Dampak yang Bakal Dirasakan Jika Donald Trump Terpilih Jadi Presiden Amerika Serikat
Sebagian orang AS yang takut jika Trump kembali menjabat sebagai presiden.
Amerika Serikat tengah melakukan penghitungan suara pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dalam pemilihan ini Kamala Harris dan Donald Trump bersaing untuk memperebutkan Gedung Putih.
Kendati begitu, sebagian orang AS yang takut jika Trump kembali menjabat sebagai presiden. Apabila Donald Trump kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan keduanya sebagai Presiden, dampaknya diprediksi akan terasa tidak hanya dalam kehidupan domestik Amerika Serikat, tetapi juga pada tatanan dunia.
Melansir dari Guardian, Trump dikenal memiliki pandangan kebijakan yang jauh ke arah kanan arus utama Amerika dalam banyak isu, dan gaya kepemimpinannya yang kontroversial diperkirakan akan membawa perubahan besar di berbagai bidang, mulai dari imigrasi, lingkungan, hingga hak-hak sipil.
Dalam bidang kebijakan dalam negeri, Trump berkomitmen untuk mengambil langkah ekstrem pada sejumlah isu. Misalnya, dalam kebijakan imigrasi, Trump menjanjikan adanya penggerebekan dan deportasi massal.
Dia berencana untuk memperluas kebijakan imigrasinya yang kontroversial, termasuk kemungkinan larangan perjalanan terhadap negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.
Selain itu, Trump juga berambisi untuk menggelar "operasi deportasi terbesar dalam sejarah Amerika," yang menjadi salah satu sorotan utama dalam konvensi nasional Partai Republik baru-baru ini.
Meskipun ia tidak mengungkapkan rincian lengkap dari rencananya, Trump menyatakan bahwa visinya bisa mencakup penggunaan kekuatan militer dalam penegakan hukum imigrasi dan pengamanan perbatasan.
Abai Krisis Iklim
Sementara itu, dalam kebijakan lingkungan, Trump tampaknya akan memperlonggar regulasi yang terkait dengan perlindungan lingkungan.
Pada masa jabatan pertamanya, Trump menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap isu perubahan iklim dengan menarik AS dari Kesepakatan Iklim Paris dan membongkar berbagai peraturan lingkungan yang telah diterapkan oleh pendahulunya.
Jika kembali terpilih, sangat mungkin ia akan melanjutkan pendekatan serupa, yang berdampak negatif pada upaya global untuk mengatasi krisis iklim.
Trump juga diperkirakan akan melanjutkan pendekatan agresifnya terhadap kebebasan pers. Pada masa jabatan pertamanya, Trump secara konsisten menyerang media arus utama yang ia sebut sebagai berita palsu dan musuh rakyat.
Pada bulan ini, Trump bahkan menuntut agar lisensi CBS News dicabut karena menayangkan wawancara yang diedit dari kandidat Partai Demokrat, Kamala Harris. Pengamat media mengkhawatirkan bahwa kebebasan pers di AS dapat semakin terancam di bawah kepemimpinan Trump, yang tampaknya berusaha untuk menekan media yang menentangnya.
Batasi Izin Aborsi hingga Diskriminasi Kaum Marjinal
Dalam isu sosial, kebijakan Trump diperkirakan akan berdampak besar pada hak-hak LGBTQ+ dan kebijakan aborsi. Setelah Mahkamah Agung AS membatalkan keputusan Roe v. Wade pada tahun 2022, banyak negara bagian yang melarang aborsi hampir sepenuhnya.
Jika Trump terpilih kembali, pembatasan federal terhadap aborsi mungkin akan diterapkan secara lebih ketat. Meski Trump sendiri pernah mengubah-ubah pandangannya terkait larangan aborsi secara nasional, pemerintahan di bawahnya memiliki kekuatan untuk mengurangi akses aborsi di seluruh negara tanpa memerlukan persetujuan Kongres, salah satunya dengan memanfaatkan Undang-Undang Comstock 1873 untuk melarang pengiriman pil aborsi.
Bagi komunitas LGBTQ+, Trump telah menunjukkan sikap yang tidak ramah dengan melarang orang transgender masuk ke dalam militer pada masa jabatan pertamanya. Jika ia kembali ke Gedung Putih, ia telah berjanji akan melakukan serangan yang lebih agresif terhadap hak-hak LGBTQ+.
Rencananya mencakup perintah kepada semua badan federal untuk mengakhiri program yang mendukung transisi gender pada segala usia, memangkas dana rumah sakit yang menyediakan perawatan afirmasi gender, serta mendorong undang-undang yang menyatakan bahwa pemerintah tidak mengakui transgender secara hukum.
Kelompok pendukung LGBTQ+ memperingatkan bahwa kesetaraan pernikahan juga dapat semakin terancam di bawah pemerintahan Trump, terutama jika ia mendapatkan kesempatan untuk menunjuk hakim konservatif tambahan di Mahkamah Agung.
Dalam kebijakan peradilan, Trump juga berencana untuk memanfaatkan sistem peradilan sebagai alat untuk mengejar musuh politik dan pihak-pihak yang menentangnya.
Ini berpotensi merusak prinsip-prinsip demokrasi dan membahayakan kebebasan sipil di AS. Trump bahkan mempertimbangkan untuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik agar dapat memidanakan jurnalis atau media yang ia anggap menyebarkan berita palsu.