Wawancara Dirut Pos Indonesia: Transformasi Pak Pos di Era Digital
Merdeka.com - PT Pos Indonesia terus berupaya melakukan berbagai transformasi di tubuh perusahaan. Harapannya, perusahaan pelat merah ini dapat bersaing di tengah perkembangan teknologi informasi dan arena tarung bebas bisnis logistik.
Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero), Gilarsi Wahyu Setijono mengatakan, sejak mulai menjabat tahun 2015, dia dan insan Pos Indonesia telah menjalankan sejumlah transformasi. Mulai dari pembenahan infrastruktur hingga mendorong Pos untuk go digital.
Lalu, bagaimana dengan kompetitor? Dia mengakui bahwa melawan perusahaan-perusahaan teknologi yang baru tumbuh bukanlah strategi yang tepat.
-
Bagaimana PLN melakukan transformasi digital? 'Lewat transformasi digital, PLN mengubah proses bisnis menjadi lebih ringkas, sederhana dan transparan. Terdapat 13 transformasi digital yang telah dilakukan PLN secara end to end dari hulu hingga ke hilir,' tegas Darmawan.
-
Apa saja posisi lowongan di Pos Indonesia? Lowongan kerja yang tersedia mencakup berbagai posisi yang akan ditempatkan di luar Jawa.
-
Bagaimana cara BRI mendorong transformasi digital? Terdapat beberapa strategi yang dilakukan BRI dalam mendorong transformasi digital tersebut. Pertama, dengan mendorong digitalisasi proses bisnis internal. Dalam hal ini, BRI berupaya menyederhanakan proses bisnis dan meningkatkan efisiensi. Lalu selanjutnya, BRI mendorong new business model demi mendorong penciptaan value.
-
Kenapa Pos Indonesia membuka lowongan kerja? Pos Indonesia, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah beroperasi di sektor layanan pos dan logistik, kembali membuka kesempatan bagi para talenta muda untuk bergabung dan mengembangkan karier mereka.
-
Bagaimana cara melamar lowongan Pos Indonesia? Apabila Anda berminat dengan lowongan kerja di BUMN ini, segera kirimkan lamaran Anda melalui portal resmi di posindonesia.rakamin.com sebelum tenggat waktu yang telah ditetapkan.
-
Kenapa PLN bertransformasi digital? PLN menata proses bisnis lewat digitalisasi dari yang semula berserak, terfragmentasi, menjadi terkonsolidasi dan terintegrasi. Dari yang serba manual menjadi terdigitalisasi,“ ucap Darmawan.
Berikut wawancara khusus jurnalis Merdeka.com, Wilfridus Setu Embu dengan Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Gilarsi Wahyu Setijono.
Transformasi apa saja yang sudah dilakukan sejak Bapak masuk tahun 2015?
Sebenarnya kalau dihitung-hitung banyak. Tapi banyak itu tidak cukup cepat untuk berhadapan dengan transformasinya industri itu sendiri.
Contoh, di jasa layanan keuangan, Kita berusaha untuk hadir layanan ada di mobile. Di awal saya bergabung dengan Pos kita sudah mendorong, ayo user experience kita, kita perbaiki. Maka lahirlah yang namanya aplikasi 'Posgiro mobile' yang buat kita hadir secara mobile.
Upaya transformasi lain?
Kita juga punya giro. Kita coba modernkan supaya giro bisa digunakan oleh masyarakat untuk tidak hanya sekadar menyimpan uang tapi juga menjadi alat bayar. Termasuk untuk bisnis, untuk payroll. Ini kita (sedang) berjalan.
Tapi jangan lupa ketika kita melakukan transformasi ternyata ada orang lain yang lebih cepat dari kita. Ada yang namanya OVO lah, Go-Pay, Dana. Itu mereka hadir dan mereka tinggal adopsi saja yang secara praktik sudah dilakukan, bawa ke sini, bisnis modelnya ini.
Apa saja keuntungan atau kelebihan startup-startup digital itu?
Mereka jauh lebih cepat dan lebih punya keberanian, katakanlah untuk bakar uang. Karena belum tentu mereka dapat profit dari apa yang mereka lakukan, tapi mereka berani melakukan. Karena pressure katakan untuk melakukan dengan rugi itu di private sektor berbeda dengan BUMN.
Kalau di BUMN ini rugi itu suatu kondisi yang memang terpaksa rugi. Bukan didesain untuk rugi. Nah kita banyak melakukan inisiatif yang kalau dihitung banyak. Termasuk bagaimana mengubah mindset dari (pengiriman) surat (ke mindset pengiriman barang).
Apa perbedaan antara 'pola pikir surat' dan 'pola pikir barang'?
Cara berpikir surat itu apa? kepentingan ada di pengirim. Kalau barang kepentingan ada di yang menerima. Makanya bagaimana kita mengolah sedemikian rupa sehingga kiriman-kiriman itu berorientasi pada si penerima. Penerima bisa track, bisa trace posisi dimana, secara interaktif. Sudah bisa dilakukan. Pos lakukan itu.
Tapi ada orang lain yang lebih cepat dibanding kita sehingga itu memberikan user experience yang lebih baik. Tapi kita nggak punya way out lain. Itu yang harus didorong. Toh kehadiran pos tidak hanya di kota besar, kota kecil pun kita masih hadir dan Masyarakat di sana pun masih membutuhkan kita.
Jadi itu pun sudah (dilakukan). Apa yang orang lain di industri lakukan, pos sudah bisa lakukan. Tapi ingat kita itu ikut, bukan sebagai leader dalam proses transformasi. Orang bisa kita ikut gitu kan. Karena orang lain ini, berangkat dari kecil, transformasi, berpikir juga sangat free, mereka juga tidak ada financial pressure karena cara akuisisi pasar juga dengan cara yang berbeda.
Maka kita harus, 'eh kalau begitu kita tidak boleh bermain dengan cara yang sama. Kita harus melakukan dengan cara yang berbeda dong'. Kalau lakukan yang sama kita pasti kalah. Karena fix cost kita udah terlalu mahal. Sementara orang lain hampir tidak ada karena sifatnya kolaboratif. Kita enggak. 60 Persen dari biaya kita untuk karyawan. Itu kan berat sekali.
Strategi alternatif selain melawan startup-startup digital?
Yang kita pikirkan harus berbeda, bagaimana kita menyediakan basis infrastruktur kita ini, orang lain bisa connect ke kita. Kurir baru boleh connect ke kita. Siapa saja boleh connect. Jadi yang kita bangun adalah sebuah back bone. Mereka boleh melakukan bisnis, tapi di back bone tetap di Pos. Itu yang sedang kita coba bangun.
Jadi kalau kita membawa pos yang sudah terlanjur besar seperti ini berkelahi dengan startup-startup yang mereka punya fix cost yang relatif rendah, nggak akan pernah Pos menang. Karena ini kan betul-betul sesuatu yang sudah nggak ada monopolinya sama sekali. Ini betul-betul free market. Sementara merendahkan biaya pos bukan jawaban yang mudah dilakukan kita terkunci dengan beberapa Regulasi. Nah jadi kita harus berpikir agak berbeda.
Ini proses yang harus di-manage dengan penuh kehati-hatian dan kegigihan juga. Kalau pos itu menjadi kolaboratif partner dari startup itu akan jadi berbeda. Jadi biarlah startup tidak perlu berinvestasi untuk sesuatu yang sifatnya masif. contoh di dalam e-commerce landscape itu ada kebutuhan-kebutuhan fulfilment center (semacam gudang atau warehouse). Kita sudah punya itu. Nanti simpan di kita orang order kita antar.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PT Pos Indonesia (Persero) telah berusia hampir 3 abad.
Baca SelengkapnyaPenggunaan teknologi ini penting untuk meningkatkan kualitas layanan terhadap konsumen Pos Indonesia. Misalnya, mengantisipasi kerusakan barang paket kiriman.
Baca SelengkapnyaBudi Arie dan Gibran turut membahas tentang pengembangan ekonomi digital, termasuk dukungan terhadap startup dan UMKM dalam memanfaatkan teknologi digital.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, Indonesia harus mampu memanfaatkan potensi besar digital Indonesia untuk membawa kemajuan
Baca SelengkapnyaAtas sejumlah persoalan tersebut, Faizal fokus melakukan transformasi bisnis di segala lini Pos Indonesia.
Baca SelengkapnyaTransformasi digital juga tidak sekadar untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, namun menjadi langkah strategis memperkuat bangsa di era digital.
Baca SelengkapnyaNantinya perusahaan akan menawarkan program pensiun dini bagi karyawan yang terkena PHK.
Baca SelengkapnyaSetidaknya, ada beberapa langkah penting yang menjadi panduan transformasi digital layanan pemerintah.
Baca SelengkapnyaHal ini menandai langkah penting dalam pengembangan infrastruktur dan layanan digital di ibu kota baru Indonesia.
Baca SelengkapnyaGanjar menilai penanganan kemiskinan, lapangan pekerjaan dan pendidikan perlu akselerasi
Baca SelengkapnyaPT Pos Finansial Indonesia (POSFIN) dan PT Pos Logistik Indonesia (POSLOG) bersinergi.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi meminta agar aplikasi kementerian/lembaga disederhanakan.
Baca Selengkapnya