Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tembus Rp6.527 Triliun, Pemerintah Diminta Waspadai Laju Utang

Tembus Rp6.527 Triliun, Pemerintah Diminta Waspadai Laju Utang utang. shutterstock

Merdeka.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga April 2021 berada di angka Rp6.527,29 triliun. Posisi utang ini setara dengan 41,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dikutip dari Buku APBN Kita edisi Mei 2021, utang pemerintah ini masih didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 86,74 persen dan pinjaman sebesar 13,26 persen.

Ekonom sekaligus Direktur Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus mewaspadai overhang utang di mana laju penambahan utang tidak sejalan dengan pemulihan ekonomi.

Beban bunga utang yang terlalu berat bisa menggerus belanja yang esensial seperti belanja modal dan belanja perlindungan sosial. Misalnya beban pembayaran bunga utang sudah menyita 20 persen dari total belanja pemerintah.

"Akibatnya utang naik, tapi efektivitas dari utang jadi mubazir karena setiap pemerintah menarik utang untuk membayar kewajiban utang yang lama. Gali lubang tutup lubang semakin dalam," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (2/6).

Menurut Bhima, dari sisi belanja, pemerintah harus memangkas belanja yang sifatnya pemborosan, seperti pembangunan ibu kota baru, proyek infrastruktur yang tidak menyelesaikan masalah biaya logistik, sampai belanja pegawai dan belanja barang yang gemuk.

"Setiap peluang pemborosan harus dicegah karena berimplikasi pada kebutuhan pembiayaan utang yang meningkat," lanjutnya.

Bhima juga mewanti-wanti tantangan ke depan yang harus diantisipasi, yakni taper tantrum, di mana normalisasi kebijakan bank sentral di negara maju akibatkan bunga utang pemerintah naik untuk cegah keluarnya dana asing. "Setiap ada gejolak perubahan kebijakan moneter, dana asing keluar dari pasar keuangan. Jika kondisi tahun 2013 berulang, bunga utang akan naik lebih tinggi, beban makin berat," ujarnya.

Untuk mengurangi beban bunga, pemerintah disarankan juga untuk lakukan langkah strategis. Misalnya, dengan debt swap menukar pokok dan bunga utang dengan program vaksinasi.

Menurutnya, banyak negara yang meminta keringanan utang dari kreditur dalam rangka penanganan Covid-19. Apalagi, Indonesia turun kelas menjadi negara lower middle income countries, setelah di 2020 lalu jadi upper middle income countries, yang artinya Indonesia adalah negara yang perlu dibantu.

"Ini momentumnya jangan sampai hilang begitu saja. Kan bisa bicara dengan ADB, World Bank maupun kreditur lain untuk skema pengurangan beban utang," ujar Bhima.

Reporter: Athika Rahma

Sumber: Liputan6.com

(mdk/azz)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Megawati Kritisi Besarnya Utang Pemerintah: Cara Bayarnya Gimana, Saya Khawatir Krisis Ekonomi
Megawati Kritisi Besarnya Utang Pemerintah: Cara Bayarnya Gimana, Saya Khawatir Krisis Ekonomi

Megawati berharap pemerintah punya rencana serius untuk mengurangi utang bernilai fantastis itu.

Baca Selengkapnya
Utang Jatuh Tempo RI Capai Rp800 Triliun pada 2025
Utang Jatuh Tempo RI Capai Rp800 Triliun pada 2025

Kepercayaan diri dalam mengelola pasar, tergantung dengan kepercayaan pasar.

Baca Selengkapnya
Dituding Jadi Menteri Suka Ngutang, Sri Mulyani Akhirnya Buka Suara
Dituding Jadi Menteri Suka Ngutang, Sri Mulyani Akhirnya Buka Suara

"Utang itu tidak berarti kita kemudian ugal-ugalan, oleh karena itu kita harus hati-hati sekali," kata Sri Mulyani.

Baca Selengkapnya
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.364 Triliun
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.364 Triliun

Naiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.

Baca Selengkapnya
Utang Pemerintah Terus Naik, Kini Tembus Rp8.444 Triliun
Utang Pemerintah Terus Naik, Kini Tembus Rp8.444 Triliun

Mayoritas utang pemerintah per Juni 2024 didominasi oleh SBN sebesar 87,85 persen, sedangkan sisanya adalah pinjaman sebesar 12,15 persen.

Baca Selengkapnya
VIDEO:  Kritik Keras AHY Soal Utang Pemerintah dan BUMN Capai Rp 7.800 T
VIDEO: Kritik Keras AHY Soal Utang Pemerintah dan BUMN Capai Rp 7.800 T

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan pidato politik.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Tarik Utang Rp266 Triliun Hingga 31 Juli 2024, Lebih Tinggi Dibanding Realisasi Tahun Lalu
Pemerintah Tarik Utang Rp266 Triliun Hingga 31 Juli 2024, Lebih Tinggi Dibanding Realisasi Tahun Lalu

Realisasi pembiayaan utang mengalami pertumbuhan yang tinggi bila dibandingkan realisasi tahun lalu, yakni sebesar 36,6 persen.

Baca Selengkapnya
Utang Luar Negeri Pemerintah Tembus RP6.622 Triliun
Utang Luar Negeri Pemerintah Tembus RP6.622 Triliun

Posisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali karena memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen.

Baca Selengkapnya
Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp6.801 Triliun, Bank Indonesia: Struktur Utang RI Tetap Sehat
Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp6.801 Triliun, Bank Indonesia: Struktur Utang RI Tetap Sehat

Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.

Baca Selengkapnya
Naik Lagi, Utang Pemerintah Kini Tembus Rp7.805 Triliun
Naik Lagi, Utang Pemerintah Kini Tembus Rp7.805 Triliun

Jika dibandingkan dengan posisi akhir bulan Mei 2023, mengalami kenaikan Rp17,68 triliun.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Tarik Utang Rp132 Triliun Hingga Mei 2024
Sri Mulyani Tarik Utang Rp132 Triliun Hingga Mei 2024

Sri Mulyani mencatat, realisasi pembiayaan SBN mencapai Rp141,6 triliun atau turun 2 persen secara yoy dibandingkan Mei 2023 sebesar Rp144,5 triliun.

Baca Selengkapnya
Tugas Berat Prabowo Tahun Depan: Bayar Utang Negara Jatuh Tempo Rp800 Triliun
Tugas Berat Prabowo Tahun Depan: Bayar Utang Negara Jatuh Tempo Rp800 Triliun

Permasalahan lainnya ialah potensi melebarnya defisit APBN 2025 akibat terbatasnya penerimaan negara.

Baca Selengkapnya