Wajar Defisit APBN Melebar Imbas Pandemi Covid-19, Jika Tidak Justru Bahaya
Merdeka.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal menyentuh angka 5 persen di 2021. Prediksi ini didasarkan pada membaiknya pertumbuhan ekonomi di 2020, meskipun dalam kondisi terkontraksi.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, kondisi ekonomi di 2020 merupakan hal yang wajar dialami Indonesia. Hal ini menandakan pemerintah bekerja keras mengendalikan pandemi.
"Wajar ketika belanja naik drastis, penerimaan negara turun drastis, kalau dicombine, hasilnya, ya, defisit APBN melebar. Dan defisit melebar ini suatu keniscayaan. Justru saya lebih khawatir defisitnya dikencengin, tidak boleh melebar, dan akhirnya pemerintah tidak melakukan apa-apa. Itu justru bahaya," jelas Piter dalam webinar PEN 2021: Dukungan Berkelanjutan Hadapi Pandemi, Rabu (24/2).
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa dicapai? Pengembangan kuantitas produksi berikut umumnya disebabkan oleh semakin majunya teknologi, adanya inovasi bisnis yang efisien serta eskalasi minat konsumen pada tren tertentu.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Apa pertumbuhan ekonomi RI di Kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Kenapa Pertamina perlu antisipasi gejolak ekonomi global? Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan tentunya kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus 85,7 dolar AS dan 90,5 dolar AS per barel.'Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai 100 dolar AS per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat,' lanjut dia.
Piter melanjutkan, jika pemerintah tidak melebarkan kontraksi ekonomi, maka ekonomi Indonesia akan jatuh lebih dalam. "Pada 2020 minusnya hanya 2,07 persen. Kalau pemerintah tidak melakukan apa-apa pada tahun 2020, tidak menggenjot stimulus lewat APBN, pasti akan terontraksi makin dalam," jelas Piter.
Dampaknya, lanjutnya, pengangguran akan semakin besar, begitu juga dengan kemiskinan. Lebih parah lagi, jika pemerintah memaksa 'menjaga' defisit APBN agar tidak melebar, Indonesia bisa dipastikan jatuh ke jurang krisis yang lebih dalam.
"Nah, upaya pemerintah sekarang ini sudah sangat baik, sudah on the track. Memang kita tidak bisa berharap pertumbuhan ekonomi akan langsung jump menjadi positif. Tapi pergerakannya (berangsur membaik)," jelas Piter.
Piter mencontohkan, pada triwulan ke-II, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi -5,3 persen. Namun, keadaannya membaik jadi -3 persen hingga -2 persen.
"Itu yang terjadi karena pandemi ini dan sudah menunjukkan arah perbaikan. Perbaikan juga terjadi di hampir seluruh sektor usaha," tandasnya.
Wamenkeu: Dunia Internasional Akui RI Sangat Disiplin Jaga Defisit APBN
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menyebut Indonesia terkenal dalam sejarah sebagai negara yang pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sangat disiplin dalam menjaga defisit. Defisit APBN di Tanah Air selalu di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita melakukan (defisit) itu sejak mengeluarkan Undang-Undang Keuangan Negara 2003. Kita sangat disiplin dunia internasional mengakui Indonesia itu sangat disiplin," kata dia dalam webinar di Jakarta, Selasa (29/9).
Namun dalam situasi pandemi Covid-19, pemerintah menyadari tidak bisa menjaga defisit APBN di angka 3 persen. Sebab penerimaan negara terkoreksi sangat dalam. Namun di satu sisi belanjanya harus naik. Sehingga mau tidak mau defisitnya pun menjadi membengkak.
"Situasi seperti Covid saat ini tidak mungkin menurunkan belanja-belanja malah menjadi tulang punggung APBN APBD. Karena itu belanjanya harus kita pastikan cukup dan bermanfaat," katanya.
Atas dasar itu lah, kemudian pemerintah mengeluarkan Perppu 1 Tahun 2020 yang kemudian telah disetujui menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang mengizinkan pemerintah melakukan defisit lebih dari 3 persen. Defisit diperlebar menjadi 6,34 persen.
"Defisit tersebut sampai dengan tahun 2022. Jadi bukannya tidak terbatas tapi terbatas sampai 2022 untuk menangani pandemi covid ini," tandas dia.
Reporter: Athika Rahma
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Per Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaKebijakan PPN 12 persen mengancam masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaDikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pengangguran karena para pengusaha mengurangi pekerjanya, karena menurunnya pendapatan perusahaan.
Baca SelengkapnyaKenaikan PPN dengan menggunakan single tarif dapat menyebabkan semakin menurunnya daya saing industri.
Baca SelengkapnyaSaid menyebut dari catatan Kementerian Ketenagakerjaan secara kumulatif sejak Januari-Juni 2024, gelombang PHK telah menghantam 32.064 pekerja.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani bilang, kehilangan 10 persen PDB akan memberikan konsekuensi yang tidak hanya mempengaruhi ekonomi.
Baca SelengkapnyaGerindra Optimis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Diperkirakan Lebih Baik
Baca SelengkapnyaShinta melihat regulasi ketenagakerjaan di Indoensia masih belum optimal.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif terhadap ekonomi baik pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil buruh.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, yang lebih parah lagi, pabrik-pabrik bisa gulung tikar karena tak mampu dengan kenaikan PPN tersebut
Baca SelengkapnyaPelemahan daya beli masyarakat kelas menengah karena kebijakan struktural pemerintah.
Baca SelengkapnyaPT Mandiri Sekuritas memperkirakan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akan tetap stabil di sekitar 5,1 persen pada tahun 2025.
Baca Selengkapnya