Keputusan Ahok gunakan APBD 2014 diatur Undang-undang
Penggunaan APBD DKI 2014 merupakan solusi yang telah diatur dalam undang-undang dan dijalankan Kemendagri.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta tidak menemukan kata sepakat untuk RAPBD DKI Jakarta 2015. Akhirnya Pemprov DKI Jakarta akan menggunakan pagu anggaran APBD DKI Jakarta 2014 sebesar Rp 72,9 triliun untuk membangun Ibukota.
Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengungkapkan, penggunaan APBD DKI Jakarta 2014, bukan keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Penggunaan APBD DKI 2014 merupakan solusi yang telah diatur dalam undang-undang dan dijalankan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Ketika kedua belah pihak tidak ketemu, maka Kemendagri ambil keputusan," ujar Sebastian di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/3).
Dia menilai, Ahok memiliki perbedaan prinsip dengan legislatif. Mantan Bupati Belitung Timur ini tidak ingin menggunakan RAPBD DKI Jakarta 2015 lantaran bakal dianggap berkompromi dengan para anggota dewan.
Sementara itu, DPRD DKI Jakarta ngotot RAPBD 2015 disahkan. Hal ini disinyalir lantaran RAPBD 2015 menguntungkan pihak-pihak tertentu.
"Sangat jelas pada kita, bahwa ini sikap Ahok dan DPRD seperti apa," ujarnya.
Sebastian mengatakan, keputusan yang diambil Ahok mungkin dapat berdampak ke sektor lainnya. "DPRD ini lembaga politik. Bahwa substansinya dapat merembet pada hal lain, tidak dapat dipungkiri," tutupnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengancam akan menggunakan APBD DKI Jakarta 2014. Namun, dia tetap membuka peluang untuk menggunakan RAPBD DKI Jakarta 2015.
Ahok mengatakan, Pemprov DKI siap menggunakan RAPBD DKI Jakarta 2015 apabila tidak harus memasukkan anggaran yang diduga 'siluman' sebesar Rp 12, 1 triliun.
"Oh iya dong kami menawarkan (menggunakan RAPBD DKI Jakarta 2015) kepada DPRD. Mau gak anda terbitkan Perda. Tapi kalau mereka ngotot mau, asalkan Rp 12,1 triliun nya dimasukin ya kami tolak," tegasnya di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (12/3).
Menurutnya, sikap tidak ingin berkomprominya dengan dewan sudah jelas karena dalam anggaran siluman tersebut terdapat program-program yang tidak jelas, sehingga dapat menyebabkan kemunduran pembangunan.
"Ya udah jelas kok, sistem manajemen sekolah ngaco, tiap sekolah beli fitness centre Rp 3 miliar ngaco, UPS ngaco, beli scanner ngaco. Ngaco semua. Kalau ngeliat ngaco-ngaconya itu ya mundur 2012-2013," terang Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini menjelaskan, dugaan indikasi adanya kecurangan ini sudah ada semenjak Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun, belum ada bukti dan belum ada yang mendukung sikapnya untuk melakukan pembersihan.
Untuk itu, Ahok memutuskan menunggu dan mengumpulkan bukti-bukti adanya dugaan korupsi dan mark up. Dan akhirnya dia membuka data ini setelah Jokowi menjadi Presiden Indonesia dan siap mendukungnya.
"Dulu kami gak punya bukti. Dulu kami mau pasang youtube kan ribut antara SKPD dengan komisi-komisi. Makanya saya tungguin, tungguin pak Jokowi nyebrang ke istana dulu lah. Saya orangnya sabar kok," tutupnya sambil tertawa.