Di Meksiko kepala kepolisian lebih bersih dan rekeningnya kurus
Pemilihan kepala kepolisian federal, setingkat Kapolri, di Meksiko perlu ditiru pemimpin negeri ini.
Warga negeri ini tengah dibuat resah dengan penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) menggantikan Jenderal Polisi Sutarman. Pemilihan ini sudah dipastikan dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri yang melakukannya.
Keresahan ini wajar sebab Budi disinyalir bermasalah. Dia diduga memiliki rekening 'gendut' yakni harta tidak bisa dipertanggungjawabkan dari mana datangnya. Tudingan ini tentulah harus dibuktikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun anehnya Jokowi tak melibatkan keduanya. Presiden seolah khawatir rapot merah Budi terbongkar.
Ditambah Budi pernah menjadi ajudan dan orang dekat pembina Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Apalagi PDIP tak menampik sosok lelaki berkumis itu memang dekat dengan sang 'ibu suri'. Janji Jokowi untuk buka-bukaan soal pejabat pemerintahan dia ternyata nol besar. Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar menyebut Jokowi aneh dan tidak transparan. "Pejabatnya dia (Jokowi) ada yang lewat KPK dan ada yang tidak. Padahal janji kampanyenya bakal mencari orang terbaik serta anti-korupsi," ujar Zainal saat berbincang dengan merdeka.com (12/1).
Untuk kasus ini nampaknya Jokowi harus belajar banyak dari mantan Presiden Meksiko Felipe Calderon. Saat memimpin pada 2006-2012 ribuan polisi federal terlibat dalam tindak pidana korupsi dipecat. Bahkan menjelang lengsernya dia memerintahkan untuk memecat sekitar 3.200 baik anggota hingga pejabat kepolisian.
Calderon menunjuk seorang perempuan yakni Maribel Cervantes yang berpengalaman di bidang ilmu komunikasi dan menjadi intelijen penanganan terorisme. Dia juga mendapat pelatihan militer dan wanita pertama menjadi kepala kepolisian federal (setingkat Kapolri).
Cervantes memiliki prestasi memberantas korupsi di jajaran kepolisian sejak terpilihnya Calderon. Meski keduanya tidak saling dekat namun kegigihan Cervantes dipercaya Calderon mampu membantunya dalam memerangi perang antar kartel narkotika hingga pejabat keamanan yang melakukan praktik rasuah.
Setelah Calderon digantikan Presiden Enrique Pena Nieto, Cervantes masih tetap dipercaya memegang posisi penting itu. Dari lansiran situs eleconomista.com.mx (8/8/2012) Nieto memindahkan posisinya sebagai anggota intelijen dan digantikan dengan Manuel Mondragon. Situs itu juga melaporkan harta milik Cervantes selama menjabat sebagai kepala kepolisian federal hanya sekitar Rp 920 juta.
Mondragon yang menggantikan Cervantes tak kalah garang memberantas rasuah. Di tangannya, pemerintah Meksiko lebih banyak lagi memecat petugas kepolisian mereka. Sebelas dua belas dengan Cervantes yang netral, Mondragon juga bukan pendukung Nieto. Dia menganggap pekerjaannya atas nama profesionalitas. Namun Mondragon terpaksa mundur dari jabarannya lantaran kasus sepele yakni kaburnya lima tahanan terlibat kartel obat-obatan terlarang dari Penjara Ceferesco di Kota Ciudad Juarez pada tahun lalu.
Posisi Mondragon segera digantikan oleh Rubido Monte Alejandro Garcia. Sama dengan dua pejabat kepolisian federal sebelumnya Garcia juga bukan orang dekat Nieto. Penunjukan ini berdasarkan prestasi Garcia memimpin jajaran bidang keamanan negara dan memiliki laporan bagus soal stabilitas dalam negeri. Garcia juga dikenal sebagai pejabat bersih dan satu visi dengan Nieto yakni memberantas korupsi. Dia malah membuat peraturan dan hukuman lebih berat jika yang melakukan tindak rasuah itu anggotanya sendiri.
Melihat dari pengalaman Meksiko menunjuk kepala kepolisiannya Jokowi seharusnya memiliki kekuatan memilih seorang dikenal tegas dan bersih. Bukan calon dengan catatan buruk rekening gendut serta orang dekat 'ibu suri'. Berani?