Tarif PPN, Tol dan Harga BBM Kompak Naik, Masyarakat Berpotensi Tunda Konsumsi
Merdeka.com - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta penjelasan pemerintah soal aturan teknis terkait pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen atas barang kebutuhan pokok (bapok), meski saat ini belum dikenakan PPN.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey berharap pemerintah tidak mengenakan PPN 11 persen pada barang pokok, terutama saat memasuki bulan suci Ramadan dan Lebaran Idul Fitri 2022. Sebab ditakutkan itu bakal menekan daya beli masyarakat.
"Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pasti memberikan dampak berarti bagi konsumsi masyarakat. Di saat bersamaan terjadi fluktuasi kenaikan harga jual beberapa barang kebutuhan pokok, harga BBM dan LPG, biaya tol, memasuki puasa dan menjelang Idul Fitri," pintanya dalam keterangan tertulis, Minggu (3/4).
-
Apa itu PPN 12%? Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2025.
-
Apa yang dikenakan PPN 12%? Airlangga menyatakan PPN hanya dikenakan pada barang yang dijual, bukan pada sistem transaksinya.
-
Siapa Menteri PPN saat ini? Adapun, Menteri PPN saat ini dijabat oleh Suharso Monoarfa, yang dipilih langsung oleh presiden pada tahun 2019.
-
Kenapa banyak orang menolak kenaikan PPN? Keputusan untuk menaikkan harga ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan publik, terutama terkait dampaknya terhadap barang-barang kebutuhan sehari-hari.
-
Kapan PPN 12% mulai berlaku? Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2025.
-
Kapan PPN 12% berlaku? Transaksi Uang Elektronik Sebelumnya, terdapat isu di masyarakat yang menyatakan bahwa transaksi uang elektronik akan dikenakan tarif PPN sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Menurut dia, seluruh lapisan masyarakat berpotensi menunda konsumsi rumah tangga non-kebutuhan dasar, seiring fluktuasi harga bapok akibat kena pungutan PPN.
Roy juga menyoroti 11 barang kebutuhan pokok yang kini disasar untuk menjadi objek pajak, antara lain beras/gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabai, garam, susu, telur, hingga jagung.
"Di sisi lain, 11 barang kebutuhan pokok itu sebelumnya dikecualikan dari PPN, saat ini melalui UU HPP Nomor 7/2021 telah dirubah dan dijadikan objek PPN. Wlaupun pengenaan tarif 11 persennya belum diberlakukan per 1 April 2022," katanya.
Pedagang Harus Jadi Pengusaha Kena Pajak
Konsekuensinya, pedagang di pasar tradisional akan berkewajiban menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Itu potensi berimbas pada tambahan biaya operasional, sehingga berdampak terhadap harga jual barang pokok dan penting kepada konsumen.
"Misalnya untuk minyak goreng yang termasuk bahan pokok yang dikenakan PPN 11 persen. Maka potensi bergeraknya harga migor akan terjadi kembali, dan berdampak pada peningkatan inflasi yang berpotensi meningkat lagi dari bulan-bulan sebelumnya," imbuh Roy.
Hingga saat ini, pengusaha ritel masih menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) atas UU HPP. Untuk menjabarkan lebih detil perubahan atau penambahan jenis barang pokok yang saat ini belum kena PPN 11 persen.
"Periode Ramadhan 2022 ini merupakan harapan bagi berbagai industri dan sektor usaha dari hulu hingga hilir, termasuk pelaku usaha ritel modern untuk mendorong peningkatan penjualan melalui belanja dan konsumsi masyarakat," ujar Roy.
"Kami tentunya mendukung UU HPP/21 yang telah ditetapkan pemerintah dan diratifikasi DPR akhir tahun 2021 lalu. Namun pemberlakuan tarif PPN 11 persen di saat ini apakah sudah tepat momentumnya, atau masih dapat dideskresikan beberapa saat lagi? Untuk meredam public shock hingga ekonomi telah kondusif optimal," tandasnya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan implementasi dari UU HPP.
Baca SelengkapnyaPemerintah bisa menunda kenaikan ppn 12 persen seperti penundaan pajak karbon, yang seharusnya efektif dimulai 1 April 2022.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif terhadap ekonomi baik pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil buruh.
Baca SelengkapnyaMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai masyarakat selama ini hanya fokus pada kenaikan tarif PPN.
Baca SelengkapnyaKebijakan PPN 12 persen mengancam masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaMenkeu Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Baca SelengkapnyaPadahal, masyarakat masih terbebani kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022 lalu.
Baca SelengkapnyaPengenaan pajak pada sejumlah barang berwujud yang meliputi elektronik, fesyen hingga otomotif akan berdampak pada penjualan.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengkhawatirkan efek domino yang ditimbulkan akibat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif PPN menjadi 12 persen jika diakumulasi dalam 4 tahun terakhir (2020-2025) sebenarnya naiknya 20 persen bukan 2 persen.
Baca SelengkapnyaPemerintah tetap menaikkan PPN menjadi 12 persen, demi menjaga daya beli masyarakat, pemerintah akan menanggung 1 persen untuk beberapa komoditas.
Baca SelengkapnyaPengenaan tarif PPN 12 Persen bersifat selektif kepada komoditas tertentu, yang diutamakan menyasar kelompok barang mewah.
Baca Selengkapnya