PM Libanon mau pulang asal Iran tak merongrong pemerintahannya
"Kami ini negara kecil. Untuk apa harus berada di pusaran perseteruan? Pemerintahan di Libanon enggak bisa berjalan kalau Iran selalu ikut campur, seperti di negara Arab lainnya, dan juga ada kelompok politik yang ikut mendukungnya," ujar Saad.
Perdana Menteri Libanon, Saad Hariri, berjanji bakal pulang kampung secepatnya walau dia menyatakan mundur dari jabatannya di Arab Saudi. Namun, dia mewanti enggan kembali terlibat dalam pemerintahan jika Iran dan sekutunya, Hizbullah, terus merongrong dan melangkahi kewenangan negara.
Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Future TV dari Ibu Kota Riyadh, Arab Saudi, Minggu pekan lalu Saad menyangkal rumor kalau dia sengaja dilarang kembali ke Libanon oleh Arab Saudi. Sebab, pejabat Arab Saudi mengklaim kalau mereka yang membongkar rencana pembunuhan terhadap Saad.
"Saya akan pulang ke Libanon secepatnya. Mungkin dalam dua atau tiga hari," kata Saad, seperti dilansir dari laman AFP, Selasa (14/11).
Saad lantas meminta Iran sebaiknya tidak ikut campur dalam proses pemerintahan Libanon. Sebab dia tidak ingin Libanon terseret dalam perseteruan antara Iran dan sejumlah negara di Jazirah Arab. Apalagi, lanjut dia, pelbagai kelompok politik di negara itu sudah sepakat tak bakal terlibat dalam perang di Suriah sudah berkecamuk selama enam tahun. Namun, Hizbullah secara sepihak justru mengirim pasukan buat berperang membantu rezim Presiden Suriah, Basyar al-Assad, dan Saad menentang hal itu.
"Kami ini negara kecil. Untuk apa harus berada di pusaran perseteruan? Pemerintahan di Libanon enggak bisa berjalan kalau Iran selalu ikut campur, seperti di negara Arab lainnya, dan juga ada kelompok politik yang ikut mendukungnya," ujar Saad.
Presiden Libanon, Michel Aoun, sudah meminta kepada kepala rombongan diplomatik Arab Saudi, Walid Bukhari, supaya membujuk Saad segera pulang. Aoun menyatakan sampai saat ini belum bisa menerima pengunduran diri Saad.
Saad menyatakan dia memilih mengundurkan diri karena khawatir dengan keselamatannya. Dia menuding Iran dan sekutunya di Libanon, Hizbullah, sedang berusaha meluaskan pengaruh dan berupaya menyingkirkan dia dengan cara menghabisinya.
Pernyataan dan tudingan Saad seketika memantik perselisihan di antara faksi politik pemerintahan di Libanon. Apalagi sistem pemerintahan koalisi di Libanon sangat ringkih akibat konflik terjadi di antara mereka di masa lalu. Hal itu juga membikin ketegangan baru antara kelompok Syiah dan Sunni, masing-masing berkelindan dengan kekuatan asing seperti Iran dan Arab Saudi.
Sehari setelah Saad menyatakan mengundurkan diri, Aoun menggelar rapat kabinet di Istana Baabda membahas keamanan negara yang saat itu dianggap genting. Aoun lantas meminta pimpinan partai-partai politik menenangkan pengikut mereka dan tidak terpancing hasutan.
Nampaknya Saad berkaca dari sang ayah sekaligus mendiang mantan PM Libanon, Rafik Hariri. Rafik dibunuh dalam ledakan bom mobil pada 2005 setelah menyatakan Iran dan sekutunya, Hizbullah, hendak menguasai Libanon. Diduga Hizbullah ada di balik insiden itu. Rafik adalah pengusaha berbisnis di Arab Saudi. Sedangkan Saad lahir di Ibu Kota Riyadh.
Menurut Saad, beberapa tahun belakangan Hizbullah tidak segan menggunakan kekerasan dan senjata demi mencapai tujuan.
Menteri Urusan Kawasan Teluk Kerajaan Arab Saudi, Thamer al-Sabhan, mengklaim kalau dia yang mengungkap adanya rencana pembunuhan kepada Saad.
Iran justru menanggapi miring keputusan Saad mengundurkan diri dari jabatannya. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qassemi, menilai hal itu justru bakal menimbulkan polemik baru di kawasan teluk.
"Pengunduran diri itu adalah skenario baru buat memantik ketegangan di Libanon dan kawasan itu. Hal ini adalah indikasi dia berada dalam permainan buat merusak kawasan teluk," kata Qassemi.
Hizbullah adalah organisasi bersenjata Syiah didukung Iran dalam perang sipil pada 1975 sampai 1990, dan kemudian mendirikan partai politik. Mereka adalah satu-satunya partai politik di Libanon yang sampai saat ini masih memelihara sayap militer. Jumlah dan jenis persenjataan mereka miliki juga terus bertambah, bahkan menyalip militer Libanon.
Hizbullah beralasan sengaja menyimpan persenjataan buat menghadapi Israel. Mereka membantu rezim Presiden Basyar al-Assad dengan menerjunkan bantuan persenjataan dan tenaga dalam melawan kelompok oposisi serta Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) di Suriah.