Sersan Mayor Boengkoes, Komandan Penculik G30S PKI Satu-Satunya yang Tidak Dieksekusi Mati
Boengkoes merupakan anggota Tjakrabirawa yang pangkatnya terus naik dari prajurit dua hingga menjadi sersan mayor.
Boengkoes merupakan anggota Tjakrabirawa yang pangkatnya terus naik dari prajurit dua hingga menjadi sersan mayor.
Pada Gerakan 30 September 1965 (G30S), Sersan Mayor Boengkoes berperan sebagai komandan kelompok penculikan Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, yang menjabat sebagai Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat.
- Kesang Beri Surat Tugas Menantu Pakde Karwo Bertarung di Pilkada Surabaya
- Pesona Menyala Mayor TNI Teddy saat Dampingi Prabowo di IKN, Gagah Berbaret Merah
- Aksi Gercep Mayor Teddy Gendong Perempuan Pingsan di GBK Disorot, Usai Sadar Si Cewek 'Modal Sholawat'
- Jadi Kepala Gudbalkir, Mayor Czi BP Tahu Gudang Disewa buat Simpan Kendaraan Hasil Penggelapan
Boengkoes ditunjuk sebagai pemimpin penculikan tersebut oleh Letnan Satu Dul Latief dan Letnan Kolonel Untung.
Saat itu, Boengkoes tergabung dalam kompi C di Batalyon Kawal Kehormatan (KK-1) Tjakrabirawa sebagai pemimpin peleton 1.
Komandan kompi C adalah Letnan Satu Dul Arief, sedangkan komandan batalyon mereka adalah Letnan Kolonel Untung.Untung dan Dul mengerahkan satu kompi pasukan dari batalyon untuk melakukan penculikan terhadap para Jenderal.
Pasukan ini dikenal sebagai Pasukan Pasopati.Dipimpin oleh Dul Arief, pasukan tersebut menjadi bagian dari Gerakan 30 September (G30S) yang dipimpin oleh Untung.
Boengkoes yang bertugas untuk menculik MT Haryono lantas menjalankan perannya.
"Pada sekitar pukul 04.30 pagi, kami tiba di Jalan Prambanan, di kediaman Jenderal Haryono. Saya segera mengetuk pintu," ujar Boengkoes, sebagaimana dikutip oleh Julius Pour dalam bukunya Gerakan 30 September.
Sempat Ditembak
Saat itu yang membukakan pintu adalah Mariatni, istri Haryono. Boengkoes dan pasukannya diminta agar kembali lagi pukul 8 pagi.
Tak terima penjemputannya gagal, Boengkoes dan pasukannya memaksa masuk ke dalam rumah.
Untungnya, belum sempat pasukan masuk ke dalam kamar Jenderal Haryono sudah lebih dulu menyuruh istri dan anaknya pindah ke kamar samping, kamarnya memang saling terhubung dengan pintu.
Berdasarkan penuturan Boengkoes, saat itu kamar gelap karena semua lampu sudah dimatikan. Mematikan lampu dan bersembunyi di balik lemari merupakan hal yang dilakukan Haryono sebagai pertahanan diri.
“Ayah saya posisinya ini di belakang lemari sekarang lemarinya sudah hancur banget deh, baju-baju ayah saya udah hancur jadi tembaknya di sini jadi bolong semua,” ucap Rianto Nurhadi, anak MT Haryono dalam wawancara di kanal Youtube bertajuk 'Fakta G30S/PKI! Kronologis penembakan Jenderal M.T Haryono'.
Rianto juga mengatakan bagaimana darah ayahnya yang ditembak berceceran di lantai. Setelah kejadian tersebut, para pelaku penculikan jenderal ditangkap.
Semua pelaku diadili dan mendapat hukuman, ada yang dijatuhi hukuman belasan tahun penjara, hukuman seumur hidup, hingga hukuman mati. Semua komandan kelompok penculik dijatuhi hukuman mati, termasuk Boengkoes, yang menerima putusan tersebut pada tahun 1971.
Namun Tak Sempat Dieksekusi Mati
Namun, hukuman mati tidak langsung dilaksanakan. Para terpidana, termasuk Boengkoes, ditahan selama lebih dari 20 tahun di Penjara Cipinang.
Eksekusi baru dilakukan pada Februari 1990, yang dilakukan terhadap mantan Sersan Satar, Sersan Surono, Sersan Suleiman, dan mantan Prajurit Nurchayan.
Belum sempat Boengkoes dieksekusi, pemerintah Orde Baru sudah mendapat kecaman dari dunia internasional akibat tindakan tersebut.Banyak pihak yang menilai hukuman mati merupakan perampasan hak hidup seseorang.
Sehingga, Boengkoes menjadi satu-satunya mantan anggota Tjakrabirawa yang tersisa di Penjara Cipinang. Boengkoes mendekam di jeruji Penjara Cipinang selama pemerintahan Presiden Soeharto.
Baru pada era pemerintahan BJ Habibie, Boengkoes dibebaskan pada tahun 1999. Ia kemudian pindah ke kampung halamannya di Situbondo.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti