Tak cuma Indonesia, negara ini juga rasakan kemerosotan ekonomi
Merdeka.com - Kondisi ekonomi global masih penuh ketidakpastian. Ekonomi China melambat dan nilai tukar mata uang banyak negara mengalami pelemahan. Selain itu, pasar global juga mengalami volatilitas ekstrem yang dipicu gejolak saham dan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi China.
Dampak gejolak ekonomi global dirasakan langsung banyak negara, termasuk Indonesia. Nilai tukar Rupiah langsung rontok hingga menyentuh level Rp 14.000 per USD.
Direktur Operasional Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), Christine Lagarde menyebut pertumbuhan ekonomi global akan jauh lebih rendah dari yang diharapkan. Penyebabnya tak lain karena lambatnya pemulihan ekonomi negara maju serta perlambatan ekonomi negara berkembang.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
-
Mengapa gempa Bali terasa di beberapa wilayah? Dia menyebut, meski berkekuatan kecil, getaran gempa begitu dirasakan warga di sejumlah wilayah.
-
Mengapa banyak perusahaan global terancam bangkrut? Banyak tanda menunjukkan ancaman kebangkrutan bagi perusahaan-perusahaan global, terutama karena krisis utang dan kenaikan biaya pinjaman yang menjadi isyarat 'kiamat' baru bagi korporasi di seluruh dunia.
-
Apa yang menjadi tantangan ekonomi global bagi BRI? Tantangan Perlambatan Ekonomi Global Sejak Tahun Lalu Berbagai tantangan ketidakpastian ekonomi, seperti kondisi perekonomian yang dihantui resesi dan perlambatan ekonomi global sejak tahun lalu.
-
Di mana terlihat dampak globalisasi terhadap sosial budaya? Globalisasi dan teknologi informasi juga memiliki dampak besar terhadap perubahan sosial budaya di Indonesia. Dengan adanya akses mudah ke internet dan media sosial, masyarakat Indonesia menjadi lebih terhubung dengan dunia luar, menerima pengaruh budaya luar, dan mengadopsi pola hidup baru.
Legarde secara tegas mengingatkan negara berkembang seperti Indonesia untuk selalu mewaspadai perlambatan ekonomi China, kondisi keuangan global yang sangat ketat serta rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat.
"Secara keseluruhan, kami melihat pertumbuhan ekonomi global tetap moderat dan cenderung lebih lemah dari yang kita antisipasi pada Juli lalu," kata Legarde seperti dilansir dari reuters, Selasa (1/9).
Namun demikian, Presiden Joko Widodo optimis Indonesia bisa melalui masa sulit seperti ini. Indonesia disebut sudah berpengalaman merasakan goncangan ekonomi global.
"Sekarang ini siklus perekonomian global maupun nasional kurang menggembirakan. Goncangan ekonomi seperti itu bukanlah yang pertama kali kita rasakan. Kita telah mengalami berulangkali. Kita optimis dapat melaluinya dengan selamat," ucap Jokowi dalam pidato menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 di gedung MPR, Jakarta, Jumat (14/8).
Goncangan ekonomi global ternyata tidak hanya dirasakan Indonesia. Banyak negara lain kesulitan bahkan melebihi yang dirasakan Indonesia.
Merdeka.com mencoba merangkum kondisi beberapa negara yang terkena dampak goncangan ekonomi nasional. Berikut ulasannya seperti dilansir dari berbagai sumber di Jakarta, Kamis (3/9).
Nilai tukar dolar Australia anjlok
Nilai tukar dolar Australia terhadap dolar Amerika terus anjlok dan telah melewati level psikologis USD 0,7 per dolar Australia. Ini adalah pertama kalinya dalam enam tahun terakhir.
Dilansir dari CNBC, perdagangan kemarin, nilai tukar dolar Australia anjlok 0,4 persen terhadap dolar Amerika. Sebelumnya nilai tukar juga sempat menyentuh level USD 0,69 per dolar Australia, level terendah sejak April 2009 silam.
"Masyarakat Australia kena hukuman karena terlalu bergantung pada perdagangan dengan China," ucap ahli strategi mata uang di Westpac, Sean Callow seperti dilansir dari CNBC di Jakarta, Rabu (2/9).
Tidak berhenti di situ, kondisi Australia bakal lebih parah karena diperkirakan PDB negara kanguru tersebut akan menurun. Selain itu, pertumbuhan ekonomi pada April-Juni juga diperkirakan hanya 2 persen atau lebih rendah dari target pemerintah yang mencapai 2,2 persen.
Dolar Australia sendiri sudah anjlok sebesar 14 persen sepanjang tahun ini dan menempatkannya dalam jajaran mata uang berkinerja buruk pada 2015. Callow memprediksi, nilai tukar dolar Australia masih akan tertekan beberapa minggu ke depan.
"Pasar begitu rapuh, kita hanya bisa mengambil pandangan jangka pendek," tambahnya.
Ekonomi Kanada jatuh ke jurang resesi
Rendahnya harga minyak dunia menghantam beberapa negara, terutama produsen minyak seperti Kanada. Negara ini jatuh ke jurang resesi ekonomi untuk pertama kalinya dalam 6 tahun terakhir.
Kanada merupakan salah satu negara eksportir minyak terbesar dunia. Harga minyak mentah berada di bawah USD 50 per barel, dan ini menjadi bencana bagi banyak negara dan memukul pertumbuhan ekonomi, termasuk Kanada.
Dilansir dari CNN, data resmi badan statistik Kanada menyebut ekonomi Kanada turun 0,5 persen di kuartal II-2015. Sedangkan di kuartal I-2015, ekonomi Kanada juga turun 0,8 persen. Penurunan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut berarti Kanada dalam kondisi resesi ekonomi.
Harga minyak dunia memang telah anjlok parah beberapa bulan terakhir karena meningkatnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global dan melimpahnya pasokan minyak mentah.
Pendapatan Kanada dari ekspor minyak turun drastis. Selain harga murah, Kanada juga harus memberi 'diskon' atas penjualan karena kendala pipa dan kualitas minyak yang dihasilkan lebih rendah. Kondisi diperparah karena banyak perusahaan energi terpaksa mengurangi karyawan karena banyak proyek yang tertunda.
Selain masalah minyak, Kanada juga menghadapi sektor properti yang memanas karena tingginya harga dan utang rumah tangga terus naik. Bank sentral negara ini sudah menurunkan suku bunga acuannya dua kali untuk mendorong perekonomian.
Amerika Serikat mulai gelisah melihat kondisi Kanada
Buruknya kondisi perekonomian kanada menyebabkan kegelisahan di Amerika Serikat. Pasalnya, Kanada merupakan pasar ekspor terbesar AS atau mencapai 20 persen dari total ekspor AS.
Ekonom BNP Paribas, Bricklin Dwyer mengatakan prospek perekonomian Kanada menimbulkan risiko signifikan pada pertumbuhan Amerika Serikat.
Tidak hanya itu, Amerika Serikat kini juga mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Pasalnya, China selama ini juga menjadi pasar ekspor komoditas Amerika dan permintaan mengalami penurunan.
Permintaan komoditas seperti tembaga terus turun hingga 3 persen sepanjang tahun ini. Bahkan, ketika produksi tembaga meningkat 3 persen, permintaan China malah terus turun, menurut Copper Study Group.
Melimpahnya pasokan membuat harga tembaga anjlok parah dan menempati posisi terendah dalam enam tahun terakhir hingga menyentuh level USD 2,25 per pound. Padahal, 2013 lalu harga tembaga masih USD 4 per pound. Logam lainnya seperti bijih besi dan nikel juga sudah menyentuh titik terendah.
Anjloknya harga komoditi membuat perusahaan energi Amerika Serikat kewalahan. Harga tembaga diprediksi masih akan terus tertekan karena banyaknya pasokan global. Itu berarti, perusahaan di Amerika Serikat akan terus mengurangi produksi dan berarti akan terus mengurangi karyawannya.
Freeport sendiri telah mengungkapkan akan menurunkan produksinya.
Beberapa perusahaan tambang lain juga akan mengurangi produksi dan karyawannya. Menurut presentasi investor ada beberapa perusahaan tambang seperti Antofagasta, BHP Billiton, Codelco, Vale, Glencore, dan Anglo American.
Jerman rasakan dampak merosotnya ekonomi global
Dampak merosotnya pertumbuhan ekonomi global juga dirasakan Jerman. Namun, dampak ini tidak sebesar yang dirasakan negara lain.
Pemerintah Jerman sendiri mengaku tidak khawatir dengan kondisi China. Pejabat kementerian keuangan Jerman, Jens Spahn mengatakan tidak ada alasan untuk panik melihat kondisi China.
"Jerman adalah salah satu eksportir terbesar dunia. Industri mobil kita memang bergantung pada apa yang terjadi di China. Tapi kita tidak panik karena permintaan domestik kita tumbuh. Sejauh ini, selain pasar saham, tidak ada dampak akibat China," ucap Spahn seperti dilansir dari CNBC di Jakarta, Rabu (2/9).
Pasar global beberapa waktu ini menghadapi volatilitas ekstrem yang dipicu gejolak saham dan kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi China.
Spahn yang dikenal sebagai tangan kanan Menteri Keuangan Wolfgang Schaeuble ini mengatakan, Jerman masih akan tumbuh 1,8 persen sepanjang tahun ini. Meski demikian, dia mengakui masih ada dampak atas kondisi China dan negosiasi utang Yunani yang berlangsung dramatis pada awal musim panas ini.
"Kami masih bertanya-tanya, mengapa kita bisa baik baik saja sebagai eksportir sementara banyak yang berada dalam kesulitan," katanya.
Nilai tukar Ringgit Malaysia anjlok parah
Gejolak ekonomi global menyebabkan pelemahan nilai tukar mata uang hampir di seluruh negara Asia.
Dilansir dari Straits Times, penurunan nilai tukar mata uang Asia dipimpin oleh Malaysia. JPMorgan Asia Dollar Index melacak pergerakan 10 mata uang sepanjang Agustus 2015, termasuk Yen yang melemah 2,6 persen terhadap USD. Ini merupakan penurunan bulanan terbesar sejak 2012.
Ringgit Malaysia paling anjlok parah mencapai 8,7 persen terhadap USD, dan ini merupakan kinerja terburuk sejak 1998 silam. Skandal politik yang melanda Malaysia melemahkan kepercayaan investor, selain itu rendahnya harga komoditas juga menghantam Malaysia.
Lebih baik dari Ringgit Malaysia, nilai tukar Rupiah hanya turun 3,7 persen terhadap USD dan merupakan terburuk dalam 11 bulan terakhir. Sedangkan Yuan hanya anjlok 2,7 persen terhadap USD.
"Mata uang Asia sekarang harus berurusan dengan ketidakpastian global. Selain itu ada juga risiko aksi jual investor di pasar modal dan pelarian modal asing yang menambah banyak tekanan," kata Koon How Heng dari Credit Suisse Private Bank and Wealth Management Singapura seperti dilansir dari Straits Times di Jakarta, Senin (31/8).
Nilai tukar Rupiah kini masih berada di atas level Rp 14.000 per USD untuk pertama kalinya sejak 1998 silam. Presiden Joko Widodo telah merespon anjloknya nilai tukar dengan mengeluarkan paket stimulus untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Won Korea Selatan juga masih melanjutkan pelemahan menuju bulan keempat. Ini merupakan pelemahan terpanjang sejak 2008 silam. Selain itu, Dong Vietnam juga anjlok 2,9 persen pada bulan ini dan menuju penurunan terbesar sejak 2011 silam.
Di tempat lain. Rupee India juga melemah 3,2 persen terhadap USD pada bulan ini. Sedangkan nilai tukar Taiwan juga anjlok 2,6 persen, Baht Thailand juga turun 2,5 persen dan Peso Filipina juga turun 2,2 persen selama Agustus ini.
Arab Saudi kesulitan
Dampak gejolak ekonomi global dan turunnya harga minyak dunia juga dirasakan Arab saudi. Merosotnya harga minyak dunia berdampak pada menurunnya pendapatan kerajaan. Diwaktu bersamaan, pengeluaran militer malah mengalami peningkatan. Kondisi ini telah memaksa pemerintah untuk menambah utang melalui pinjaman asing.
Arab Saudi diperkirakan telah menggerus cadangan devisa sebesar USD 62 miliar untuk membiayai pengeluaran negara. Selain itu, negara kaya minyak ini juga telah meminjam uang USD 4 miliar dari bank lokal dengan menerbitkan obligasi pertama sejak 2007 silam.
Dilansir dari CNN, defisit anggaran Saudi diperkirakan akan mencapai 20 persen dari PDB di 2015. Angka ini luar biasa tinggi karena biasanya negara ini mengalami surplus. Capital Economics memperkirakan pendapatan pemerintah akan turun USD 82 miliar di tahun ini atau setara dengan 8 persen PDB. Bahkan IMF memprediksi defisit anggaran di Saudi akan terjadi hingga 2020 silam.
Penurunan harga minyak dari USD 107 per barel menjadi USD 44 per barel saat ini telah menghantam ekonomi Arab Saudi. Pasalnya, 80 persen pendapatan pemerintah dihasilkan dari industri minyak. Turunnya harga minyak terjadi karena Ini terjadi karena banyaknya pasokan global, sedangkan permintaan minyak dunia mengalami penurunan.
Saudi menolak untuk memangkas produksi karena mereka berharap produsen lain seperti perusahaan minyak di Amerika keluar dari bisnis OPEC di global.
Menghadapi masalah ini, Saudi telah mengeluarkan kebijakan yaitu membuka pasar saham untuk asing. Namun, ribetnya syarat dan ketentuan membuat investor asing ogah masuk pasar.
"Kami akan hitung peningkatan pinjaman dalam beberapa bulan mendatang," ucap Gubernur Badan Moneter Arab saudi, Fahad al-Mubarak dilansir dari CNN di Jakarta, Jumat (7/8). (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kekacauan dunia terjadi dipicu oleh potensi resesi Amerika Serikat hingga perang yang terjadi di Eropa dan Timur Tengah
Baca SelengkapnyaTiga negara besar yakni Amerika Serikat, China dan Eropa dalam situasi mengendalikan dan mengelola ekonomi yang tidak mudah.
Baca SelengkapnyaIndeks kinerja manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terkontraksi di level 49,3.
Baca SelengkapnyaPerlambatan ekonomi China memberikan pengaruh ke ekonomi negara lain, termasuk Indonesia.
Baca Selengkapnya30 Negara telah menjadi pasien IMF karena perekonomian global yang terus mengalami tekanan. Namun, kini 11 negara di antaranya sudah membaik.
Baca SelengkapnyaArsjad mengatakan, Indonesia saat ini masih dalam konteks terjebak di perangkat negara berpendapatan menengah (middle income trap).
Baca SelengkapnyaEkonomi dunia diperkirakan melambat akibat konflik global saat ini.
Baca SelengkapnyaMahendra menyampaikan, kondisi ini dipengaruhi oleh dinamika ekonomi yang beragam di negara-negara utama, seperti Amerika Serikat, Eropa dan China.
Baca Selengkapnyatetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca SelengkapnyaPadahal, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula.
Baca Selengkapnya