Kebijakan Donald Trump Bakal Buat Biaya Hidup di Amerika Serikat Melonjak Tajam
Selain karena akan merusak proses pemulihan ekonomi China, pengenaan tarif impor 60 persen juga berpotensi biaya hidup di Amerika Serikat bakal melonjak.
Mantan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa menilai rencana kebijakan Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump untuk mengenakan tarif impor lebih tinggi terhadap produk China, tak akan bertahan lama.
Selain karena akan merusak proses pemulihan ekonomi China, pengenaan tarif impor hingga 60 persen juga berpotensi biaya hidup di Amerika Serikat bakal melonjak.
"Kita lihat seberapa jauh tarif imported products untuk China. Karena kan pasti cost of living di Amerika pasti akan naik. So we will see kenyataannya nanti," ujar Marty dalam event Indonesia Knowledge Forum XIII-2024 yang diselenggarakan Bank BCA di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (12/11).
Tak hanya bagi Amerika Serikat secara internal, kebijakan Trump itu juga pastinya akan berdampak terhadap negara lain semisal Indonesia.
Marty menilai, wacana kebijakan tersebut bakal membuat China mencari cara untuk memanipulasinya. Misalnya dengan menanam investasi ke negara ASEAN, untuk sebuah pabrik produksi yang nanti barangnya bisa diekspor ke Amerika Serikat.
"Maka capital akan bergeser dari China ke negara ketiga. Tapi sekarang Amerika sudah sangat peka. Misal China tanam investasinya di Vietnam, di Indonesia supaya bisa masuk Amerika," sebutnya.
Lebih lanjut, Marty turut membuka opsi jika saja pemenang Pilpres AS kemarin adalah Kamala Harris, bukan Donald Trump. Menurutnya, Amerika Serikat-China tetap akan melanjutkan perang dagang, meskipun presiden selanjutnya adalah Kamala Harris.
"Kita berasumsi Trump (periode) kedua merupakan kelanjutan Trump (periode) pertama. Kita malas mikir, kita mikir Trump ini akan tetap sama. Mungkin ada anggapan, Harris kelanjutan (Joel Biden. Tapi kenyataannya, yang kita ketahui pasti, ketidakpastian is the reality," tuturnya.
Keuntungan Bagi Indonesia
Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Amerika Serikat mengusung beberapa harapan. Termasuk kerjasama sektor pertambangan mineral kritis dengan Negeri Paman Sam dalam kerangka Critical Mineral Agreement (CMA).
Diketahui, eks Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah bersepakat membentuk rencana kerja pembentukan Critical Mineral Agreement bersama Presiden Joe Biden, dalam KTT APEC di San Francisco pada November 2023 lalu.
Jika CMA sudah dimiliki, maka Indonesia akan dapat menjadi pemasok kebutuhan baterai kendaraan listrik atau Electric Vehicles (EV) di AS, secara berkesinambungan untuk jangka panjang.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso berharap, kemenangan Trump bakal membawa kabar baik soal kesepakatan mineral kritis yang sempat tenggelam.
"Kalau khusus dengan US sebenarnya yang kita bahas tahun ini penyelesaian CMA, Critical Mineral Agreement. Itu sudah proses cukup lama, namun dengan pergantian Presiden Trump pasti akan ada beberapa perubahan," ujar Susiwijono di Jakarta, Senin (11/11).
"Intinya beberapa critical mineral kita supaya bisa ekspor ke pasar di US, Eropa dan sebagainya, kayaknya akan ada pengaturan khusus. Nah, itu yang nanti harus kita detilkan lagi," dia menambahkan.
Menurut dia, Prabowo dan tim masih punya kesempatan bernegosiasi dengan pemerintahan federal AS di masa transisi kepemimpinan, sebelum Donald Trump dilantik pada 20 Januari 2025. "Jadi kita masih punya waktu untuk diskusi dengan tim yang ada di sana," imbuhnya.
Pertemuan Prabowo dengan Joe Biden direncanakan tak terjadi hanya di Washington DC saja. Kedua pemimpin negara dijadwalkan bakal kembali bertemu di KTT APEC 2025 Peru, dan KTT G20 Brazil.
"Apalagi nanti ketemu habis APEC, ketemu lagi di G20. Kebetulan kan pak Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) memimpin Sherpa Track (G20). Nanti banyak policy bidang ekonomi yang sudah dibahas bilateral akan dibahas di Forum G20 dengan 20 negara ekonomi terbesar di dunia," tutur Susiwijono.