Terapkan Standar Euro-4, BBM Jenis Premium Disarankan Dihapus Bertahap
Merdeka.com - Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite atau yang masuk kategori BBM ron rendah, dinilai secara bertahap perlu dihilangkan dan dialihkan ke BBM dengan oktan tinggi seperti Pertamax Cs. Hal ini karena kedua jenis BBM tersebut sudah tidak ramah lingkungan dan memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat,
Hal itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20/2017 dimana untuk konsumsi bahan bakar sudah harus memberlakukan BBM oktan tinggi sesuai standar Euro-4, yang dimulai per September 2018.
"Perlu menghapuskan Premium secara bertahap. Apalagi pemerintah sudah meratifikasi kesepakatan Euro-4 untuk mengurangi pencemaran," kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi di Jakarta, Senin (8/3).
-
Kapan aturan baru BBM Subsidi mulai berlaku? Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyatakan pelaksanaan aturan ini berlaku mulai 1 Oktober 2024 setelah disosialisasikan pada September 2024.
-
Apa yang baru dari aturan BBM Subsidi? Pemerintah segera merilis aturan baru mengenai penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dan jenis BBM tertentu JBT Solar Subsidi.
-
Kenapa aturan baru BBM Subsidi dibuat? Aturan ini dirancang untuk memastikan distribusi BBM bersubsidi lebih tepat sasaran dan efisien.
-
Mengapa BPH Migas keluarkan regulasi tentang BBM subsidi? Untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi ini tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, BPH Migas telah mengeluarkan regulasi mengenai pedoman pembinaan hasil pengawasan kepada penyalur.
-
Gimana cara pemerintah untuk meningkatkan kualitas BBM? Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) mendorong implementasi peningkatan kualitas BBM, seraya membatasi penyaluran BBM subsidi dengan kandungan sulfur tinggi seperti Solar dan Pertalite.
-
Kapan harga BBM di dunia mencapai Rp81.000 per galon? Pada tanggal 11 Maret 2024, harga rata-rata bahan bakar per galon (3,7 liter) di seluruh dunia mencapai $5,13 atau sekitar Rp81.000.
Ditambah, BBM Premium sudah tidak dijual lagi di pasar international, sehingga tidak ada harga referensi yang bisa memicu praktek mark-up harga.
Pemerintah, kata dia, seharusnya sudah bisa menghadirkan BBM yang tingkat kualitasnya bagus bagi lingkungan. Karena, kata dia, BBM oktan rendah merupakan BBM yang gas buang dari knalpot dengan emisi tinggi, tidak ramah lingkungan, sehingga membahayakan kesehatan masyarakat.
"Jenis BBM beroctan rendah termasuk BBM Premium (RON-88) dan Petalite (Ron-90)BBM octan tinggi, sesuai dengan standard EURO-4, termasuk Pertamax (RON-92), Pertamax Plus (RON-95), dan Pertamax Turbo (RON-98)," beber dia.
Meski begitu, kata dia, migrasi konsumen Premium dan Pertalite ke Pertamax dari sisi harga bisa saja memberatkan konsumen. Tetapi, peralihan itu harus tetap dilakukan untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Karena itu, perlu disiapkan skema agar masyarakat bisa merasakan BBM berkualitas dengan lebih terjangkau.
"Penetapan BBM jenis Premium di bawah harga keekonomian. Kalau terjadi hal semacam ini maka ada subsidi yang dialihkan oleh PT Pertamina. Itu selama bertahun-tahun menjadi beban bagi PT Pertamina," tuturnya.
Belum lagi, kata Fahmy, meskipun sudah disubsidi oleh pemerintah dengan stok yang banyak, Premium ini seringkali mengalami kelangkaan. Sehingga, Fahmi merasa itu akan membebani Pertamina. "Keluhan semacam itu kerapkali muncul dan fakta di lapangan memang menunjukan seringnya terjadi kelangkaan," jelasnya.
Kualitas BBM Indonesia Terendah ASEAN
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, persoalan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang tidak berkualitas disebabkan dari masih terlalu banyaknya produk BBM di pasar dengan angka Research Octane Number (RON) atau Cetane Number (CN) sangat rendah. Yang mana ini tidak sesuai dengan standar EURO.
"Tetangga kita Myanmar, hanya ada 3 produk BBM dengan RON terendah 91, Vietnam hanya 2 produk BBM dengan RON terendah 92. Sedangkan di Indonesia, kita ada 6 produk dengan RON terendah 88 yakni Premium. Selain terlalu banyak, standar RON juga tidak sesuai standar EURO 4 minimal RON 91, kita masih sangat jauh tertinggal," kata Fabby di Jakarta, Jumat (5/3).
Dia mengungkapkan, varian produk yang banyak juga memunculkan variasi harga yang signifikan. Sehingga tanpa edukasi yang tepat dan berkelanjutan, masyarakat akan lebih memilih produk dengan harga yang paling murah.
"Masyarakat saat ini hanya melihat 'harga saat ini', harga yang saya keluarkan untuk beli BBM. Padahal masyarakat perlu melihat menggunakan BBM yang sesuai spesifikasi mesin, dapat mengefektifkan kerja mesin sehingga menjadi lebih hemat. Belum lagi, mesin akan terawat dan terhindar dari kerusakan yang akhirnya menjadi biaya atau harga yang mungkin lebih mahal di kemudian hari," tambahnya.
Manfaat lain menggunakan BBM berkualitas adalah ramah lingkungan. Masih mengacu pada standar EURO 4 yang berlaku, BBM ramah lingkungan adalah BBM yang memiliki kandungan sulfur maksimal sebesar 50 parts per million (ppm) dalam emisi gas buangnya.
Direktur Pengendalian dan Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Dasrul Chaniago mengungkapkan, kualitas BBM ini sangat berpengaruh terhadap kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia.
"Sekitar 70-75 persen sumber pencemaran udara di kota besar, kita ambil Jakarta, bersumber dari sektor transportasi, yakni dari emisi gas buang yang dihasilkan. Coba kita mundur kembali pada awal pandemi Covid-19, terlihat kualitas udara Jakarta membaik, langitnya biru, itu disebabkan oleh berkurangnya mobilitas masyarakat yang menggunakan kendaraan," kata Dasrul.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Warga mengaku di beberapa SPBU Pertamina sudah tak menjual Pertalite dan kini diganti dengan Pertamax Green 95.
Baca SelengkapnyaKementerian ESDM sebenarnya telah menetapkan kewajiban penyediaan BBM rendah sulfur sejak Oktober 2018.
Baca SelengkapnyaPertamina juga berencana untuk memasarkan produk Pertamax Green 95, campuran Pertamax (RON 92) dengan etanol 8 persen.
Baca SelengkapnyaPertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite.
Baca SelengkapnyaSehingga, penyaluran BBM subsidi bisa menyasar konsumen yang lebih tepat sasaran, agar tidak dipakai oleh masyarakat yang tidak berhak.
Baca SelengkapnyaRencana ini dibahas karena BBM oktan tinggi seperti Pertamax meyumbang polusi yang sedikit.
Baca SelengkapnyaProduk baru itu nantinya mulai ada di tiga SPBU Jakarta, pada 17 Agustus, dengan spesifikasi berupa bahan bakar solar 50 part per million (ppm).
Baca SelengkapnyaMekanisme tersebut bisa digunakan oleh masyarakat pengguna kendaraan roda empat (mobil).
Baca SelengkapnyaDengan standar Euro IV, BBM ini diharapkan dapat membantu mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Baca SelengkapnyaSebagaimana diketahui saat ini Pertalite merupakan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP).
Baca SelengkapnyaLonjakan harga minyak dunia diperkirakan bakal semakin berdampak terhadap harga BBM Non Subsidi yang tidak mendapat sokongan anggaran dari APBN.
Baca SelengkapnyaPemerintah India dinilai lebih siap dan serius dalam penanganan kualitas udara.
Baca Selengkapnya