larangan ekspor berlaku dan pungutan ekspor atau levy sudah nol persen, namun belum bisa mengangkat harga TBS di tingkat petani. Ini salah satunya disebabkan oleh masih tingginya bea keluar yang diterapkan pemerintah untuk ekspor CPO.
"Sebab bea keluar masih sangat tinggi yaitu IUSD 288 per ton dan ini dibebankan pada harga TBS petani di mana sebelum harga CPO tertinggi pernah dikisaran USD 2.000 per MT. Sekarang kan jatuh dikisaran USD 1185 per MT, nah jika dikenakan bea keluar sebesar USD 288 per MT artinya harganya hanya USD 897 per MT. Yang USD 288 Udibebankan pada harga TBS petani," jelas dia.
Oleh sebab itu, untuk mendongkrak ekspor CPO lebih cepat, petani meminta agar pemerintah juga mencabut bea keluar CPO. Dengan demikian diharapkan bisa membuat tangki-tangki di PKS segera kosong dan bisa membuat serapan TBS sawit meningkat. Pada ujungnya, akan membuat harga TBS sawit petani melonjak ke level normal.
"Cabut bea keluar CPO supaya bisa meningkatkan harga TBS Petani meningkat tidak seperti saat ini," tutup dia.
Kata Pemerintah
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, menyoroti harga tandan buah segar atau TBS kelapa sawit yang masih terpuruk. Padahal di sisi lain, ekspor minyak sawit mentah alias CPO ke luar negeri mulai berjalan lancar.
Gulat melihat, ada semacam skenario yang disusun pihak pengolahan minyak sawit mentah, dengan mengatakan ekspor CPO sedang tidak berjalan lancar, khususnya kepada petani yang tidak punya jejaring ekspor. Otomatis harga TBS kelapa sawit bisa ditekan.
"Mau enggak lu jual Rp 8.000 per kg? (simulasi deal transaksi antara pihak pengolah dan pabrik kelapa sawit). Selanjutnya TBS hanya dibeli Rp 8.000 per kg CPO, maka berbalik lagi ke petani. Karena CPO dibeli Rp 8.000 oleh refinery, maka TBS kubeli Rp 1.100," papar Gulat dalam sesi diskusi virtual, Senin (25/7).
"Kan semua ini berdampak sistemik. Ini yang dibangun. Makanya saya sangat-sangat menyesalkan, ketika informasi ini digoreng, ekspor tidak berjalan lancar. Tapi data menunjukan ekspor berjalan lancar, maka saya sebut ini permainan," kecamnya.
Berbicara dari sisi pemerintah, Staf Khusus Menteri Perdagangan Oke Nurwan menganalisa, ada sejumlah indikator yang membuat harga TBS sawit masih tersungkur.
"Sinyalemen pertama, harga TBS ini tertekan karena katanya ada tumpukan CPO. Ekspor berjalan walaupun masih lebih rendah dari sebelumnya," kata Oke.
Lalu, juga ada kebijakan-kebijakan terkait pungutan yang dikenakan ke petani oleh pelaku ekspor. "Seharusnya harga TBS ini sudah ada (kenaikannya), sesuai lah dengan di tingkat internasional. Tetapi, ada beban-beban yang dipasung eksportir ke petani," ungkap dia.
Sehingga, Oke meneruskan, saat ini pemerintah mencoba tetap untuk melonggarkan beban-beban yang dikenakan ke petani. Salah satunya, dengan meningkatkan angka pengali ekspor, serta dengan menghapuskan sementara pungutan ekspor.
"Kalaupun pungutan ekspor dinolkan sampai 31 Agustus, tidak akan mengganggu keuangan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Semua itu tentunya untuk mempercepat ekspor dan mengurangi tekanan yang dipasung ke petani terhadap harga TBS," tuturnya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja industri kelapa sawit di Indonesia tak sebaik dari tahun kemarin.
Baca SelengkapnyaStok Pupuk di Gudang PKT Capai 7 Kali Lipat dari Ketentuan, tapi Petani Masih Teriak Pupuk Langka
Baca SelengkapnyaRata-rata harga CPO sampai dengan akhir September 2024 sebesar Rp11.755 per kg.
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar-Mahfud menilai perlu banyak keterlibatan pelaku industri dalam program hilirisasi
Baca SelengkapnyaSalah satu tugas BPDPKS yaitu menghimpun dan mengembangkan dana perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dari pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaAda beberapa penyebab terjadinya lonjakan harga beras ini, termasuk molornya musim tanam dan musim panen.
Baca SelengkapnyaSebelum SPBU dibuka antrean kendaraan pengantre sudah berjejer panjang, meskipun sudah dilakukan pembagian jalur antrean.
Baca SelengkapnyaImplementasi B50 peluang baik bagi Indonesia, namun memiliki konsekuensi ekonomi yang juga besar.
Baca SelengkapnyaMusim kemarau panjang yang terjadi berpotensi menganggu panen sawit di perkebunan.
Baca SelengkapnyaSaat ini, SPBU mini milik Pertamina ini hanya menjual Pertamax.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan harga minyak dunia timbulkan kekhawatiran bakal turut berdampak terhadap harga BBM di Tanah Air.
Baca Selengkapnya