YLKI soal cukai rokok tak naik: Pemerintah abaikan perlindungan konsumen
Merdeka.com - Pemerintah secara resmi memutuskan untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada 2019 mendatang. Perhitungan cukai akan tetap menggunakan tingkat cukai yang telah ada sampai dengan 2018.
Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, keputusan pemerintah tersebut justru tidak berpihak kepada kepentingan konsumen. Kata dia, kebijakan itu justru bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang ada.
"Ini kebijakan yang antiklimaks, karena negara artinya abai terhadap perlindungan konsumen, baik yang sudah atau calon perokok," tuturnya di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (06/11).
-
Mengapa YLKI mendukung aturan baru BPOM? 'YLKI mendukung inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan konsumen dan memastikan produk yang beredar di pasaran aman dikonsumsi,' katanya.
-
Siapa yang mendorong kebijakan rokok? Lebih dari 100 pemangku kebijakan secara terbuka memihak industri rokok, dan sebagian di antaranya memiliki konflik kepentingan dengan industri tersebut,' jelas Manik.
-
Siapa yang memboikot produk? Sejumlah negara di Teluk dan negara mayoritas Islam memimpin dalam survei ini.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Kenapa kemasan rokok polos tanpa merek dianggap melanggar hak masyarakat? Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, menyoroti bahwa kebijakan tersebut mengabaikan hak-hak hidup masyarakat yang bergantung pada industri tembakau. Menurutnya, kemasan rokok polos tanpa merek berisiko mendiskriminasi kelompok-kelompok masyarakat kecil, termasuk pedagang asongan yang telah berkontribusi pada pendapatan negara melalui cukai.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
Tulus menambahkan, beban cukai rokok yang ada selama ini dibebankan kepada konsumen bukan kepada industri. Oleh sebab itu, kebijakan ini menurutnya hanya menunjukkan keberpihakan pada industri rokok. Keputusan ini, lanjut dia, juga akan meningkatkan populasi penyakit tidak menular yang salah satunya disebabkan oleh rokok.
"Prevalensi penyakit tidak menular seperti stroke, gagal ginjal, disebabkan salah satunya oleh rokok. Kalau cukai tidak naik, maka pemerintah mendorong agar prevalensi penyakit tidak menular ini terus meningkat," paparnya.
Tulus pun menegaskan, pemerintah telah mengabaikan nasib konsumen serta masyarakat Indonesia akibat pembatalan tarif cukai itu. "Salah satu masalah kesehatan masyarakat juga karena rokok, jadi negara di sini telah abai dalam kepentingan konsumen," terangnya.
Reporter: Bawono Yadika
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hal ini akan semakin memperburuk daya beli konsumen.
Baca SelengkapnyaHari ini kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, bahkan omzet pedagang turun dampak daya beli rakyat.
Baca SelengkapnyaTembakau sebagai ekosistem yang memiliki jutaan nasib.
Baca SelengkapnyaDengan adanya pelarangan menjual rokok secara eceran maka pengeluaran masyarakat akan semakin besar untuk membeli rokok.
Baca SelengkapnyaTarget dari Kemenkes di tahun 2030 penurunan jumlah perokok mencapai 5,4 persen di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPeredaran rokok perlu dikendalikan di tingkat masyarakat selaku konsumen.
Baca SelengkapnyaDari aspek ketenagakerjaan, industri rokok tidak sedikit menyerap tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaDampak ini terasa signifikan bagi tenaga kerja dan petani tembakau, yang selama ini menggantungkan hidup pada industri ini.
Baca SelengkapnyaDesakan kepada Kemenkes ini diambil setelah adanya kekhawatiran serius tentang dampak negatif aturan itu.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini dinilai tidak hanya berdampak pada industri hasil tembakau.
Baca SelengkapnyaKetua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman memandang, bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram.
Baca SelengkapnyaProduk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.
Baca Selengkapnya