Referendum penentu berpisahnya provinsi ke-27 Indonesia
Pada referendum itu, 78,5% atau sekitar 344.580 warga Timor Timur memilih merdeka.
Hari ini, 13 tahun lalu, mayoritas rakyat Timor Timur memilih lepas dari Republik Indonesia melalui sebuah jajak pendapat. Peristiwa ini sampai sekarang masih menjadi satu-satunya pemisahan wilayah yang terjadi selepas negara ini merdeka pada 1945, seperti dinarasikan ulang kantor berita Reuters (16/8/2007).
Saat rezim Orde Baru tegak berdiri, para pelajar mengenal ada 27 provinsi di negara ini. Provinsi paling muda dan terakhir 'bergabung' adalah Timor Timur, tepatnya pada 1976 selepas perang saudara antara kelompok Fretilin melawan koalisi menginginkan integrasi bekas jajahan Portugis dengan Indonesia.
Berakhirnya rezim pemerintahan otoritarian yang ditandaipengunduran diri mantan PresidenSoeharto pada tanggal 21 Mei 1998 menguak fakta bahwa banyak rakyat di provinsi itu merasa tidak sehati dengan Indonesia.
Apalagi jauh sebelum reformasi, tepatnya pada 1991, Tentara Nasional Indonesia terlibat pelanggaran hak asasi saat menembaki para pegiat kemerdekaan Timor Timur di kawasan pemakaman Santa Cruz, Kota Dili. Dalam insiden itu konon ratusan ribu warga tewas.
Momentum reformasi membuat persoalan status Timor Timur menarikperhatian PBB dan masyarakatinternasional. Kelompok Fretilin di luar negeri juga aktif menyatakan Indonesia sengaja menduduki wilayah tetangga Nusa Tenggara Timur itu atas persetujuan Amerika Serikat pada pariode 1976.
Menghadapi desakan dunia internasional, Presiden B.J Habibiemengeluarkan kebijakan berupa pemberianstatus khusus dengan otonomi luas dalamsebuah rapat kabinet pada tanggal 9 Juni1998. Habibie memberi dua pilihan padarakyat Timor Timur. Pertama, merdeka, berarti lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pilihan kedua, diberi otonomi khusus dengan tetap bergabung sebagai provinsi termuda Indonesia.
Referendum yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 30 Agustus 1999 serentak dilaksanakan di lebih dari 700 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Timor Timur dan diikuti oleh sekitar 600.000 orang Timor Timur yang berada di wilayah ini. Terdapat pula30.000 orang Timor Timur di daerah lain termasuk mereka yang berada di luar negeri. Para pemilih berusia minimal 17, lahir, keturunan Timor Timur, atau menikah dengan warga setempat.
Hasil jajak pendapat diumumkan olehSekretaris Jenderal PBBKofi Annan pada 4 September 1999di Kota New York, Amerika Serikat. Daripemungutan suara itu menunjukkan 78,5%atau sekitar 344.580 warga Timor Timurmemilih merdeka dan menolak status khususdengan otonomi luas yang ditawarkanPemerintah. Hanya 21,5 % atau sekitar94.388 orang menerima tawaran tersebut.
Dengan hasil tersebut maka PemerintahRepublik Indonesia melalui MajelisPermusyawaratan Rakyat hasil PemilihanUmum 1999 mengambil langkah-langkahkonstitusional untuk melepaskan TimorTimur dari Indonesia dan mengembalikan status wilayah itu seperti sebelum berintegrasi.
Pada 25 Oktober 1999, the United NationsTransitional Administration in Timor-Leste (UNTAET) dibentuk dan bertanggungjawab selama masa transisi hinggakemerdekaan Timor Timur. Kekerasan rutin terjadi selama periode ini, lantaran milisi pro-Indonesia dan TNI yang kecewa menyerang kalangan pendukung kemerdekaan.
Presiden pertama yang terpilih adalah mantan pejuang Fretilin Xanana Gusmão. Pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka. Tidak lama setelah diterima menjadi anggota PBB, pemerintahan Xanana memilih Timor Leste sebagai nama resmi negara mereka. (mdk/fas)