Pulang ke Libanon, PM Saad Hariri malah batal mengundurkan diri
Hariri menyampaikan pernyataan itu di istana kepresidenan. Dia mengatakan bakal membuka pintu dialog buat membahas sejumlah permasalahan, termasuk tudingannya tentang pengaruh Iran melalui Hizbullah.
Perdana Menteri Libanon sempat mengundurkan diri, Saad Hariri, akhirnya memenuhi janji pulang ke negaranya setelah dua pekan berada di luar negeri. Dia juga membuat pengakuan mengejutkan dengan batal meletakkan jabatannya setelah dibujuk oleh Presiden Libanon, Michel Aoun.
Dilansir dari laman Reuters, Rabu (22/11), Hariri menyampaikan pernyataan itu di istana kepresidenan. Dia mengatakan bakal membuka pintu dialog buat membahas sejumlah permasalahan, termasuk tudingannya tentang pengaruh Iran melalui Hizbullah.
"Saya menyerahkan surat pengunduran diri saya kepada Presiden Aoun, tetapi dia meminta saya mengurungkannya dan mengungkapkan alasan di balik itu. Saya menyetujuinya," kata Saad.
Saad tiba saat hari kemerdekaan Libanon. Dalam pidato saat upacara, dia menyatakan bakal merangkul seluruh kelompok politik dan menjunjung kepentingan nasional ketimbang ambisi pribadi. Dia menekankan supaya pihak-pihak dari Libanon tetap menaati kebijakan negara supaya tidak ikut campur dalam konflik di kawasan Timur Tengah.
Saad menyatakan pada 4 November pekan lalu memilih mengundurkan diri karena khawatir dengan keselamatannya. Dia menuding Iran dan sekutunya di Libanon, Hizbullah, sedang berusaha meluaskan pengaruh dan berupaya menyingkirkan dia dengan cara menghabisinya.
Pernyataan dan tudingan Saad seketika memantik perselisihan di antara faksi politik pemerintahan di Libanon. Apalagi sistem pemerintahan koalisi di Libanon sangat ringkih akibat konflik terjadi di antara mereka di masa lalu. Hal itu juga membikin ketegangan baru antara kelompok Sunni dan Syiah, masing-masing berkelindan dengan kekuatan asing seperti Arab Saudi dan Iran.
Sehari setelah Saad menyatakan mengundurkan diri, Aoun menggelar rapat kabinet di Istana Baabda membahas keamanan negara yang saat itu dianggap genting. Aoun yang merupakan mitra koalisi Hizbullah lantas meminta pimpinan partai-partai politik menenangkan pengikut mereka dan tidak terpancing hasutan.
Nampaknya Saad berkaca dari sang ayah sekaligus mendiang mantan PM Libanon, Rafik Hariri. Rafik dibunuh dalam ledakan bom mobil pada 2005 setelah menyatakan Iran dan sekutunya, Hizbullah, hendak menguasai Libanon. Diduga Hizbullah ada di balik insiden itu. Rafik adalah pengusaha berbisnis di Arab Saudi. Sedangkan Saad lahir di Ibu Kota Riyadh.
Menurut Saad, beberapa tahun belakangan Hizbullah tidak segan menggunakan kekerasan dan senjata demi mencapai tujuan.
Menteri Urusan Kawasan Teluk Kerajaan Arab Saudi, Thamer al-Sabhan, mengklaim kalau dia yang mengungkap adanya rencana pembunuhan kepada Saad.
Iran justru menanggapi miring keputusan Saad mengundurkan diri dari jabatannya. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qassemi, menilai hal itu justru bakal menimbulkan polemik baru di kawasan teluk.
"Pengunduran diri itu adalah skenario baru buat memantik ketegangan di Libanon dan kawasan itu. Hal ini adalah indikasi dia berada dalam permainan buat merusak kawasan teluk," kata Qassemi.
Hizbullah adalah organisasi bersenjata Syiah didukung Iran dalam perang sipil pada 1975 sampai 1990, dan kemudian mendirikan partai politik. Mereka adalah satu-satunya partai politik di Libanon yang sampai saat ini masih memelihara sayap militer. Jumlah dan jenis persenjataan mereka miliki juga terus bertambah, bahkan menyalip militer Libanon.
Hizbullah beralasan sengaja menyimpan persenjataan buat menghadapi Israel. Mereka membantu rezim Presiden Basyar al-Assad dengan menerjunkan bantuan persenjataan dan tentara dalam melawan kelompok oposisi serta Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) di Suriah, dan diduga juga membantu pemberontak Huthi di Yaman.