Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS Bikin Masa Depan Ekonomi Indonesia Terancam Suram
Trump berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia.
Asia kini tengah bersiap menghadapi ketidakpastian ekonomi yang signifikan jika Donald Trump kembali memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat.
Rencana Trump untuk mengenakan tarif tinggi pada impor, terutama dari China, berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang sangat bergantung pada perdagangan internasional.
Jika Trump kembali ke Gedung Putih, tarif tambahan yang besar akan menjadi tantangan baru bagi ekonomi Asia yang berkembang pesat melalui ekspor.
Trump, yang bersaing ketat dalam jajak pendapat dengan Wakil Presiden Kamala Harris, telah menyatakan niat untuk menerapkan tarif sebesar 60 persen atau lebih pada barang-barang impor dari Tiongkok.
Tak hanya itu, ia juga berencana mengenakan tarif sebesar 10 hingga 20 persen pada barang-barang impor dari negara lain. Langkah tersebut melanjutkan kebijakan tarif pada barang-barang senilai USD380 miliar dari Tiongkok yang diberlakukan Trump saat menjabat dulu, kebijakan yang masih dipertahankan oleh Presiden Joe Biden.
Para pakar memperingatkan bahwa kebijakan proteksionis semacam ini dapat memicu penurunan ekonomi di Asia, wilayah yang menjadi rumah bagi banyak negara dengan ketergantungan tinggi pada perdagangan.
Menurut data dari Yayasan Hinrich, e-10 negara anggota ASEAN, misalnya, memiliki rasio perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB) rata-rata sekitar 90 persen, yang dua kali lipat dari rata-rata global.
Sementara itu, menurut lembaga kajian Brookings Institution di Asia Timur yang sedang berkembang, rasio perdagangan terhadap PDB bahkan mencapai 105 persen.
"Kita bisa memperkirakan adanya dorongan untuk membuat kebijakan perdagangan AS lebih proteksionis, dan ini berdampak buruk bagi Asia, karena sebagian besar ekonomi di kawasan ini bergantung pada permintaan eksternal, khususnya dari AS," ungkap kepala ekonom untuk Asia di Economist Intelligence Unit, Nick Marro.
Perang Dagang Amerika-China
Selama perang dagang AS-China sebelumnya, sejumlah negara di Asia, seperti Vietnam dan Thailand, sempat meraih manfaat karena perusahaan-perusahaan memindahkan produksinya keluar dari China.
Namun, para analis menilai rencana tarif besar Trump yang lebih luas kali ini akan menimbulkan dampak negatif lebih luas.
Menurut Oxford Economics, Asia non-China diperkirakan akan mengalami penurunan ekspor dan impor masing-masing sebesar 8 persen dan 3 persen jika tarif diberlakukan.
Pekan lalu, rencana Trump ini bahkan memicu peringatan dari kepala dana kekayaan negara Singapura, Rohit Sipahimalani, yang mengatakan tarif tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian dan berdampak negatif pada pertumbuhan global.
Steve Okun, pendiri APAC Advisors di Singapura, menyatakan jika Trump terpilih kembali, ia kemungkinan akan menerapkan tarif dengan cepat, berbeda dengan masa jabatan pertamanya yang membutuhkan waktu satu atau dua tahun sebelum kebijakan tarif diberlakukan.
Sebagai respons, banyak perusahaan China kemungkinan akan memindahkan produksi mereka ke Asia Tenggara untuk menghindari tarif yang lebih tinggi. Namun, langkah ini dapat memicu reaksi dari Trump yang mungkin akan memperluas tarif terhadap ekspor dari negara-negara di kawasan tersebut, termasuk Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
Tak hanya itu, negara-negara Asia juga mungkin akan menyesuaikan kebijakan perdagangan mereka untuk melindungi pasar domestik dari kemungkinan masuknya barang murah dari China yang mencari pasar alternatif di tengah kendala tarif AS.
Malaysia, misalnya, telah mulai mengenakan tarif 10 persen pada barang-barang bernilai rendah, sementara Indonesia melarang situs e-commerce murah asal China, Temu, sebagai langkah untuk melindungi usaha domestik. Trump juga kerap menunjuk negara-negara tertentu yang dianggap melakukan praktik perdagangan tidak adil.
Ia pernah menuduh Taiwan, misalnya, sebagai negara yang mencuri industri semikonduktor dari AS. Taiwan, seperti China dan Vietnam, memiliki surplus perdagangan yang besar dengan AS, hal yang dinilai menjadi sumber keprihatinan bagi Trump.
Secara keseluruhan, terpilihnya kembali Trump dapat memicu perubahan besar dalam hubungan perdagangan antara AS dan Asia.
Dengan ketergantungan tinggi pada perdagangan global, negara-negara Asia menghadapi tantangan besar jika Trump kembali menerapkan kebijakan proteksionis yang dapat berdampak pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut.