Tax Amnesty Jilid II Diselenggarakan di 2022, Berlaku Januari-Juni
Merdeka.com - Pemerintah kembali memberikan pengampunan pajak (tax amnesty) untuk wajib pajak yang memiliki harta kekayaan di luar negeri dan belum dilaporkan kepada pemerintah. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang baru disahkan DPR RI pada Sidang Paripurna ke-7 masa sidang 2021-2022.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, program pengungkapan sukarela (PPS) ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan.
"Dalam rangka mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak, RUU HPP ini menerapkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS)," kata Yasonna dalam sidang Paripurna di DPR RI, Jakarta, Kamis (7/10).
-
Siapa yang memberikan pembebasan pajak? Prasasti Rukam berisi tentang penganugerahan sebuah desa yang dibebaskan pajaknya atas Wanua I Rukam oleh Sri Maharaja Rake Wakutura Dyah Balitung Sri Dharmmodya Mahasambhu.
-
Apa itu Pajak Progresif? Sementara itu, pajak progresif adalah biaya yang harus dibayarkan jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, dimana total pajak akan bertambah seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
Dia melanjutkan berdasarkan teori tentang kepatuhan yang didukung penelitian empirik di berbagai negara, upaya memfasilitasi itikad baik Wajib Pajak yang ingin jujur dan terbuka masuk ke dalam sistem administrasi pajak dapat meningkatkan kepatuhan pajak sukarela di masa mendatang. Namun program ini tetap harus diikuti upaya pengawasan dan penegakan hukum yang adil dan konsisten. Termasuk memberikan perlakuan yang adil dan pelayanan yang baik terhadap Wajib Pajak yang sudah patuh dan berisiko rendah.
"Dalam konteks inilah Program Pengungkapan Sukarela (PPS) merupakan kebijakan yang tidak dapat dipisahkan dari narasi besar reformasi perpajakan yang telah kami elaborasi sebelumnya," tutur dia.
Prinsip umum yang menjadi komitmen Pemerintah dan DPR, kata Menteri Yasonna pada besaran tarif PPh Final yang lebih tinggi dibandingkan tarif tebusan saat Program Pengampunan Pajak. Program pengampunan pajak ini pun hanya akan berlaku selama 6 bulan di tahun depan dari 1 Januari sampai 30 Juni 2022.
"Program ini akan berjalan selama 6 bulan ini akan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan secara sukarela atas harta yang belum dilaporkan dalam program Pengampunan Pajak 2016/2017 maupun dalam SPT Tahunan 2020" kata dia.
Dalam program ini, terdapat dua kebijakan. Pertama, peserta Program Pengampunan Pajak Tahun 2016 (untuk Orang Pribadi dan Badan) dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat Program Pengampunan Pajak. Adapun besaran PPh Finalnya yakni:
1. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.2. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.3. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.
Kedua, Wajib Pajak Orang Pribadi (peserta Program Pengampunan Pajak maupun non peserta Program Pengampunan Pajak) dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016 s/d 2020, namun belum dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020. Adapun besaran PPh Finalnya yakni:
1. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.2. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.3. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.
Tax Amnesty Jilid II Langkah Mudur dalam Upaya Tingkatkan Kepatuhan
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menyesalkan, adanya kebijakan tersebut. Sebab, pemberian pengampunan pajak ini menjadi langkah mundur pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pajak para Wajib Pajak.
"Agak disesalkan Tax Amnesty jilid dua tetap dilakukan. Tax amnesty jilid II merupakan sebuah langkah mundur dalam peningkatan kepatuhan pajak," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (7/10).
Tax Amnesty II ini menurutnya justru memberikan ruang bagi wajib pajak yang telah diberikan kesempatan pada tahun 2016 lalu. Bukan tidak mungkin para pengemplang pajak ini urung melaporkan harta kekayaannya lagi karena berasumsi akan ada lagi Tax Amnesty jilid berikutnya.
"Banyak yang berasumsi, kalau ada tax amnesty jilid II, kenapa tidak mungkin ada tax amnesty jilid III? Akibatnya tax amnesty akan dijadikan peluang bagi pengemplang pajak," kata dia.
Selain itu pemerintah didalam UU HPP juga tidak menjelaskan mekanisme screening harta para wajib pajak yang ikut tax amnesty misalnya melalui penugasan kepada PPATK. Bhima menjelaskan selama tidak ada screening dan pengawasan, bisa saja harta yang dilaporkan harta hasil pencucian uang, kejahatan, atau aset hasil penghindaran pajak lintas negara.
Bahkan, dia menyebut pengampunan pajak ini sebagai ruang bagi kejahatan finansial antar negara. "Justru tax amnesty jilid II memberi ruang bagi kejahatan finansial antar negara. Merasa dapat pengampunan maka tidak perlu ada konsekuensi hukumnya," kata dia.
Dia menambahkan, secara tarif pajak atau tebusan memang lebih tinggi dibandingkan tax amnesty jilid I. Meskipun penurunan tidak signifikan. Sehingga para pengemplang pajak ini mau melaporkan harta kekayaan secara sukarela karena biaya pengampunannya lebih rendah dibandingkan pada tax amnesty pertama di tahun 2016.
"Artinya, pengemplang pajak tetap akan manfaatkan tax amnesty jilid II ini karena biaya pengampunannya masih dianggap rendah," kata dia.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh.
Baca SelengkapnyaTerdapat kriteria tambahan untuk wajib pajak yang mempunyai hunian dengan NJOP di bawah Rp2 miliar.
Baca SelengkapnyaSelain itu, pada 2024 ini juga kembali diberikan pembebasan sanksi administratif kepada wajib pajak.
Baca SelengkapnyaInsentif yang dikeluarkan itu khusus bagi wajib pajak yang memiliki hunian di bawah Rp2 miliar.
Baca SelengkapnyaMenurut Andi, pemerintah tengah mendiskusikan untuk melanjutkan pengajuan RUU Perampasan Aset ke DPR RI dalam program legislasi nasional.
Baca SelengkapnyaKemudahan pembebasan PPN dan PPnBM diberikan melalui perubahan mekanisme pemberian fasilitas yang semula manual menjadi elektronik.
Baca SelengkapnyaAturan Baru PBB di Jakarta: Punya Hunian Lebih dari 1 dengan NJOP hingga Rp2 M Bakal Kena Pajak
Baca SelengkapnyaPemutihan denda pajak berlangsung mulai 14 Agustus hingga 30 September 2024
Baca SelengkapnyaJokowi Kembali Singgung UU Perampasan Aset: Bolanya Ada di DPR
Baca SelengkapnyaPemerintah Daerah termasuk di Provinsi DKI Jakarta akan menghapus denda pajak kendaraan bermotor. Yuk simak!
Baca SelengkapnyaSelain itu, pemerintah juga mendorong Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2024.
Baca SelengkapnyaKebijakan insentif PPN DTP untuk rumah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 yang merupakan perpanjangan dari kebijakan sebelumnya.
Baca Selengkapnya