Tragedi Heysel: nyawa Tifosi melayang di tangan Kopites
Hari ini, 27 tahun silam, adalah hari terburuk dalam sejarah sepak bola sejagat.
Bagi penggemar setia sepak bola siapa tidak ingat dengan peristiwa 27 tahun silam itu. Pertandingan antara dua klub raksasa, yakni Juventus dari Italia dan Liverpool dari Inggris.
Final kompetisi Piala Champion, kini bernama Liga Champion, tanggal 29 Mei 1985 menjadi hari kelabu dalam sejarah dunia sepakbola.
-
Bagaimana cara Juventus mempersiapkan diri untuk Liga Champions? Untuk menghadapi tantangan Liga Champions kali ini, Juventus telah mempersiapkan para pemain terbaik, termasuk rekrutan baru seperti Teun Koopmeiners, Nico Gonzalez, Francisco Conceicao, Khephren Thuram, Douglas Luiz, Pierre Kalulu, Juan Cabal, dan Michele Di Gregorio.
-
Apa yang menjadi kendala utama Juventus dalam pertandingan melawan AS Roma? Juventus mengalami kesulitan dalam membangun serangan dan penyelesaian akhir mereka kurang memuaskan.
-
Bagaimana Liverpool menekan Manchester United? “Kami tidak memiliki rencana permainan khusus dari lini belakang. Kami selalu berusaha untuk menekan lawan dengan intensitas tinggi,” ujar Slot.
-
Apa hasil dari pertandingan Juventus melawan AS Roma? Juventus hanya berhasil meraih satu poin saat menjamu Roma dengan skor akhir 0-0 dalam pertandingan pekan ketiga Serie A 2024/25, yang berlangsung di Allianz Stadium pada Senin (2/9/2024) dini hari WIB.
-
Di mana pertandingan Juventus melawan AS Roma berlangsung? Juventus hanya berhasil meraih satu poin saat menjamu Roma dengan skor akhir 0-0 dalam pertandingan pekan ketiga Serie A 2024/25, yang berlangsung di Allianz Stadium pada Senin (2/9/2024) dini hari WIB.
-
Apa hasil akhir pertandingan antara Juventus dan AS Roma? Akhirnya, tidak ada gol yang tercipta dalam pertandingan ini, dengan hasil akhir Juventus 0-0 AS Roma.
Pertandingan antara dua kesebelasan tenar itu seharusnya dinikmati oleh suporter kedua tim. Tetapi apa daya takdir berkata lain. 39 orang penggemar Juventus meregang nyawa, sementara 600 lainnya terluka akibat perkelahian dengan pendukung Liverpool.
Petang hari itu menjadi waktu yang dinanti oleh pendukung kedua kesebelasan. Mereka bersuka cita mendatangi Stadion Heysel di Ibu Kota Brussel, Belgia, buat menyaksikan klub kesayangan mereka berlaga di lapangan hijau dalam waktu 90 menit.
Kondisi kedua klub sedang berada di puncak performa. Juventus pada 1984 baru saja memenangi kejuaraan Winner's Cup dan penyerang mereka, Michel Platini asal Prancis, tiga kali meraih penghargaan Ballon d'Or atau pemain terbaik di Eropa pada tahun 1983 hingga 1985. Beberapa pemain inti di tim nasional Italia yang menang pada kompetisi Piala Dunia 1982 juga diambil dari kesebelasan berjuluk I Bianconeri itu.
Liverpool juga tidak kalah hebat saat itu. Setalah setahun sebelumnya mereka mengalahkan kesebelasan A.S. Roma dari Italia, The Reds yang empat musim juara kompetisi Liga Champion bertekad mempertahankan gelar itu.
Meski begitu, rupanya para hooligans, julukan bagi suporter sepakbola asal Inggris, menaruh dendam kepada pendukung asal Italia karena pada 1984 saat laga Liverpool melawan A.S. Roma, mereka diserang sebelum dan setelah pertandingan.
Kondisi Stadion Heysel, saat itu sudah berusia lebih dari separuh abad, dan banyak fasilitas kurang layak juga dituding sebagai salah satu yang memperburuk peristiwa itu. Selain tidak terawat, beberapa bagian stadion terbuat dari bahan ringkih. Para pendukung yang tidak kebagian tiket bisa menjebol tembok terbuat dari batako berlubang.
Direktur Liverpool Peter Robinson saat itu sudah mengeluhkan buruknya keadaan stadion itu dengan melapor kepada Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA). Para pendukung dan pemain kesebelasan Inggris, Arsenal, bermain di sana beberapa tahun sebelumnya mengatakan kalau tempat itu seperti tempat sampah.
Robinson mendesak UEFA agar pertandingan dilangsungkan di Stadion Camp Nou milik kesebelasan Barcelona atau Santiago Bernabeau kepunyaan klub Real Madrid asal Spanyol. Tetapi sarannya tidak digubris dan Asosiasi Sepak Bola Eropa tetap berkeras menyelenggarakan partai final Liga Champion 1982 di Stadion Heysel.
Saat tiba hari pertandingan, Stadion disesaki 50 hingga 60 ribu suporter dari kedua kesebelasan. Walau tempat duduk mereka sudah dipisah, pendukung Juventus ditempatkan di sektor O, N, dan M, sementara pendukung Liverpool duduk di area X, Y, Z.
Rupanya tetap saja para hooligan itu merangsek mendekati kubu lawan. Suasana saat itu sudah sangat panas karena kedua kubu saling menyanyikan lagu mars kebanggaan sembari mengibarkan bendera kesebelasan kebanggaan.
Pukul tujuh malam, tepat satu jam sebelum pertandingan, keributan pecah. Para pendukung Liverpool menjebol pagar pemisah sehingga banyak dari suporter Juventus tertiban. Mereka mencoba menyelamatkan diri tetapi tidak sempat.
Tanpa ampun para hooligan itu menyerang lawan dengan berbagai benda. Kursi penonton tembok tribun yang dipecahkan melayang ke arah para penggemar Juventus. Para penggemar kedua kesebelasan baku hantam bak jawara di tribun penonton.
Tidak puas, mereka turun ke lapangan melampiaskan amarah satu sama lain. Penonton lokal turut menjadi korban dan terjepit di antara dua kubu suporter itu.
Situasi saat itu sangat kacau, kedua kubu saling serang. Polisi kewalahan menghadapi amuk penggemar The Reds yang makin menggila. Saat kericuhan sedikit bisa dikendalikan, kedua kapten kesebelasan keluar dan mengajak penonton agar tenang dan mereka bisa melakukan pertandingan.
Kedua kesebelasan akhirnya bermain dengan waktu penuh. Laga itu dimenangkan oleh Juventus dengan skor 1-0 dan dicetak Michel Platini setelah mendapat hadiah tendangan 12 pas akibat pelanggaran di kotak penalti oleh Zbigniew Boniek.
Akibat terinjak-injak dan tertiban pagar pembatas tinggi, 32 orang penggemar I Bianconeri, dua di antaranya anak-anak, tewas di tempat. Empat penonton asal Belgia, dua orang Prancis, dan satu orang Irlandia Utara juga meregang nyawa sebagai akibat dari keganasan penggemar Liverpool itu.
Buntut dari peristiwa itu, UEFA melarang semua klub sepak bola Inggris berkompetisi di ajang Liga Champion lima tahun. Khusus Liverpool dilarang bermain di liga para kesebelasan raksasa itu selama enam tahun.
Sanksi itu baru dicabut pada 1990 dan 1991. Beberapa pendukung The Reds kemudian dihukum penjara selama tiga tahun karena dianggap menjadi pemicu tindak kekerasan itu.
Pada babak perempat final Liga Champion 2005, kedua kesebelasan kembali berhadapan. Belajar dari Tragedi Heysel, pengamanan dilakukan secara ketat. Apalagi laga itu dilangsungkan di stadion kebanggaan The Reds, Anfield.
Sebelum pertandingan dimulai, penggemar Liverpool membentangkan mosaik bertuliskan Amicizia, berarti pertemanan dalam bahasa Indonesia. Sontak, para pendukung Juventus memberikan tepuk tangan meriah melihat hal itu. Sampai pertandingan berakhir, tragedi berdarah itu tidak berulang kembali.
(mdk/fas)