Luka Kristus di Ma'lula
Seorang selamat karena mau bersyahadat, tiga lainnya dibunuh lantaran menolak berganti Tuhan.
Hingga bulan lalu, Ma'lula masih tenang dan damai meski wilayah lain di Suriah dilanda perang saudara. Sejumlah pelancong tetap mengunjungi kota kecil berjarak 56 kilometer timur laut Ibu Kota Damaskus ini.
Ma'lula kota bersejarah. Kota berpenduduk sekitar dua ribu orang ini - mayoritas penganut Nasrani - memiliki dua biara tua penting: Mar Sarkis bagi pemeluk Katolik Yunani dan Mar Thecla buat Yunani Orthodoks.
Lebih dari itu, Ma'lula bersama dua kota kecil bertetangga Bakh'a dan Jubba'din masih melestarikan bahasa Aramaik. Bahasa berusia tiga ribu tahun ini juga dipakai semasa Yesus hidup.
Namun ketenangan Ma'lula terusik awal bulan ini. Pemberontak dari kelompok Jabhat an-Nusra masuk dan berniat menguasai daerah itu. Mereka tiba Rabu subuh pekan lalu.
"Mereka berteriak, 'Kami dari Jabhat an-Nusra telah hadir untuk membuat hidup kalian kaum kafir menyedihkan,'" kata perempuan bernama Marie kepada kantor berita AFP, seperti dilansir surat kabar the Washington Times kemarin.
Jabhat An-Nusra mengaku terkait dengan jaringan Al-Qaidah bikinan mendiang Usamah Bin Ladin. Kelompok ini tidak sekadar ingin menumbangkan Presiden Basyar al-Assad. Mereka berambisi mendirikan negara Islam di Suriah. An-Nusra telah menguasai Kota Raqqa, kota pertama sepenuhnya jatuh ke tangan pemberontak.
Pertempuran pertama pecah setelah anggota An-Nusra meledakkan diri di pos pemeriksaan tentara pemerintah. Mereka akhirnya berhasil menguasai pos itu dan melumpuhkan dua tank.
Suasana berubah mencekam. Menurut Adnan Nasrallah, penduduk setempat, orang-orang berikat kepala An-Nusra menembak serampangan. Seorang di antara mereka menodongkan pistol ke arah kepala tetangga Nasrallah.
Lelaki malang tak disebutkan identitasnya itu dipaksa bersyahadat. Takut nyawa melayang, dia terpaksa berganti Tuhan. "Setelah itu mereka tertawa senang sambil berkata, 'dia bagian dari kita sekarang,'" ujar Nasrallah, selama 42 tahun membuka usaha restoran di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat.
Selepas itu dia pulang ke Suriah untuk memajukan wisata negeri itu. Dia membangun sebuah wisma di Ma'lula dan menggelontorkan USD 2 ribu buat mendirikan kincir angin buat menghasilkan listrik di sana. "Mimpi saya lenyap bersama kepulan asap."
Nasib Rasya lebih tragis lagi. Tunangannya, Atef, dibunuh karena tidak mau masuk Islam. Dia mengetahui hal itu langsung dari anggota An-Nusra ketika menghubungi telepon seluler kekasihnya itu.
"Selamat pagi Rasy," kata seorang lelaki menjawab panggilan teleponnya. "Apakah kamu tahu tunanganmu adalah anggota shabiha (milisi propemerintah) dan kami sudah menggorok dia.Yesus tidak datang untuk menyelamatkan dia."
Selasa malam lalu, milisi An-Nusra keluar dari Ma'lula. Mereka berjanji tidak akan kembali dengan syarat pasukan pemerintah juga tidak ada di kota itu.
Ribuan warga Ma'lula kemarin mengantarkan tiga jenazah orang Kristen dibunuh oleh An-Nusra ke pemakaman di Damaskus. "Ma'lula adalah luka Kristus," teriak mereka sepanjang jalan.