Profil
Ali Wardhana
Prof. Dr. Ali Wardhana adalah seorang guru besar untuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang lahir di Solo pada tanggal 6 Mei 1928. Beliau adalah mantan Menteri Keuangan RI pada era Orde Baru dalam pimpinan Presiden Soeharto kala itu. Beliau menjabat sebagai Menteri Keuangan RI sekurang-kurangnya selama 15 tahun, yakni sejak tahun 1968 hingga 1983. Kemudian beliau menjabat sebagai Menko Ekonomi, Industri, dan Pengawasan Pembangunan dalam periode 1983-1988.
Kepakaran beliau di bidang ekonomi telah diakui oleh dunia internasional dan membuat beliau terpilih menjadi ketua Board Governors Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional untuk periode 1971-1972. Beberapa tahun sebelumnya, tepat di tahun 1958, beliau menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan melanjutkan pendidikan di University of California. Beliau berhasil meraih gelar Master of Arts di University of California pada tahun 1961. Beliau juga berhasil menyelesaikan pendidikan doktoral dan mendapat gelar Ph.D di Universitas yang sama.
Beliau juga telah menulis beberapa karya ilmiah nasional maupun internasional yang telah dipublikasikan. Beberapa di antaranya adalah, Foreign Exchange and its Implications in Indonesia, Ekonomi dan Keuangan Indonesia (dipublikasikan pada Oktober 1957), Beberapa segi Transmigrasi Spontan di Indonesia, Ekonomi dan Keuangan Indonesia (dipublikasikan pada Februari 1957), Inflasi dan Ketegangan-Ketegangan Strukturil, dan Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan (dipublikasikan pada 1965).
Beliau pernah menjadi saksi dari pihak jaksa dalam perkara gugatan perdata pemerintah terhadap pemerintahan orde baru dan Yayasan Supersemar. Dalam kesaksian yang beliau lakukan, beliau membenarkan adanya pengalihan dana laba sebesar lima persen ke Yayasan Supersemar setelah mengalami pemotongan pajak dari beberapa BUMN.
Pengalihan dana tersebut didasarkan atas keputusan No.333 Tahun 1978 yang beliau lakukan kala menjabat sebagai Menteri Keuangan. Beliau pernah menolak untuk mengeluarkan keputusan tersebut, namun Presiden Soeharto mendesak beliau untuk mengeluarkannya.
Riset dan Analisis: Galih Setyo Pribadi