Indonesia merasa tak ada tekanan internasional terkait vonis Ahok
Kementerian Luar Negeri RI menyatakan pihak asing tidak bisa mencampuri sistem hukum Indonesia.
Perkara penodaan agama membelit Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau kerap disapa Ahok, hingga dijatuhi putusan dua tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, ternyata belum bisa mengakhiri kemelut selama Pilkada. Vonis buat mantan Bupati Belitung Timur itu dianggap tidak adil oleh banyak pihak di dalam maupun luar negeri.
Mulai dari perwakilan negara sahabat, anggota parlemen Belanda, Uni Eropa, Amnesty International, hingga Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa menyayangkan babak akhir peradilan buat Ahok. Namun, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan tidak merasa ada desakan bagi Indonesia sebagai dampak keputusan diambil pengadilan.
"Saya tidak melihat tekanan. Kalau kita lihat Uni Eropa, mereka menghormati yang saat ini tengah berlangsung dan mendorong kita menjaga keharmonisan toleransi di Indonesia," kata Juru Bicara Kemlu RI, Armanatha Nasir, Rabu (10/5).
Armanatha menyatakan, walau bagaimana pun Indonesia tetap menghargai pendapat pihak-pihak di dalam negeri dan dunia tentang kasus penodaan agama dilakukan oleh Ahok. Namun, itu bukan berarti pemerintah Indonesia atau pun pihak asing bisa ikut campur dan mempengaruhi proses perkara membelit Ahok.
"Mereka mencatat langkah hukum dan tidak minta adanya intervensi hukum," kata Armanatha.
Armanatha menyatakan kini semua pihak harus menghormati putusan hukum, dan langkah-langkah selanjutnya akan diambil Ahok.
Ahok, panggilan Basuki, dituduh melakukan penistaan agama di Kepulauan Seribu sebelum kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta. Dia menyitir Surat Al-Maidah ayat 51 dan rekamannya diunggah ke situs berbagi video, Youtube. Ucapan dia lantas diperkarakan dan terus bergulir selama berlangsungnya Pilkada DKI Jakarta. Dia lantas menjadi tersangka, dan perkaranya dibawa ke meja hijau hingga didakwa. Pada 9 Mei 2017, majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara buat Ahok. Hal itu lebih berat ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yakni satu tahun penjara dengan masa percobaan.