Profil
Albertina Ho
Tak salah jika wanita berdarah Ambon ini disebut sebagai Srikandi Peradilan di Indonesia. Hampir seluruh kisah yang pernah mengupas kehidupan Albertina Ho menceritakan kerja keras, kegigihan, dedikasi, ketegasan, kesungguhan, keberanian, dan tanggung jawab yang luar biasa besar.
Namanya mulai disorot sejak menjadi Hakim dalam persidangan kasus Gayus Tambunan. Tak hanya sang tersangka yang menyita perhatian publik, namun juga wanita di belakang meja hijau yang tegas menangani perkara pelik dan tak gentar walau ribuan pasang mata menyorotnya.
Tak hanya kisahnya sebagai hakim wanita, jauh sebelum itu, perjalanan hidup Albertina Ho memang pantas dikagumi. Tak seperti layaknya gadis kecil yang biasa bermanja, perjuangan Albertina sudah dimulai sejak dirinya berumur 5 tahun. Di usia yang sangat belia ini, Albertina kecil sudah harus berpisah dengan orang tuanya. Bukan karena alasan biasa, namun justru demi menempuh pendidikan yang lebih baik. Dobo, Maluku Tenggara, dianggap tak bisa memenuhi pendidikan yang dibutuhkannya, sehingga sang nenek mengirimnya ke Ambon, Maluku.
Hidup jauh dari keluarga, tentunya hidup wanita kelahiran 1 Januari 1960 ini tak mudah. Menumpang di rumah saudara, itupun tak gratis. Selama sekolah, Albertina tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi karena harus menjaga warung kelontong di Pasar Ambon. Masa remajanya pun tak banyak berbeda, karena dirinya harus bekerja paruh waktu sebagai pelayan warung kopi demi membiayai hidup sembari menempuh pendidikan tingkat atas.
Ambon terbukti tak mampu menampung talenta sebesar Albertina. Tanpa ragu, wanita ini meninggalkan kampung halaman menuju Jawa, tepatnya Yogyakarta untuk meneruskan kuliah. Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada-lah yang menempa kemampuan dasar Albertina di bidang hukum, meski belum mampu menarik perhatiannya untuk menjadi hakim. Terbukti, Albertina lebih tertarik untuk menjadi dosen selepas kuliah dengan melamar di Universitas Brawijaya, Malang.
Nasib membawanya ke arah yang berbeda. Justru karena kesulitan finansial, Albertina berubah pikiran dan melamar sebagai Calon Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Di sinilah karir Albertina sebagai praktisi hukum dimulai, ketika dirinya diterima dengan status Calon Hakim di tahun 1986. Empat tahun berselang dan gelar Hakim pun disandangnya setelah lulus dan bertugas di Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah.
Kesempatan semakin terbuka lebar untuk wanita berambut ikal ini, dengan menjadi Hakim di Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah, juga Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah. Tahun 2005 menjadi masa istimewa bagi Albertina, karena kiprahnya kini mulai menaungi dunia hukum nasional. Prestasinya membawanya ke kursi Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial (Marianna Sutadi), yang dijabatnya sampai 2008. Walau tidak menangani perkara hukum secara langsung, ketegasan Albertina sangat nyata. Wanita ini dikenal tanpa pandang bulu menolak 'tamu' yang ingin menemui Marianna, dengan alasan larangan hakim bertemu dengan pihak yang berpekara.
Pengadilan rupanya tak bisa lama berpisah dari wanita ini. Tak lama, Albertina ditarik menjadi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang membawanya pada berbagai kasus yang disorot secara nasional. Salah satu yang paling mencolok adalah kasus Gayus Tambunan. Pembawaan dan ketegasan sang hakim, yang tak lain adalah Albertina, menjadi bahan pembicaraan berbagai pihak. Tanpa ragu, Albertina mengarahkan sidang langsung ke pokok masalah dengan wibawa, ketegasan dan kharismanya, walau ada banyak pihak yang terkait dalam kasus ini, nasional maupun internasional, yang tentunya akan selalu mengancam. Vonis 7 tahun penjara dan denda 300 juta rupiah dijatuhkan, mengakhiri masalah pelik ini.
Pendirian kuat Albertina juga terlihat ketika menangani kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Sigid Haryo Wibisono. Kasus ini dinilai cukup sensitif karena melibatkan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Namun, siapapun oknumnya, siapapun hakim yang berseberangan dengannya, Albertina dengan tegas menyatakan bahwa terdakwa harus dihukum berat karena secara tidak langsung turut merencanakan pembunuhan. Berbagai kasus semakin mengangkat namanya, termasuk kasus pelecehan Anand Khrisna, dan kasus mafia hukum Cirus Sinaga.
Sayangnya, karir Albertina di dunia hukum nasional tak berlangsung lama. Wanita ini dimutasi ke Pengadilan Negeri Sungai Liat, Bangka Belitung. Mutasi ini sempat memicu kontroversi dan mengundang berbagai pertanyaan, karena Albertina justru dipindahtugaskan saat karirnya sedang meningkat dan sukses menangani berbagai masalah hukum berat. Untuk meredam kontroversi sekaligus menjawab pertanyaan berbagai pihak, Mahkamah Agung menegaskan bahwa mutasi ini hal biasa. Tak hanya itu, Albertina sejatinya menduduki jabatan yang lebih tinggi sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sungai Liat karena prestasinya.
Riset dan Analisa oleh: Ellyana Mayasari