Ternyata, Beli Baju Bekas Bisa Menjaga Lingkungan dari Perubahan Iklim
Merdeka.com - Membeli barang bekas atau thrifting kian menjadi trend di Tanah Air. Tend ini identik dengan membeli pakaian bekas yang diimpor dari negara lain. Aziz, seorang pegawai swasta di Jakarta mengaku mengenal thrifting sejak masih kuliah pada tahun 2017 lalu.
Awalnya dia mengaku membeli pakaian bekas karena harga yang ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan saat membeli baju baru. Namun di tahun 2020 dia menyadari membeli pakaian bekas ini sebagai upaya menjaga lingkungan.
"Thrift itu tahun 2020 mulai booming karena ada kampanye climate change," kata Aziz saat berbincang dengan merdeka.com di Jakarta, Kamis (16/3).
-
Apa dampak baju bekas impor? Meski memiliki dampak negatif, baik dari segi kesehatan dan perekonomian, aktivitas thrifting masih digemari sebagian masyarakat.
-
Dimana jual beli baju bekas impor? Jual-beli pakaian bekas impor marak terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti Bandung, Surabaya, Malang dan banyak lagi lainnya. Bisnis pakaian bekas impor menggiurkan Selain banyak permintaan dari pembeli, keuntungan yang didapatkan oleh penjual juga relatif besar.
-
Dimana baju bekas impor dijual? Setidaknya salah satu pusat bisnis baju bekas impor atau thrifting di Ibu Kota, yakni Pasar Senen, dipadati pengunjung beberapa hari terakhir.
-
Kenapa orang Indonesia suka pakai baju bekas impor? Tingginya Permintaan Masyarakat Indonesia Menjamurnya peredaran baju bekas karena didukung tingginya permintaan masyarakat. Terutama masyarakat yang tak mampu membeli baju baru.
-
Bagaimana cara impor baju bekas? Dalam pemusnahan tersebut Bea Cukai dan Bareskrim Polri menyita 7.363 ballpress pakaian bekasi impor ilegal senilai lebih dari Rp80 miliar di wilayah Jabodetabek.
-
Siapa yang rugi akibat baju bekas impor? Komite Ekonomi dan Industri Nasional nilai penjualan baju bekas impor ilegal dapat mematikan industri tekstil dan konveksi dalam negeri.
Aziz menyebut dalam industri fesyen dikenal dengan istilah fast fashion dan slow fashion. Fast fashion (fesyen cepat) merupakan istilah industri tekstil yang memiliki berbagai model fesyen dalam waktu singkat serta menggunakan bahan baku yang berkualitas buruk sehingga tidak tahan lama.
Fast fashion menjadi salah satu penyebab terbesar polusi limbah fashion yang dapat merusak lingkungan, seperti polusi air, tanah, maupun penghasil gas emisi rumah kaca yang dapat menyebabkan climate change (perubahan iklim).
Hal ini sejalan dengan data yang dilaporkan United Nations Environment Programme (UNEP). Dikatakannya, setiap tahun industri fesyen menggunakan 93 miliar meter kubik air dan sekitar 20 persen air limbah industri fesyen di seluruh dunia berasal dari pencelupan dan pengolahan kain.
Sementara itu, istilah slow fashion (fesyen lambat) merupakan praktik dalam fesyen yang didasari atas produksi dan pemakaian pakaian dalam rentang waktu yang lama, daya tahan dan kualitas yang tinggi, proses produksi yang beretika serta ramah lingkungan.
Tidak berfokus pada kecepatan produksi massal layaknya fesyen cepat (fast fashion). Dalam praktik fesyen lambat, yang diprioritaskan adalah kualitas, bukan kuantitas.
Berbagai alasan tersebut membuat Aziz merasa hobinya layak untuk dilanjutkan. “Jadi ternyata hobi aku ada manfaatnya buat lingkungan. Satu sisi aku bisa punya baju lucu, murah dan bertanggungjawab sama lingkungan,” ungkap Aziz.
Tahap Mencuci Pakaian Bekas Hasil Thrifting
Walaupun selalu membeli pakaian bekas, Aziz memiliki cara khusus dalam memperlakukan baju hasil thrifting sebelum digunakan. Biasanya, baju-baju tersebut direndam menggunakan air panas seharian.
"Biasanya aku rendah pakai air panas seharian. Biasanya setelah seharian airnya akan berubah menjadi warna hitam atau kotor. Itu kayaknya kuman-kumannya mati," kata dia.
Setelah itu, baju bekas tersebut baru dicuci seperti baju biasa pada umumnya. Namun untuk pakaian dengan bahan jenis tertentu Aziz memprosesnya berkali-kali. Memastikan pakaian bekas yang dibelinya sudah benar-benar bersih dan tidak menimbulkan masalah di kulit.
"Untuk baju yang bahannya tebal, setelah dicuci biasa, langsung direndam air panas lagi. Jadi prosesnya 2 kali. Kalau enggak direndam air panas itu baunya khas, bau karung," katanya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penelitian terbaru ungkap bahwa kebiasaan thrifting baju bekas bisa menjadi sarana penyebaran penyakit menular.
Baca SelengkapnyaMomen itu langsung menarik perhatian publik karena banyak barang-barang bekas yang masih bagus namun sudah dibuang oleh pemiliknya.
Baca SelengkapnyaMitos membakar bekas tidak memiliki dasar yang jelas.
Baca SelengkapnyaThrifting bisa jadi pilihan buat yang ingin update gaya.
Baca SelengkapnyaNama Pasar Loak Kebayoran Lama menjadi surga bagi para pecinta barang-barang jadul.
Baca SelengkapnyaSasaran mereka mengumpulkan barang bekas seperti botol plastik, kertas dan kabel lalu dijual kembali ke pengepul.
Baca SelengkapnyaBukan hanya berisikan sampah, ternyata juga terdapat ragam baju yang sudah tak diminati oleh pemiliknya.
Baca SelengkapnyaSalah satu alasan konsumen lebih memilih mobil bekas adalah harga yang lebih terjangkau
Baca SelengkapnyaHal ini membuatnya shock karena jaket kampus di Indonesia bisa sampai Amerika.
Baca SelengkapnyaKebiasaan dari hal kecil ini bisa menjadi salah satu upaya kita dalam menjaga lingkungan sekaligus menyelamatkan bumi dari kerusakan. Yuk mulai dari sekarang!
Baca SelengkapnyaSuka duka mewarnai pedagang pakaian bekas melalui e-commerce.
Baca Selengkapnya