Terungkap, Ini Alasan Pemerintah Larang Ekspor Timah
Merdeka.com - Kementerian ESDM mengungkapkan sejumlah alasan di balik rencana pelarangan ekspor timah yang belakangan menjadi perdebatan, mulai dari serapan yang rendah hingga potensi penyerapan tenaga kerja yang besar.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menjelaskan, larangan ekspor dilakukan lantaran serapan hilirisasi balok timah (tin ingot) masih sangat rendah, yakni sebesar 5 persen.
"Dari sekian banyak produk, hanya kurang lebih 5 persen yang lebih hilir dari tin ingot yang dikelola di dalam negeri. Ini PR paling besar ketika pelarangan ekspor tin ingot terjadi," katanya dikutip dari Antara, Rabu (19/10).
-
Kenapa tambang batubara itu ilegal? Tersangka melakukan aktivitas penambangan tanpa izin di wilayah hak guna usaha PT BSP dan izin usaha pertambangan (IUP) PT BA selama lima tahun terakhir, tepatnya mulai 2019.
-
Bagaimana Belanda mengelola penambangan timah di Belitung? Pada penambangan timah di tempat ini, Belanda menggunakan para kuli-kuli tambang yang kebanyakan dari Cina yang disebut sebagai 'Singkek' atau sekarang dikenal dengan Peranakan Tionghoa.
-
Di mana lokasi tambang timah terbesar di Asia Tenggara? Bukan di Luar Negeri, Tambang Timah Terbesar di Asia Tenggara Dulunya Ada di Belitung Siapa sangka jika tambang timah terbuka (open pit) terbesar di Asia Tenggara ternyata berada di Bangka Belitung.
-
Gimana cara Mentan mengurangi impor? 'Apresiasi juga kepada Pak Amran yang dengan semangat untuk mengurangi impor hasil-hasil pertanian seperti beras, gula, jagung, dan seterusnya. Saya percaya kalau seluruh potensi bangsa ini didorong untuk memenuhi kebutuhan itu, pasti impor kita dapat dikurangi dan kita kembali bergantung pada hasil dalam negeri,' katanya.
-
Siapa yang memulai penambangan timah di Belitung? Belanda telah merintis penambangan timah di Belitung pada 1851 dan mendapat konsesi setahun setelahnya.
-
Mengapa tambang emas tersebut belum berizin? Berdasarkan investigasi terhadap Karipto selaku Kepala Dusun 2, Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, diketahui bahwa area itu belum berizin meski telah beroperasi sejak tahun 2014.
Menurut Ridwan, serapan balok timah di hilir masih belum optimal. Dia khawatir industri dalam negeri tidak mampu menampung pasokan tin ingot begitu larangan ekspor terbit.
Dia menyebut dari data yang dihimpun, memang belum banyak industri hilir yang bisa menyerap tin ingot hasil hilirisasi. Di sisi lain, industri hilir seperti otomotif dan elektronik yang sudah ada pun memiliki jaringan rantai pasok sendiri.
"Ketika hilirisasi ini nanti jadi kewajiban, bagaimana kita menyiapkan diri, misalnya, jangan sampai kita bisa buat tapi tidak bisa jual," katanya.
Ridwan mengakui pemerintah tengah menyiapkan data kondisi saat ini dan waktu yang diperlukan untuk menciptakan ekosistem hilirisasi di dalam negeri.
Pemerintah bahkan telah mengundang ahli pembangunan hingga asosiasi profesi untuk mengkaji kebutuhan investasi, lokasi dan durasi pembangunan, hingga investor potensial terkait pembangunan smelter dan industri hilir tin ingot.
Penyiapan Smelter
Di sisi lain, Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung itu mengungkapkan meski tin ingot sudah cukup hilir, namun smelter PT Timah yang mengolah bijih timah telah berusia sekitar 50 tahun sehingga perlu dilakukan upaya transformasi lebih lanjut.
"Setahu saya, smelter PT Timah itu dibangun tahun 1971, artinya 50 tahun lalu, pantas-pantas saja kalau pimpinan pemerintah mengatakan masak 50 tahun gitu-gitu saja? Harus ada langkah maju yang dilakukan," katanya.
Ridwan juga mengatakan pelarangan ekspor dilakukan sebagai wujud UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mengamanatkan hilirisasi.
"Kita juga perlu mempertimbangkan dampak penyerapan tenaga kerja. Kita perlu lapangan kerja yang banyak. Arahan ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat," katanya.
Ridwan pun mengimbau pelaku usaha di industri timah bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah. Ia juga meminta pengusaha menyiapkan diri, termasuk berkonsorsium membangun industri yang lebih hilir.
"Kemudian, yang menurut kami paling tidak saat ini, adalah penetrasi pasar. Timah kita sudah (diekspor) ke 26 negara. Kalau kita ekspor ingot-nya, apa yang mereka lakukan dengan ingot kita? Bisakah nanti ketika kita sudah produksi tin solder, tin chemicals, siapa yang mau beli produk kita. Bapak ibu pelaku industri ini bantu pemerintah supaya jangan sampai kita bisa buat, tidak bisa jual," katanya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada beberapa negara yang tak setuju dengan berbagai kebijakan pemerintah Indonesia.
Baca SelengkapnyaBahlil sudah mengecek ke Kementerian Perdagangan terkait izin ekspor nikel mentah tersebut, dan faktanya tidak ada izin yang terbit.
Baca SelengkapnyaTerjadi kondisi yang menimbulkan persaingan antara daerah.
Baca SelengkapnyaSetelah menghentikan ekspor bijih nikel, Indonesia berhasil membangun smelter, yang meningkatkan nilai ekspor nikel secara signifikan.
Baca SelengkapnyaKinerja ekspor Provinsi Bangka Belitung pada Februari hanya USD18,76 juta atau setara Rp298,42 miliar.
Baca SelengkapnyaHal ini dilakukan dalam rangka hilirisasi hasil bumi.
Baca SelengkapnyaSaat ini Indonesia belum memiliki UU tentang pengelolaan aset barang sitaan agar produktif.
Baca SelengkapnyaHasil kerja sama itu pun membuat aktivitas penambangan makin masif hingga akhirnya membuat negara rugi hingga Rp300 triliun.
Baca SelengkapnyaMenurut perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan nikel di Indonesia masih tersisa antara 10-15 tahun lagi.
Baca SelengkapnyaBerkembangnya hilirisasi Indonesia bikin China-Eropa ketar-ketir.
Baca SelengkapnyaSetelah melarang ekspor nikel, pemerintah telah melarang ekspor bauksit mentah ke luar negeri.
Baca SelengkapnyaUpaya hilirisasi bakal terkesan percuma jika pelaku pertambangan tidak menerapkan good mining practice dalam pengoperasiannya.
Baca Selengkapnya