Perintah eksekutif Trump salahi prinsip toleransi beragama di AS
Perintah eksekutif Trump salahi prinsip toleransi beragama di AS, karenanya diharapkan kebijakan tersebut segera dicabut permanen. Perintah itu dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat AS.
Penangguhan perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat pelarangan tujuh negara yang masuk negaranya, membuat warga negara tersebut bernapas lega. Kendati demikian, Trump sepertinya tidak menyerah dan akan tetap melakukan berbagai upaya agar kebijakannya diberlakukan.
Menanggapi hal tersebut Asosiasi Alumni Program Beasiswa Amerika-Indonesia (ALPHA-I) menyatakan ketidaksetujuan terhadap perintah eksekutif tersebut, karena perintah itu bertentangan dengan prinsip dasar yang menjadi landasan demokrasi AS.
-
Apa yang diramalkan tentang Donald Trump? Roberts menunjukkan bahwa Trump mungkin lebih fokus pada kekalahannya di masa lalu dibandingkan peluang yang ada saat ini. Maksudnya adalah Trump diramalkan bakal kalah di pemilu presiden tahun ini.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Apa yang terjadi kepada Donald Trump saat sedang berkampanye? Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump ditembak. Peristiwa tersebut terjadi kala Trump sedang kampanye Pilpres AS di depan pada pendukungnya di Butler, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada Sabtu (14/7).
-
Kapan Donald Trump diramal? Jauh sebelum Donald Trump mengalami penembakan saat kampanye, pada Januari 2024 lalu, ia pernah diramal.
-
Dimana peristiwa penembakan terhadap Donald Trump terjadi? Peristiwa tersebut terjadi kala Trump sedang kampanye Pilpres AS di depan pada pendukungnya di Butler, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada Sabtu (14/7).
-
Apa yang dikatakan Donald Trump tentang dirinya dan Israel? "Saya presiden terbaik dalam sejarah Israel. Tidak ada yang melakukan apapun seperti yang saya lakukan ke Israel," kata Trump Maret lalu dalam wawancaranya dengan Israel Hayom.
"Selama ini AS dikenal dengan prinsip kemanusian, kebebasan dan kesetaraan dalam demokrasinya. Selain itu, perintah ini juga berpotensi menimbulkan diskriminasi, pelabelan, dan profiling terhadap semua komunitas," kata Sekretaris Jenderal ALPHA-I, Yossa Nainggolan saat menggelar jumpa pers di Bakoel Koffie, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/2).
Sebagai alumni Universitas Oregon jurusan Kebijakan Politik Luar Negeri, perintah ini bisa menjadi jurang politik eksekutif dan menimbulkan permusuhan. Padahal selama ini para pemimpin politik, cendekiawan dan aktivis telah menjembatani permasalahan ini.
"Kami meyakini perintah ini tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat AS. Sebab kami merasakan sendiri bagaimana keramah tamahan rakyat AS selama kami belajar di sana. Ini bisa menghambat prinsip yang selama ini kami berusaha tegakkan," ungkap Yossa.
Hal serupa juga diungkapkan oleh salah satu mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di Negeri Paman Sam, Testriono. Saat dihubungi melalui telewicara, Testriono mengungkapkan pendapatnya.
"Selama ini kami hidup tanpa diskriminasi di AS. Tetapi dengan adanya perintah eksekutif ini, nilai kebebasan dan kesetaraan jadi terganggu. Seharusnya presiden bisa memberi contoh bahwa demokrasi AS benar-benar menghargai diversity dan equalisme," jelas Testriono.
"Tidak seharusnya ada kebijakan yang menganggap kelompok agama tertentu sebagai teroris sehingga diperlakukan tidak adil," sambungnya.
Terstriono berharap, Trump bisa menarik kembali lagi kebijakan ini agar tidak ada diskriminasi terutama dalam hal agama di muka dunia.
"Kamu berharap perintah eksekutif ini bisa dicabut sesuai dengan tuntutan masyarakat AS dan dunia," tandasnya.
(mdk/che)