Film horor Indonesia tidak laku, tapi kok terus diproduksi
Film Horor Indonesia tidak menjual karena dibuat oleh orang-orang yang tidak punya skill filmmaking.
Film bergenre horor nampaknya menjadi salah satu tayangan yang memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan film-film genre lainnya. Hal itu terlihat bukan hanya orang dewasa, anak kecil pun berlomba-lomba membeli tiket dengan harga terbilang cukup mahal untuk seusia mereka, agar tak kehabisan dan bisa menikmatinya.
Sayang, keadaan itu hanya berlaku untuk film horor produksi luar, bukan produksi negeri sendiri. Peminat film horor buatan Indonesia nampak hanya secuil. Itu terlihat dari jomplangnya pembelian tiket bioskop dibandingkan film horor ciptaan luar. Seolah tak laku, namun film horor Indonesia terus dipaksakan dengan melulu diproduksi.
Menanggapi hal tersebut, Sutradara, Penulis Skenario, sekaligus Produser terkemuka dari Indonesia, Joko Anwar, memaparkan mengapa orang Indonesia lebih memilih film horor luar dibanding buatan negeri sendiri. Jawabannya simpel, karena kualitasnya.
"Orang lebih tertarik nonton film horor (atau genre lain) produksi luar karena kualitasnya lebih baik tentunya. Skenarionya dibuat dengan baik, dengan penyutradaraan yang apik dan akting yang natural. Contohnya Conjuring 2," kata Joko Anwar kepada merdeka.com, Jumat (17/6).
Joko Anwar mengungkapkan, penentuan kualitas ini tentunya berlaku untuk semua genre film, bukan hanya horor saja. Penonton akan peduli dengan filmnya kalau mereka peduli dengan karakter-karakter dalam film tersebut. Menurutnya, ini hanya bisa dicapai kalau karakternya believable, yakni setiap tindakan mereka motivasinya jelas.
"Kalau film horor Indonesia kebanyakan, karakter-karakternya nggak jelas motivasi tiap adegannya. Ditambah akting yang kaku, skenario yang ditulis dengan bodoh, dan sutradara yang nggak paham cara menyutradarai," paparnya.
Karena para pekerja film ini tidak menguasai teknik filmmaking, ungkap Joko Anwar, maka terciptalah mereka membuat film dengan formula-formula bodoh. Dia mencontohkan seperti setiap 5 menit sekali harus muncul hantu. Padahal menurutnya, mau muncul hantu tiap 5 detik pun kalau penonton nggak peduli sama karakter-karakternya, nggak akan jadi tontonan yang asik.
"Jadi Film Horor Indonesia tidak menjual karena dibuat oleh orang-orang yang tidak punya skill filmmaking dan tidak mengerti cara bercerita secara sinematis," paparnya.
Akan hal ini lah Joko Anwar juga memaparkan bahwa tak ada jaminan sebuah film dikatakan sukses atau tidaknya hanya sesuai genre. Semua film bisa saja tak laku dan bisa saja sukses, tergantung kualitas dan skill filmmarking itu sendiri.
"Tidak ada jaminan akan laku atau tidak laku berdasarkan genre (genre action, horror, fantasi, komedi dan lainnya). Tidak ada juga yang bisa memastikan bahwa film akan laku atau tidak laku karena genre atau pun konten. Kalau ada ilmu yang bisa mastikan film akan laku, pastinya semua akan belajar ilmu itu,' ucapnya.
"Kenapa produser film horor terus berproduksi? Jawabannya ya sama saja dengan kenapa produser film lain terus berproduksi," tutupnya.