Ahli pidana sebut saksi pelapor kasus Ahok tak harus ada di TKP
Salah seorang penasihat hukum Basuki atau akrab disapa Ahok itu mempertanyakan keabsahan para saksi pelapor yang kebanyakan tahu dari situs Youtube. Padahal ketentuan saksi sendiri telah diatur dalam Pasal 185 KUHAP.
Penasihat hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan keabsahan saksi pelapor dalam masalah ini kepada saksi ahli pidana Mudzakkir. Sebab 13 saksi pelapor yang ada tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP) di Pulau Pramuka pada 27 September 2016 lalu.
Salah seorang penasihat hukum Basuki atau akrab disapa Ahok itu mempertanyakan keabsahan para saksi pelapor yang kebanyakan tahu dari situs Youtube. Padahal ketentuan saksi sendiri telah diatur dalam Pasal 185 KUHAP.
"Saksi tak melihat langsung di TKP, tapi melihat YouTube. Bagaimana nilai kesaksiannya menurut ahli?" tanya salah satu penasihat hukum Ahok saat persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/2).
Ahli pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakkir menjelaskan tidak masalah jika saksi tak hadir langsung di tempat kejadian perkara. Asalkan, ada dasar riil yang disertakan saksi tersebut dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Kalau yang dilaporkan dalam bentuk tulisan harus ada tulisannya, kalau yang dilaporkan dalam bentuk suara harus ada suaranya. Selama satu buktinya ya bisa (sah)," terangnya.
Mendengarkan keterangan tersebut, penasihat hukum Ahok mengungkapkan atas nama Yurisprudensi, Mahkamah Agung sering mengabaikan kesaksian saksi yang tak ada di lokasi saat permasalahan terjadi. Lalu mereka kembali meminta pandangan dari Mudzakkir tentang hal itu.
Menurut Mudzakkir, setiap saksi boleh saja memberi kesaksian tanpa harus di tempat kejadian perkara. Terlebih dalam kasus mantan Bupati Belitung Timur itu, ada bukti otentik sebuah video yang dapat dijadikan dasar pengaduan.
"Kalau rekaman diputar dan memberi informasi secara publik berarti bisa. Dalam kasus penghinaan orang tak harus langsung ada di lokasi," tutupnya.
Untuk diketahui, saat ini Ahok berstatus sebagai terdakwa dalam perkara dugaan penistaan agama. Pernyataannya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan Pasal 156 a KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman penjara paling lama lima tahun.