Tolak pemeriksaan Ditjen Pajak, Google terindikasi tindak pidana
Merdeka.com - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan Google terindikasi melakukan tindak pidana usai menolak pemeriksaan pajak. Hal ini dilakukan usai Google mengembalikan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) dari Ditjen Pajak.
"Sebulan lalu mereka ingin coba lakukan action dengan melakukan pemulangan surat perintah pemeriksaan, artinya mereka menolak untuk diperiksa," kata Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Jakarta, Muhammad Haniv dalam acara Ngobrol bareng santai Wartawan di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (15/9).
Atas penolakan tersebut, kata Haniv, menjadi bukti awal pemeriksaan (Buper). "Kami investigasi karena menolak untuk diperiksa adalah indikasi pidana," tuturnya.
-
Apa Google itu? Google, yang kini menjadi elemen penting dalam kehidupan digital kita, diciptakan oleh dua inovator teknologi, Larry Page dan Sergey Brin.
-
Siapa yang Google ajak kerjasama? Dalam upaya implementasinya, Google menggandeng perusahaan asal India, Salcit Technologies, yang berfokus pada AI di bidang kesehatan pernapasan.
-
Apa Google menyatakan soal berhenti di Indonesia? Melansir dari Antara, tidak ditemukan pernyataan resmi terkait Google akan berhenti beroperasi di Indonesia imbas dari aksi boikot yang dilakukan.
-
Mengapa Google mengeluarkan peringatan keamanan? Google baru saja meluncurkan pembaruan keamanan pada bulan September, disertai peringatan bahwa sistem Android menghadapi ancaman.
-
Bagaimana cara menghapus akun Google? Dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (11/10) simak informasi selengkapnya cara menghapus akun Google dengan cepat dan mudah.
-
Siapa yang mulai meninggalkan Google? Minat generasi Z di Amerika Serikat (AS) untuk melalukan pencari informasi berita melalui platform Google terus mengalami penurunan.
Selain menolak diperiksa, lanjutnya, Google juga menolak penetapan status Badan Usaha Tetap (BUT). Haniv mengatakan pihaknya belum mengetahui alasan Google melakukan pemberontakan dari Ditjen Pajak.
"Ya tidak tahu mungkin mereka negosiasi atau dapatkan input dari mana jadi mereka nyatakan menolak untuk diperiksa dan menolak dinyatakan sebagai BUT," jelasnya.
Meski demikian, perusahaan teknologi informasi global lainnya sejauh ini masih bersifat baik dan tidak melakukan penolakan. "Yahoo, Facebook, Twitter masih berlanjut," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan Google terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Tiga. Dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) sejak 2011.
"Dia sebagai dependent agent Google Asia Pasifik di Singapura. Dia juga BUT, penghasilannya seharusnya kena PPh. Ini jadi pemeriksaan khusus oleh Ditjen Pajak Kanwil khusus."
Sedangkan, Yahoo sudah terdaftar di KPP Tanah Abang Tiga sebagai Badan Hukum dalam negeri. Dengan status PMA sejak 2009.
"Dalam menjalankan usahanya Yahoo sebagai dependent agent dari Yahoo Singapura maka dia berstatus BUT. Penghasilan yang diterima, menjadi penghasilan BUT PT Yahoo Singapura LTD Indonesia."
Lalu Facebook terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing (Bandora). Ini sebagai representative office dari Facebook Singapore sejak 2014.
"Dalam menjalankan usahanya Facebook bertindak sebagai dependent agent dari Facebook Singapore maka menjadi BUT."
Dan Twitter tercatat di KPP Badora sebagai representative office sejak 2015. Bertindak sebagai dependent agent dari Twitter Asia Pasifik Singapura sehingga tercatat sebagai BUT.
"Maka penghasilan twitter akan jadi penghasilan si BUT atau bagian penerimaan pajak kita. Maka dilakukan pemeriksaan khusus oleh Kanwil Jakarta Khusus."
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Semakin hari, modus penipuan pun semakin canggih. Dengan serapan teknologi yang tinggi di masyarakat, sekaligus membuka ruang bagi oknum-oknum penipu.
Baca SelengkapnyaGugatan Panji Gumilang Ditolak Hakim, Status Tetap Tersangka TPPU dan Aset Disita
Baca SelengkapnyaPemblokiran rekening wajib pajak merupakan bagian dari penagihan aktif.
Baca SelengkapnyaSelain rumah, MA juga meminta KPK mengembalikan uang bernilai ratusan juta rupiah kepada istri Rafael Alun.
Baca SelengkapnyaMA menyatakan menolak kasasi KPK terkait mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael dalam kasus kasus gratifikasi dan TPPU
Baca SelengkapnyaKasasi ini terkait kasus kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rafael Alun Trisambodo.
Baca SelengkapnyaHakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp3,7 miliar.
Baca SelengkapnyaWajib Pajak keluhkan penipuan mencatut nama Ditjen Pajak melalui file APK.
Baca SelengkapnyaGugatan itu dikabulkan dalam sidang permohonan praperadilan yang digelar di PN Jaksel dipimpin hakim tunggal Ahmad Samuar, Senin (27/5).
Baca Selengkapnya“Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara aquo,” kata Ade Safri
Baca SelengkapnyaBerlian justru mengingatkan konsekuensi dari sikap KPK yang belum juga menyerahkan SPDP kepada para tersangka.
Baca SelengkapnyaDwi menjelaskan selama proses pengusutan kasus ini juga telah dilakukan tahapan pengawasan.
Baca Selengkapnya