Kondisi Perdagangan Global Lebih Tegang Akibat Terpilihnya Donald Trump Jadi Presiden AS, Indonesia Mulai Waspada
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS diprediksi akan membawa perubahan signifikan dalam kebijakan perdagangan global, termasuk dengan Indonesia.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Fajarini Puntodewi menyebut bahwa Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan yang berasal dari perubahan kebijakan di negara-negara besar. Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS diprediksi akan membawa perubahan signifikan dalam kebijakan perdagangan global, termasuk dengan Indonesia.
"Yang jelas sekarang geopolitik dengan kemenangan Presiden Trump ya, tentu akan terjadi Trump jilid dua," kata Fajarini dalam Gambir Trade Talk, di Jakarta, Selasa (19/11).
Fajarini menekankan bahwa kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Presiden Trump pada periode pertama akan terus berlanjut dalam periode kedua, yang dikenal sebagai 'Trump Jilid Dua'.
Salah satu kebijakan utama yang akan diterapkan adalah penambahan tarif terhadap barang-barang yang masuk ke Amerika Serikat, dengan kenaikan tarif mencapai 10-20 persen. Bahkan, hubungan perdagangan dengan China diprediksi akan lebih tegang, dengan kemungkinan kenaikan tarif hingga 60-100 persen.
"Nah, tentu dengan adanya kebijakan ini akan ada dampak, baik itu dengan perdagangan dengan Amerika maupun dengan China tentunya. Dimana kedua negara ini merupakan mitra utama perdagangan Indonesia," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia sebagai salah satu mitra dagang utama Amerika Serikat dan China harus siap menghadapi dampak dari kebijakan tersebut.
Indonesia Bisa Kelola Dampak Perubahan Kebijakan
Kendati demikian, Fajarini tetap optimis dan berharap bahwa Indonesia bisa mengelola dampak dari perubahan kebijakan ini, seperti yang sudah terjadi pada masa pemerintahan Trump pertama. Pada masa tersebut, meski ada ketegangan perdagangan, Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan dan lonjakan ekspor.
"Tetapi kalau kita melihat dari pengalaman Trump pertama, periode 1, memang saat itu perdagangan kita masih surplus dan tren ekspornya masih naik. Meskipun setelah itu di periode Biden itu kenaikan ekspornya terjadi lonjakan ya, terjadi lonjakan. Jadi tentu kita berharap di Trump kedua ini tidak terlalu banyak terjadi perubahan terhadap kinerja ekspor kita," jelasnya.
Selain tantangan akibat kebijakan proteksionisme, Fajarini juga menggarisbawahi beberapa isu global lainnya yang perlu diperhatikan oleh Indonesia, seperti "greening trade" dan "sustainable trade".
Kedua konsep ini terkait erat dengan perdagangan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang kini semakin menjadi perhatian di pasar internasional.
"Tadi saya cuma kasih contoh tantangan satu ya, Trump. Sementara masih banyak tuh yang lain lagi, masalah greening trade, sustainable trade, masalah iklim dan sebagainya. Itu adalah sebenarnya sesuatu yang bisa kita kerjakan secara bersama sebenarnya," katanya.
Pasalnya, masalah perubahan iklim dan keberlanjutan menjadi topik utama dalam forum perdagangan dunia. Meskipun ini merupakan tantangan, Fajarini menilai bahwa hal tersebut juga membawa peluang bagi Indonesia untuk beradaptasi dan memperkuat posisi di pasar global dengan mengembangkan produk-produk yang memenuhi standar keberlanjutan.
"Tidak perlu dikhawatirkan, kuncinya kembali lagi kita harus bisa kolaborasi. Tidak ada yang tidak mungkin tidak dilakukan ya, karena semuanya itu bisa dihadapi. Saya berharap tentu di forum Gambir Trade Talk ini dapat dilakukan pemetaan peluang dan tantangan perdagangan luar negeri di tahun 2025," pungkasnya.