Pasien di AS Meninggal Setelah Terima Donor Paru-Paru Terinfeksi Virus Corona
Seorang perempuan di Michigan meninggal 61 hari setelah menerima donor sepasang paru-paru yang terinfeksi virus corona, menurut sebuah laporan kasus yang diterbitkan bulan ini.
Seorang perempuan di Michigan meninggal 61 hari setelah menerima donor sepasang paru-paru yang terinfeksi virus corona, menurut sebuah laporan kasus yang diterbitkan bulan ini.
Tak ada indikasi pendonor tersebut, seorang perempuan yang mengalami kecelakaan fatal, terinfeksi Covid-19. Hasil rontgennya menunjukkan bagian dadanya bersih, dan hasil tes usap atau nasal Covid-19 dinyatakan negatif.
-
Apa yang dimaksud dengan 'paru-paru basah'? Apa yang masyarakat sebut sebagai paru-paru basah sebenarnya adalah kondisi yang disebut efusi pleura.
-
Apa penyebab utama paru-paru basah? Paru-paru basah adalah kondisi medis yang sering menjadi perhatian banyak orang, terutama karena banyaknya mitos yang mengelilinginya. Dokter spesialis bedah toraks kardiak dan vaskular dari RSUP Fatmawati Jakarta, dr. Ermono Superaya Sp. BTKV, berbicara untuk meluruskan beberapa mitos tersebut, termasuk mitos yang mengaitkan kebiasaan tidur di lantai dan menggunakan kipas angin menghadap badan dengan paru-paru basah. Menurut dr. Ermono, paru-paru basah bisa terjadi karena adanya infeksi pada paru-paru atau penyakit jantung yang menyebabkan adanya air di paru-paru, bukan semata karena sering tidur di lantai.
-
Bagaimana rokok merusak paru-paru? Akumulasi zat-zat berbahaya dari asap rokok dalam jangka panjang menyebabkan iritasi dan peradangan kronis pada paru-paru, mengurangi kemampuan organ ini untuk bekerja dengan optimal.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Bagaimana cara mencegah Covid Pirola? CDC menyarankan masyarakat untuk melindungi diri dari virus ini karena masih belum jelas tentang seberapa pesat varian ini dapat menyebar. Untuk itu, sebagai tindakan pencegahan masyarakat diminta untuk melakukan hal berikut:• Dapatkan vaksin Covid-19.• Jalani tes Covid.• Cari pengobatan jika Anda mengidap Covid-19 dan berisiko tinggi sakit parah• Jika Anda memilih untuk memakai masker, kenakan masker berkualitas tinggi yang pas di hidung dan mulut.• Tingkatkan ventilasi udara.• Selalu mencuci tangan usai beraktivitas.
-
Apa gejala Covid Pirola? Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, diketahui belum ada gejala yang spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz, dilansir dari Liputan 6.Namun, tetap saja ada tanda-tanda yang patut untuk Anda waspadai terkait persebaran covid Pirola. Apabila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah, maka gejala covid Pirola adalah sakit tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, batuk dengan atau tanpa dahak, dan sakit kepala.
Tapi para dokter yang melakukan transplantasi paru-paru di University Hospital di Ann Arbor, Michigan, musim gugur lalu mulai mempertanyakan hasil tersebut ketika kondisi pasien mereka memburuk. Mereka menyimpulkan pendonor tersebut terinfeksi Covid-19 – dan paru-parunya tak hanya menginfeksi pasien transplantasi, tapi juga dokter bedahnya.
Ini adalah kasus terkonfirmasi pertama pasien tertular virus corona dari pasien pendonor organ, menurut penulis laporan yang telah mendapat ulasan sejawat itu, yang diterbitkan di The American Journal of Transplantation pada 10 Februari. Kaiser Health News dan NBC News melaporkan kasus tersebut pada Sabtu.
“Kami ingin komunitas transplantasi hati-hati ini bisa terjadi, dan juga mungkin ada hal yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan keberhasilan kita dalam proses pemeriksaan pasien Covid,” jelas dokter bedah, Dr Jules Lin, salah satu penulis laporan tersebut dan direktur bedah program transplantasi paru-paru di Michigan Medicine, sistem kesehatan Universitas Michigan, dikutip dari The New York Times, Kamis (25/2).
Laporan tersebut menyampaikan, para profesional kedokteran seharusnya mempertimbangkan untuk mengetes paru-paru donor apakah terinfeksi virus corona menggunakan sampel dari sistem pernapasan bagian bawah, yang meluas ke paru-paru - di luar jangkauan usap hidung. Jenis tes ini, yang tak direkomendasikan untuk masyarakat umum, tak selalu tersedia; saat ini, hanya sekitar sepertigas pendonor paru-paru yang dites menggunakan cara ini.
Dr. David Klassen, kepala kedokteran United Network for Organ Sharing, NGO yang mengelola sistem transplantasi, mengatakan kasus ini di Michigan "sangat signifikan" meskipun jarang.
“Kami ingin meminimalisir kemungkinan terulangnya kembali kasus ini,” jelasnya.
Klassen mengatakan, setiap pendonor organ di AS dites virus corona dengan cara tertentu. Tes tak dilakukan dokter bedah transplantasi, sebaliknya, mereka biasanya diawasi oleh kelompok nonprofit yang dikenal sebagai organisasi pengadaan organ, yang beroperasi di seluruh Amerika Serikat.
Peristiwa langka
Asosiasi Organisasi Pengadaan Organ merujuk agar pertanyaan diajukan ke Gift of Life Michigan, yang tidak terlibat dalam kasus ini. Kepala petugas klinisnya, Bruce Nicely, mengatakan banyak laboratorium menolak untuk menjalankan sampel dari paru-paru bagian bawah pada awal pandemi, khawatir prosedur tersebut dapat berkontribusi pada penyebaran virus corona.
“Menanggapi rekomendasi penelitian, kami semua meminta rekomendasi yang meningkatkan keamanan dan mengurangi risiko infeksi,” jelas Nicely seraya menambahkan bahwa organisasinya telah menemukan mitra laboratorium yang mampu melakukan pengujian saluran sistem pernapasan bagian bawah.
Beberapa fasilitas kesehatan tidak memiliki sumber daya untuk mengetes Covid-19 saluran pernapasan bawah pendonor dengan cepat. Mengingat kendala tersebut, pendonor paru-paru tidak diwajibkan untuk dites dengan cara ini.
Dari hampir 40.000 transplantasi organ yang dilakukan di Amerika Serikat tahun lalu, operasi di Michigan adalah satu-satunya kasus yang dikonfirmasi penerima tertular virus corona dari pendonor.
“Penting untuk ditekankan bahwa ini, untungnya, peristiwa langka,” kata Dr. Daniel R. Kaul, seorang penulis penelitian dan spesialis penyakit menular di Michigan Medicine.
Kasus tersebut, lanjut Kaul, hendaknya tidak menghalangi orang untuk mendapatkan transplantasi yang bisa menyelamatkan nyawa mereka.
Dokter bedah tertular Covid-19
Kaul mengatakan, penerima organ yang sempat mengidap penyakit paru obstruktif kronik tersebut ternyata telah berhasil dioperasi hingga kondisinya memburuk beberapa hari kemudian.
“Tiba-tiba, dia demam, tekanan darah rendah, pneumonia,” jelas Kaul.
“Saya tidak yakin apa yang sedang terjadi.”
Ketika tes lebih lanjut menunjukkan perempuan itu menderita Covid-19, para dokter memeriksa pendonor paru-paru tersebut. Tes usap hidungnya menunjukkan hasil negatif sebelum transplantasi, tetapi tes tersebut tidak mencakup semuanya. Para dokter perlu menemukan cara untuk mengetes pendonor tersebut.
Ternyata, mereka memiliki apa yang mereka butuhkan: spesimen dari saluran pernapasan bagian bawah perempuan yang meninggal itu. Michigan Medicine secara teratur mengumpulkan sampel seperti itu dari pendonor paru-paru untuk mengetesnya - bukan untuk Covid-19, tetapi untuk ureaplasma, bakteri yang dapat menyebabkan sindrom langka.
Para dokter menemukan bahwa mereka masih memiliki cukup sampel donor untuk menguji virus corona. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendonor memang telah terinfeksi virus, dan analisis urutan gen menunjukkan bahwa pasien tertular virus dari paru-paru pendonor.
Begitu pula dengan Dr. Lin, yang telah memakai masker bedah selama operasi transplantasi. (Laporan yang dia tulis bersama merekomendasikan agar pusat transplantasi mempertimbangkan manfaat memakai masker N95 selama prosedur berjam-jam, bahkan jika donor telah dites negatif untuk virus corona.) Dia menghabiskan beberapa minggu untuk memulihkan diri dari infeksi di rumah. Untungnya infeksi tersebut belum menyebar ke rekan kerja atau anggota keluarganya.
Pasien transplantasi tersebut, yang rentan setelah operasi besar, tidak sembuh meskipun dokter berupaya menyelamatkannya dengan serangkaian perawatan termasuk plasma penyembuhan, steroid dan remdesivir.
Para dokter sekarang berharap laporan kasusnya akan mendorong lebih banyak profesional medis untuk memperkuat standar pengujian virus corona untuk donor organ, meskipun ada kesulitan logistik.
“Menurut saya ini adalah hambatan yang harus kita atasi,” ujar Dr Lin.
“Demi keselamatan pasien kita.”
(mdk/pan)