Cara Presiden Soeharto Atur Hanya Ada 3 Parpol Saat Orde Baru
Bagaimana cara Presiden Soeharto memangkas Parpol hingga menjadi tiga?
Situasi politik menjelang Pemilu 2024 mulai menghangat. Sejumlah Partai Politik mulai menjajaki koalisi. Beberapa partai baru pun dideklarasikan.
Di Zaman Orde Baru, hanya ada tiga partai yang diperbolehkan ikut Pemilu. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Kapan Partai Kasih dideklarasikan? Sekelompok anak muda Indonesia asal Papua mendeklarasikan mendirikan partai nasional yang diberi nama Partai Kasih pada Minggu 23 Juni 2024 di Jakarta.
-
Kenapa Pemilu 1955 penting dalam sejarah politik Indonesia? Pemilu 1955 sangat berpengaruh dalam sejarah politik Indonesia karena merupakan pemilu pertama setelah 6 tahun perang kemerdekaan.
-
Mengapa Partai Demokrat akan membahas arah politiknya? "Nah kita akan melangkah ke mana? Karena ini nasib bangsa dan negara yang sedang kita perjuangkan, tentu kita akan dalami betul setiap data dan fakta serta harapan dari rakyat untuk Indonesia yang lebih baik,"
-
Siapa saja partai politik yang ikut dalam pemilu 1971? Pemilu 1971 di Indonesia diikuti oleh 10 partai politik, termasuk Partai Nahdlatul Ulama, Parmusi, PSII, PERTI, Parkindo, Murba, IPKI, Partai Nasional Indonesia-Massa Marhaen, dan Golkar.
Bagaimana cara Presiden Soeharto memangkas Parpol hingga menjadi tiga?
Pemilu pertama era Orde Baru digelar tahun 1971. Ini adalah pemilu kedua di Indonesia. Satu-satunya Pemilu sebelumnya yang pernah digelar adalah tahun 1955 di era Presiden Sukarno.
Dalam Pemilu 1971 ada 360 kursi yang diperebutkan sembilan parpol dan Sekber Golongan Karya. Jumlah ini ditambah 100 kursi dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau TNI. Jumlah total kursi di DPR menjadi 460.
Golkar tak masuk ke dalam sembilan parpol itu. Dia merupakan gabungan dari sekitar 200 organisasi penyokong Orde Baru yang kemudian menjadi satu bendera Golongan Karya.
Strategi Soeharto
Setelah Pemilu 1971, Soeharto berpendapat tak perlu terlalu banyak partai di Indonesia. Dia berkaca pada kegagalan konstituante tahun 1955-1959, dimana seluruh parpol cuma berdebat dan ngotot sehingga tak ada keputusan yang bisa diambil.
Soeharto lalu memanggil para ketua parpol dan menjelaskan pemikirannya. Menurutnya, Parpol harus menyeimbangkan antara material dan spiritual. Kira-kira Nasionalis Religius atau Religius Nasionalis, kalau istilah parpol zaman sekarang.
"Dengan demikian maka kita sampai pada pikiran, cukuplah kita adakan dua kelompok saja dari sembilan partai, ditambah satu kelompok dari Golongan Karya. Tetapi tanpa dipaksa," kata Soeharto.
Hal itu ditulis dalam Biografinya yang berjudul Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya yang ditulis Ramadhan KH dan G Dwipayana.
Kata Soeharto soal Fraksi ABRI
Partai Katolik, PNI dan IPKI mengerucut menjadi satu di PDI. Sementara parpol Islam yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti mengelompok jadi satu di bawah PPP.
"Saya tekankan jangan menonjolkan agamanya. Karena itu namanya pun tidaklah menyebut-nyebut Islam. melainkan Partai Persatuan Pembangunan dengan program spiritual-materil," kata Soeharto.
Sementara organisasi di bawah Golkar tumbuh sebagai satu kekuatan sendiri.
Maka di DPR kemudian terbentuklah tiga fraksi. Yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia dan Golongan Karya.
Soeharto mengklaim, tak ada penolakan dari partai-partai politik itu. Menurut penguasa Orde Baru itu, tidak ada pimpinan parpol yang ngotot-ngototan soal konsep tiga parpol itu.
Menurutnya kalau cukup tiga, tak perlu lagi sembilan partai. Toh, tujuannya satu yaitu Pancasila dan UUD 1945. Soeharto mengibaratkan seperti mobil berkendara. Tidak perlu balapan dan kebut-kebutan kalau satu tujuan.
"Mari kita perkecil saja jumlah kendaraan itu. Tidak perlu terlalu banyak begitu. tetapi tidak perlu pula hanya satu kendaraan, dua atau tiga kendaraan, baiklah," kata Soeharto.
Dalam rapat dengan Parpol tersebut juga dibahas soal politik tentara. Adalah IJ Kasimo, tokoh Partai Katolik yang bertanya soal peran ABRI dalam politik dan Pemilu.
"ABRI jadi polisi militernya saja. Menggunakan kendaraannya sendiri, sambil mengatur lalu lintas," balas Soeharto sambil tertawa.
Artinya ABRI tetap menjadi fraksi sendiri dalam DPR. Tak perlu masuk ke Golkar atau salah satu parpol tersebut.
Konsep Pemilu dengan Tiga Partai dan Fraksi ABRI ini bertahan selama lima kali Pemilu selama Orde Baru. Mulai dari Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997. Golkar yang selalu mendapat dukungan dari penguasa menang telak di setiap Pemilu.
Peta politik berubah setelah reformasi dan Soeharto tumbang. Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai Politik. PDI Perjuangan memenangkan Pemilu untuk pertama kali.