Tagihan Operasi Jantung Capai Rp10,5 T, Layanan BPJS Kesehatan Bakal Dievaluasi

Merdeka.com - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, akan melakukan koordinasi dengan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk menindaklanjuti arahan-arahan yang terjadi diskusi di dalam rapat kabinet, bahwa banyak pelayanan berlebihan yang tidak sesuai dengan literatur.
"Ya contoh pelayanan jantung sampai Rp10,5 triliun lho tagihannya. Kemudian adanya review dari jurnal-jurnal yang mengatakan bahwa pengobatan dengan obat-obatan apalagi pencegahan itu tidak lebih, tidak efisien dibandingkan stent, operasi, dan sebagainya," kata Terawan di Jakarta, dikutip laman Setkab, Jumat(22/11).
"Kalau itu bisa diperbaiki yang over itu sehingga betul-betul kalo mau nyetent ya nyetent yang sesuai diagnosanya, kalo mau operasi ya operasi sesuai diagnosanya. Itu bisa menurunkan mungkin 50 persen, bayangin banyak lho Rp10 triliun itu. Kalau bisa turun separuh saja itu sudah membuat kita berdua bahagia, Rp5 triliun dihemat," imbuhnya.
Selain itu, indikasi operasi sesar (seksio) juga mengalami kenaikan hingga lebih dari Rp5 triliun.
"Ternyata seksio begitu banyak sekali sampe 45 persen perbandingannya. Itu kan menunjukan kita tidak dalam grade yang baik. Nah itulah yang maksud saya berlebihan dan ternyata tidak menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi atau anak secara nasional kan percuma duit dikeluarkan," jelasnya.
Dengan demikian, harus ada upaya yang sifatnya lebih preventif, promotif, dan edukasi pada masyarakat. Menyiapkan sarana-sarana sehingga yang punya potensi untuk terjadi kematian bisa diturunkan.
"Kalau ada nanti kita akan pilah-pilah bersama Direktur Utama BPJS mana yang masih di bawah standar kita coba naikkan," sambung Menkes.
Dia mengingatkan, penduduk Indonesia bukan hanya di Jakarta, namun dari Sabang sampai Merauke. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah pembangunan pusat-pusat kesehatan di daerah, perbaikan sistem rujukan, atau bahkan menggunakan alat-alat canggih seperti drone dan sebagainya.
"Ya nanti kita lihat, kita evaluasi bersama, berdua ini. Yang paling penting adalah rakyat terlayani kesehatannya sesuai standar kesehatan yang sesuai dengan undang-undang," tandasnya.
Subsidi Pemerintah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa pemerintah sudah mengeluarkan Rp115 triliun untuk membantu peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 2018.
"Perlu juga saya sampaikan hingga 2018 pemerintah sudah mengeluarkan dana kurang lebih Rp115 triliun, belum lagi iuran yang disubsidi pemerintah daerah ada 37 juta (jiwa) dan anggota TNI/Polri 17 juta (jiwa), artinya yang sudah disubsidi pemerintah sekitar 150 juta jiwa," kata dia di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis.
"Ini angka yang sangat besar, saya minta manajemen tata kelola di BPJS terus dibenahi dan diperbaiki," kata dia.
Berdasarkan laporan terakhir yang dia terima, jumlah anggota Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat sudah mencapai 222 juta dari tadinya 133 juta pada 2014. "Dari jumlah keseluruhan itu, 96 juta adalah masyarakat yang tidak mampu yang digratiskan pemerintah, yang iurannya dibantu," tambah Presiden.
Jokowi pun meminta agar orientasi kerja di bidang kesehatan bukan lagi hanya mengobati yang sakit tapi menekankan pada pencegahan dan promotif.
"Karena itu saya minta Menteri Kesehatan untuk melakukan langkah-langkah pembaharuan yang inovatif dan mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat. Ini harus menjadi gerakan yang melibatkan semua pihak baik di sekolah maupun masyarakat pada umumnya," kata dia.
Pembagian Wilayah
Selain itu, Jokowi juga meminta agar Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengenai pembagian wilayah institusi yang menangani kesehatan.
"Menurut saya, urusan BPJS adalah urusan kesehatan individu, kemudian BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) urusan kesehatan keluarga, kemudian Kementerian Kesehatan untuk kesehatan masyarakat tapi kemudian semua dikoordinir Kementerian Kesehatan, sehingga jelas kalau ada hal-hal berkaitan dengan masalah di lapangan siapa yang menjadi penanggung jawab, bukan lempar sana lempar sini," kata dia.
Jokowi juga meminta agar keruwetan regulasi yang menjadi kendala di industri farmasi dan alat-alat kesehatan dipangkas.
"Harus dipangkas sebanyak-banyaknya, disederhanakan sehingga industri farmasi bisa tumbuh dan masyarakat dapat membeli obat dengan harga yang lebih murah. Laporan yang saya terima, 95 persen bahan baku obat masih tergantung impor, ini sudah tidak boleh lagi dibiarkan berlama-lama," kata dia.
Dia memerintahkan agar skema insentif bagi penelitian-penelitian diperbesar.
"Riset-riset yang menghasilkan temuan obat kesehatan terbaru dengan harga kompetitif yang mengganti produk-produk impor, tolong ini digarisbawahi dan selanjutnya hasil riset disambungkan dengan industri penghasil alat kesehatan di dalam negeri," kata dia.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya