Ini 6 bahasan dalam rakor Pemprov dengan DPRD DKI
Rapat membahas masalah temuan BPK tentang hasil audit mereka terhadap APBD DKI Jakarta, pada tahun anggaran 2014.
Pansus yang dibentuk oleh pihak DPRD DKI Jakarta melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Rapat membahas masalah temuan BPK tentang hasil audit mereka terhadap APBD DKI Jakarta, pada tahun anggaran 2014 lalu.
Djarot yang ditemani Kepala Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono, menemui tim pansus yang diketuai Triwisaksana, bersama dua orang wakilnya yakni Prabowo Soenirman dan Cinta Mega.
"Kemarin anggota pansus sepakat melakukan pengawasan tindak lanjut ini. Dari temuan BPK terdapat permasalahan yang signifikan. Ini yang diambil oleh Pansus untuk didalami, ada 6," ujar Triwisaksana di ruang rapat DPRD DKI Jakarta, Kamis (6/8)
Triwisaksana menyebut, dalam hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2014 yang dilaporkan BPK, ada 70 temuan senilai Rp 2,26 triliun, yang menurut BPK berpotensi merugikan daerah sebesar Rp 442,37 miliar, dengan potensi kerugian seluruhnya sampai senilai Rp 1,71 triliun.
Dalam rakor tersebut, DPRD DKI menekankan enam poin yang menjadi perhatian serius mereka, karena dianggap sebagai indikator yang membuat Pemrov DKI mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK, dalam audit terakhirnya tersebut.
1. Pengawasan dan pengendalian kerjasama pemanfaatan aset tanah seluas 30,88 Hektare, di Mangga Dua dengan PT DP lemah dan tidak menjamin keamanan aset pemerintah Pemprov DKI.
2. Pengadaan Tanah RS Sumber Waras, tidak melalui proses yang memadai sehingga berindikasi merugikan daerah senilai Rp 191,33 M.
3. Penetapan nilai penyertaan modal dan penyerahan aset pemprov DKI kepada PT Transjakarta (BUMD) melalui inbreng, tidak sesuai ketentuan.
4. Penyerahan aser Inbreng pemprov DKI berupa tanah 794.830,05 m2, bangunan seluas 234 m2, dan 3 blok apartemen, belum diperhitungkan sebagai penyertaan modal pemerintah pada BUMD.
5. Kelebihan pembayaran biaya premi asuransi kesehatan senilai Rp 3,76 m.
6. Administrasi pengelolaan dana biaya operasional pendidikan (BOP) tidak tertib, dan terdapat pengeluaran dana BOP yang tidak dapat dipertanggungjawabkan serta tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp 3,05 m.
Diketahui, rapat koordinasi ini merupakan pertemuan pertama, antara pihak DPRD DKI Jakarta dengan pihak Pemprov DKI. Ke depannya, rakor-rakor sejenis akan dilakukan secara berkala, agar keenam poin yang menjadi perhatian pihak DPRD DKI terhadap hasil temuan BPK itu bisa dibahas seluruhnya, baik oleh pihak eksekutif maupun pihak legislatif di pemerintahan DKI Jakarta.