DPRD bakal pakai UU Pilkada bahas surat pengunduran diri Ahok
DPRD bakal pakai UU Pilkada bahas surat pengunduran diri Ahok. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga sempat memaparkan bahwa berdasarkan UU tersebut, Ahok akan segera digantikan dengan wakilnya yakni Djarot Syaiful Hidayat.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengadakan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menentukan kapan dilakukannya rapat paripurna untuk mengumumkan pengunduran diri Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Selain itu, dalam rapat ini juga membahas mengenai surat pengunduran diri Ahok yang akan diproses menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Pandangan kita dari DPRD ya kita menggunakan pasal yang terbaru UU di Nomor 10 Tahun 2016," kata Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi, di Gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (30/5).
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga sempat memaparkan bahwa berdasarkan UU tersebut, Ahok akan segera digantikan dengan wakilnya yakni Djarot Syaiful Hidayat.
"Dalam hal gubernur berhenti karena permintaan sendiri menurut UU Nomor 10 tahun 2016 pasal 173 ayat 1 dalam hal Gubernur, Bupati, Wali Kota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan maka wakil menggantikan," ujarnya.
Senada dengan Prasetio, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik menyarankan, pengunduran diri Basuki atau akrab disapa Ahok itu berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Tujuannya agar proses pengunduran diri itu bisa cepat selesai.
"Kalau pakai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 itu lebih cepat prosesnya, karena terkait pengunduran diri," katanya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (29/5).
Politisi Gerindra ini menjelaskan, jika pengunduran diri mantan Bupati Belitung Timur itu menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), maka prosesnya akan membutuhkan waktu yang lama.
"Kalau kita gunakan Undang-Undang Pemda itu akan lebih lama prosesnya karena harus melalui Mahkamah Agung (MA). Selain itu, kalau kena (pasal melakukan tidak pindana) tidak boleh lagi ada pensiun. Tidak boleh diberhentikan dengan hormat," ungkapnya.