Terhimpit serbuan tembakau China
Merdeka.com - Disadari betul, tingkat ketergantungan Indonesia akan produk impor sudah dalam tahap memprihatinkan. Kehidupan rakyat Indonesia seolah tak lepas dari produk impor. Hampir semua produk dan komoditas yang ada di Indonesia, mulai dari pangan, elektronik, mineral, dan lain sebagainya, terpaksa didatangkan dari negara lain. Termasuk tembakau.
Indonesia pernah mengalami era kejayaan tembakau di zaman penjajahan Belanda. Tembakau lokal berjaya hingga ke benua Eropa dan Amerika. Kualitasnya pun diakui nomor wahid, menjadi bahan untuk cerutu di seluruh dunia.
Era kejayaan itu perlahan memudar seiring bergeraknya waktu. Sebaliknya, kondisi saat ini justru Indonesia diserbu tembakau impor dari negara lain. Alasan yang sama digunakan untuk untuk membuka keran impor. Total kebutuhan tembakau tidak bisa dipenuhi hanya dari produksi dalam negeri.
-
Kenapa produksi tembakau penting bagi Indonesia? Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
-
Bagaimana tembakau masuk ke Nusantara? Para penjajah bangsa Eropa membawa benih tembakau pada wilayah yang dijajahnya. Salah satunya adalah kawasan Nusantara. Diduga benih tembakau pertama kali dibawa ke Nusantara oleh bangsa Portugis.
-
Mengapa tembakau di Jawa Tengah berkembang pesat? Kondisi itu membuat pertanian tembakau di Jateng berkembang secara signifikan. Setiap daerah di Jateng bahkan punya karakteristik tembakau yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
-
Kapan impor kedelai Indonesia mencapai 2,32 juta ton? Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat, impor kedelai Indonesia sepanjang tahun 2022 mencapai 2,32 juta ton atau nilainya setara dengan USD 1,63 miliar.
-
Bagaimana tembakau Madura berkembang pesat? Produksi tembakau menunjukkan tren meningkat. Pada 1863 sebanyak 264 pikul, tahun 1864 sebanyak 320 pikul dan tahun 1865 sebanyak 320 pikul.
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
Kebutuhan tembakau nasional mencapai 400.000 ton. Sementara produksi nasional hanya 140.000–150.000 ton per tahunnya. Dengan kata lain, tiap tahun Indonesia mengimpor 250.000 ton tembakau. Wasekjen Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Agung Suryanto yakin importasi tembakau tidak akan memukul petani dan industri tembakau lokal.
"Jadi sebetulnya malah tertolong dengan adanya impor," ujar Agung saat berbincang kepada merdeka.com, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (27/3).
"Tidak (mematikan petani tembakau). Karena memang kebutuhan kita masih kurang. Produksi lokal belum cukup," tambahnya.
Bukan hanya kekurangan pasokan, ada beberapa jenis tembakau yang dibutuhkan industri ternyata tidak bisa dihasilkan petani lokal. Karena itu impor tembakau tidak terelakkan lagi.
China menjadi negara pengekspor tembakau terbesar ke Indonesia. Tembakau impor juga banyak didatangkan dari India serta Tanzania. Agung menjelaskan, tembakau asal China kini jadi primadona lantaran produktivitasnya cukup baik. Ini tidak lepas dari luasnya lahan tembakau di negeri tirai bambu.
Ketika impor tembakau tak menjadi soal, permasalahan yang kerap dihadapi industri tembakau nasional justru datang dari dalam negeri sendiri. Persoalannya pada tata niaga. "Padahal 92 persen di industri ini diserap oleh dalam negeri. Tapi karena tata niaga yang masih belum teratur jadinya harus impor," ungkapnya.
Agung menyebut salah satu permasalahan dalam tata niaga. Tidak adanya standar ongkos produksi menyulitkan untuk menentukan harga pokok tembakau. "Kalau harga pokok sudah ketemu maka akan diketahui marginnya," imbuhnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam penyesuaian ke depan, yang didasari oleh alasan kesehatan masyarakat, perlu dilakukan secara hati-hati dan kalkulatif untuk menciptakan keseimbangan.
Baca SelengkapnyaPeraturan PP 109/2012, serta dari kebijakan tarif Cukai Hasil tembakau (CHT) dalam konteks pengendalian, dinilai sudah cukup.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan survei yang dilakukan oleh Indodata, peredaran rokok ilegal di Indonesia mencapai 46,95 persen pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaJika barang impor ilegal dibebaskan masuk ke dalam negeri akan menganggu perekonomian Indonesia.
Baca SelengkapnyaEmpat negara dengan hasil tambang terbesar di dunia.
Baca SelengkapnyaAndry mengungkapkan, dari sisi penerimaan negara, ada potensi hilangnya Rp160,6 triliun.
Baca SelengkapnyaTembakau sebagai ekosistem yang memiliki jutaan nasib.
Baca SelengkapnyaKacang hijau merupakan omoditas tanaman pangan yang banyak dibutuhkan baik dalam negeri dan luar negeri.
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan tarif cukai rokok bakal menjadi beban tambahan Industri Hasil Tembakau.
Baca SelengkapnyaIndustri petrokimia dalam negeri juga semakin diberatkan dengan pencabutan Larangan dan Pembatasan (Lartas) impor bahan baku plastik.
Baca SelengkapnyaTarget penerimaan tersebut lebih tinggi dibandingkan target penerimaan di tahun 2022 sebesar Rp138,06 triliun.
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca Selengkapnya