Presiden Soeharto Tersinggung Ucapan Benny Moerdani, Karir Sang Jenderal pun Tamat
Maksud hati memberi masukan untuk kebaikan, Benny Moerdani malah membuat tersinggung sang atasan.
Maksud hati memberi masukan untuk kebaikan, Benny Moerdani malah membuat tersinggung sang atasan.
Penulis: Hendi Jo
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Apa yang dilakukan seniman AI itu pada tokoh-tokoh sejarah? Gambar-gambar tersebut menunjukkan Mahatma Gandhi dalam avatar berotot, Albert Einstein dengan tubuh kekar, dan Rabindranath Tagore memamerkan fisik berototnya.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Bagaimana cara sejarawan menentukan kebenaran sebuah peristiwa sejarah? Sejarah menggunakan metode ilmiah dan analisis kritis untuk menilai keandalan sumber dan menyusun narasi yang berdasarkan bukti.
Tampaknya tak ada ahli sejarah politik yang menafikan hubungan istimewa antara Soeharto dengan Leonardus Benyamin Moerdani. Hal itu diakui sendiri oleh yang bersangkutan saat diwawancara oleh jurnalis Far Eastern Economic Review David Jenkins.
Benny (panggilan akrab Leonardus Benyamin Moerdani) menyebut hubungan itu seperti ayah dan anak. Sang jenderal sendiri mengenal Soeharto secara akrab saat mereka berdua terlibat dalam Operasi Trikora dan Operasi Naga, dua aksi militer Indonesia untuk menguasai Irian Barat pada awal 1960-an.
Pengamat militer, Salim Haji Said menyatakan, sejak awal Benny sudah 'cocok' dengan Soeharto, begitu juga sebaliknya. Ketika Soeharto sudah menjadi presiden, sementara Benny menjadi intel di Kuala Lumpur dan Seoul, Benny selalu didatangkan secara khusus untuk menjaga keselamatan Soeharto jika ada lawatan ke luar negeri.
"Artinya Soeharto sudah lama percaya kepada Benny dan mengakui keandalannya sebagai security officer…" ujar Said.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Marsekal Muda TNI (Purn) Teddy Rusdy. Menurut anak buah Benny semasa di badan intelijen tersebut, loyalitas atasannya itu kepada Soeharto tak perlu diragukan lagi. Begitu loyalnya, hingga hal-hal terburuk tentang Soeharto dan keluarganya yang mengancam masa depan pemerintahannya pun selalu dia sampaikan kepada sang presiden sendiri.
"Dia itu seorang loyalis beneran, tidak pernah dia melaporkan sesuatu hal yang sifatnya ABS (Asal Bapak Senang) saja kepada Pak Harto," ujar Teddy.
Benny Moerdani Dituduh Ingin Kudeta
Citra Benny sebagai orang kepercayaan Soeharto, memunculkan ketidaksenangan di sebagian pihak yang merupakan lingkaran terdekat dari sang presiden. Sebagai contoh, pada saat Benny akan diangkat sebagai Panglima ABRI, muncul selentingan isu yang menyebut dia akan melakukan kudeta terhadap Soeharto.
Isu yang bertiup kencang tersebut sempat membuat menantu Soeharto yakni Kapten Prabowo Soebianto nyaris melakukan gerakan. Menurut Sintong Panjaitan dalam Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando karya jurnalis Hendro Subroto, Prabowo bahkan sempat mendatangi Mayor Luhut Panjaitan untuk mengajak atasannya tersebut menyelamatkan negara dari kudeta Letnan Jenderal L.B. Moerdani.
Teddy sendiri menyebut isu itu sebagai omong kosong. Ketika isu itu santer bertiup, Teddy mengaku langsung meminta pendapat kepada sejumlah jenderal seperti Try Soetrisno, Jenderal Eddi Soedradjat dan Brigadir Jenderal Jasmin selaku atasan Prabowo di Kopassandha (sekarang Kopassus). Mereka kompak menyatakan ketidakpercayaannya akan isu tersebut.
"Pernyataan Pak Benny Moerdani mau kudeta adalah fitnah tanpa fakta," ujar Teddy dalam biografinya: 70 Tahun Teddy Rusdy: Think Ahead karya Servas Pandur.
Lalu apakah Presiden Soeharto sendiri mempercayai isu tersebut? Sejarah membuktikan Soeharto tetap mendapuk Benny sebagai Panglima ABRI menggantikan Jenderal M. Yusuf.
Jalan untuk Try Soetrisno
Pada Februari 1988, suhu politik Indonesia menghangat. Berbagai kalangan menyebut nama Benny sebagai calon Wakil Presiden selain Sudharmono dan H.J. Naro. Kendati sempat mengencang, isu itu ditepis langsung oleh Benny. Alih-alih menyatakan keinginannya untuk menjadi Wakil Presiden, ia justru memberi jalan kepada koleganya Try Soetrisno dengan 'mengorbankan' jabatannya sebagai Panglima ABRI.
“…Kalau saya masih menjadi Ketua 'Partai ABRI'. Tetapi sejak dua jam lalu, ketua partai sudah bukan di tangan saya lagi, melainkan Try…" ungkap Benny dalam biografinya.
Nyatanya harapan Benny kandas. Soeharto justru 'memilih' Sudharmono sebagai pendampingnya hingga 1993.
Meski Try tidak terpilih, Benny tetap duduk di Kabinet Pembangunan V sebagai Menteri Pertahanan. Walaupun demikian, upaya Benny untuk memuluskan jalan Try ke posisi Wakil Presiden dengan berbagai manuver politik membuat sikap Soeharto berubah. Dia mulai 'mencurigai' Benny.
Soeharto Tersinggung
Kecurigaan itu berubah menjadi kemarahan saat putra-putri Soeharto beserta sebagian mantu-mantunya terlibat berbagai bisnis besar di Republik ini. Banyak kalangan yang gerah melihat situasi tersebut. Teddy masih ingat, saat menjadi Panglima ABRI, dia bersama Benny sempat membuat analisa bahwa kondisi itu akan menjadi faktor tidak menguntungkan secara politis bagi Presiden Soeharto.
Benny yang merasa bertanggungjawab akan keberlangsungan kekuasaan Soeharto, langsung datang ke jalan Cendana untuk menyampaikan soal itu. Alih-alih dihadapi secara serius, Soeharto malah mengajak Beny untuk bermain biliar. Saat bermain biliar itulah, secara hat-hati Benny menyampaikan kekhawatirannya jika tingkah laku anak-anak dan mantu-mantu Soeharto mengancam posisi sang presiden.
Menurut Julius Pour, Benny menyebut kondisi tersebut membahayakan bagi Soeharto. Namun secara tegas, dia menyatakan ABRI masih berada di belakang sang presiden.
"Tapi saya tidak bisa menjamin mereka juga bakal mendukung putra-putri Bapak…" ujar Benny.
Tak dinyana oleh Benny, Soeharto secara tiba-tiba meletakan tongkat biliar-nya. Dengan muka senewen, dia meninggalkan Beny sendirian. Tadinya sang jenderal mengira Soeharto pergi ke toilet.
"Ternyata dia meninggalkan saya untuk tidur. Maka saya sadar dia marah atas kata-kata yang baru sajas aya ucapkan…" demikian pengakuan Benny kepada penulis Julius Pour.
Usai kejadian itu Soeharto mulai menjauh dari Beny. Masukan Beny ternyata membuat sang presiden tersinggung berat. Itu pula yang disampaikan Soeharto kepada Try Soetrisno saat suatu hari sang wapres menyampaikan keprihatinan para jenderal senior terhadap kegiatan bisnis putra-putrinya.
"Try, apakah ada aturannya atau undang-undang yang melarang anak pejabat berbisnis? Kalau ada, saya tidak mau jadi Presiden…" kata Soeharto seperti dikutip Salim Haji Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintah Otoriter Soeharto.
Tak jelas benar, hukuman langsung apa yang diberikan Soeharto kepada Benny. Yang jelas pada saat Presiden Soeharto melantik para menteri yang duduk di Kabinet Pembangunan VI, Beny sama sekali tak dikutsertakan. Sejak itu, berakhirlah karir sang loyalis sebagai orang dekat Soeharto.