Rajin cosplay pertanda kurangnya percaya diri?
Hobi memerankan karakter anime adalah indikasi kurangnya percaya diri seseorang, benarkah?
Kegiatan cosplay atau 'costume play' semakin marak di Indonesia. Tak sedikit pula anak muda, bahkan orang dewasa, yang menjadikan kegiatan berpakaian, berdandan, dan mengenakan aksesoris menyerupai karakter anime ini sebagai hobi.
Ketika melakukan cosplay, para cosplayer dituntut untuk mampu 'menduplikasi' karakter yang mereka bawakan semaksimal mungkin. Bahkan, demi menghidupkan karakter anime tersebut, para cosplayer harus menanggalkan identitas mereka untuk sementara waktu.
-
Bagaimana cara cosplayer Anime dan Manga agar mirip dengan karakternya? Melakukan cosplay ini, para pemain akan menirukan berbagai karakter yang ada di anime dan manga Jepang. Biasanya, pakaian dan aksesori mereka harus bisa semirip mungkin dari karakter yang dipilih. Entah itu dari rambut, outfit, hingga sifat dari peran yang dimainkan.
-
Siapa saja yang ditiru karyawan dalam cosplay tersebut? Para karyawan dengan kreatif menampilkan diri sebagai pejabat hingga tokoh animasi. Simak keseruannya berikut ini. Di awal video publik disuguhkan seorang karyawan yang melakukan cosplay sebagai bupati, Dhitto Pramana. Lucunya, daripada mirip Dhitto karyawan ini justru mirip dengan Guru Gembul seorang Guru yang juga seorang Youtuber. Setelah bertemu Bupati Dhitto Pramana, publik akan bertemu dengan sosok coplayer Menteri Basuki. Seperti video-videonya yang beredar, karyawan ini menyamar sebagai Pak Basuki yang 'berprofesi' sebagai fotografer. Gaya Ridwan Kamil yang selalu mengenakan blazzer dan topi juga ikut diperagakan dalam ulang tahun kantor satu ini. Salah seorang karyawan mengenakan blazzer berwarna abu-abu sembari menakai topi di kepala. Pejabat yang sempat viral lantaran kerap pamer harta juga menjadi bahan cosplay salah seorang karyawan. Selain membiarkan jilbabnya menjulang sangat tinggi, karyawan ini juga mengenakan aksesoris mentereng di seluruh tubuh. Tak ketinggalan Chef JUna gadungan juga ikut merayakan ulang tahun kantor. Sesuai dengan kebiasaan Chef Juna, karwayan tersebut berlagak seram dengan melipat kedua tangan di depan. Masih ada banyak lagi gaya unik karyawan yang melakukan cosplay. Ada yang menjadi hakim, suir taksi, perawat rumah sakit, hingga pejabat daerah.
-
Bagaimana reaksi netizen terhadap cosplay yang dilakukan karyawan tersebut? "Woyy ngapa lucu lucu banget sih😭😭 ahhh cape," tulis netizen tak bisa menahan tawa.
-
Apa yang Scarlet lakukan untuk mendapat penghasilan dari hobi cosplaynya? Meskipun awalnya tidak direstui keluarga untuk menjadi cosplayer, Scarlet membuktikan diri bahwa ia mampu bertahan hidup dari hobinya. Ia pun memutuskan membuka rental kostum yang menyediakan berbagai keperluan cosplay mulai dari pakaian, wig, hingga senjata imitasi dari berbagai karakter.
-
Siapa yang biasanya berperan dalam Cosplay Gothic? Kebanyakan cosplayer berperan sebagai penyihir, vampir, malaikat pencabut nyawa, dan sebagainya.
-
Siapa yang cosplay menjadi Prince Yan? Diundang ke premier film THE MARVELS, Rafael Tan ingin tampil totalitas cosplay sebagai Prince Yan.
Lalu, apakah hal ini berdampak pada identitas diri si cosplayer sendiri?
"Selama duplikasi masih dalam batas normal, artinya dia bisa beradaptasi dengan baik. Namun itu jika dia hanya meniru semampunya, tidak berlebihan," jelas Ardhiana Puspitacandri, M. Psi, seorang psikolog. "Namun ketika menginternalisasikan karakter dalam dirinya secara berlebihan, seseorang bisa saja tak memahami konsep diri dan kehilangan jati diri," tambahnya.
Dari sisi psikologis, Ardhiana menjelaskan bahwa pada dasarnya adaptasi semacam ini bisa menjadi indikasi kurangnya rasa percaya diri seseorang, sehingga dia berusaha menduplikasi karakter lain.
"Mungkin dengan menampilkan citra diri apa adanya dia tak merasa percaya diri. Sebagai kompensasinya dia mencoba menduplikasi tokoh lain yang sudah pasti disukai banyak orang," ungkap Ardhiana, ketika dihubungi lewat telepon oleh merdeka.com (24/11).
Hal yang berbeda diungkapkan oleh Gilang Ayu, salah satu pendiri komunitas J-Zone Malang. Gilang keberatan jika cosplay dijadikan barometer untuk menunjukkan tingkat percaya diri. Menurutnya sejauh ini cosplayer yang ditemuinya masih dalam tahap normal.
"Cosplay itu ibarat main band buat mereka (para cosplayer), hanya sebagai wadah untuk mengakomodir hobi," ungkap Gilang yang sudah berada di komunitas J-Zone sejak tahun 2005.
Gilang tak menampik jika terdapat beberapa cosplayer yang masih mencari jati diri. Ketika menemukan karakter anime yang disuka, mereka lantas ingin menjadi seperti itu. Namun di sisi lain, Gilang juga menjelaskan bahwa banyak cosplayer yang berprestasi, memiliki predikat bagus, total dalam ber-cosplay, namun tetap percaya diri di dunia nyata, ketika menjadi diri mereka sendiri.